bontangpost.id – Sepanjang 2020 Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Bontang mencatat 26 kasus perselisihan hubungan industrial di Bontang. Sebagian besar kasus diakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan.
Kabid Hubungan Industrial (HI) Disnaker Bontang M Saifullah mengatakan, perselisihan karena PHK mencapai 22 kasus. Kemudian disusul hak pekerja tak dipenuhi pemberi kerja sebanyak 4 kasus. “Hak tidak terpenuhi misalnya pesangon tidak diberikan,” ujar Saifullah.
Dari 26 kasus tersebut, melibatkan 23 perusahaan. Sebagian besar perusahaan penyedia jasa. Artinya, ada perusahaan yang tidak sekali saja dilaporkan ke Disnaker sepanjang 2020.
Adapun mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial telah diatur dalam UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Dengan lalui beberapa tahap. Mulai dari bipartit, mediasi (arbitrase/konsiliasi), sampai ke pengadilan hubungan industrial (PHI).
Pada 2020, perselisihan yang diselesaikan melalui perundingan bipartit sebanyak 19 kasus. Adapun perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Perselisihan yang diselesaikan melalui perundingan mediasi sebanyak 9 kasus. Kata Saifullah, bila dalam tahap ini kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perundingan di luar, maka itu dibenarkan. Demikian, perselisihan tidak perlu lagi masuk ke tahap selanjutnya, yakni penyelesaian bersama mediator hubungan industrial (Disnaker).
Namun pada 2020 lalu, ada 19 kasus yang sampai pada tahap mediator hubungan internasional. Dengan 5 di antaranya berujung pada terbitnya anjuran oleh mediator HI. Salah satunya membawa kasus ke pengadilan HI Kaltim.
“Seluruh tahapan itu, mulai perselisihan diregister, katakalah sampai anjuran keluar maksimal 30 hari,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: