bontangpost.id – Dalam 5 tahun terakhir atau tepat satu periode kepempinan Isran Noor-Hadi Mulyadi, 15 nyawa anak telah melayang di lubang bekas galian tambang. Hal itu menjadi saksi bisu dari kebijakan yang gagal melindungi warga negara dan melanggar Hak Asasi Manusia.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur mencatat bahwa jumlah korban meningkat menjadi 45 orang setelah salah seorang warga jatuh di lubang bekas galian tambang di Palaran pada 12 Agustus 2023. Korban terbaru, seorang anak berusia 11 tahun, menjadi korban keengganan pemerintah untuk menutup dan mengamankan bekas galian tambang, Jumat (12/08/2023).
Pada awalnya bocah tersebut mengunjungi lokasi kolam bekas galian tambang bersama sembilan temannya. Lokasi tersebut terletak di RT 04 Kelurahan Handil Bakti, di kompleks perumahan Griya Handil Bakti. Namun, kunjungan itu berubah menjadi tragedi memilukan saat dia ditemukan tenggelam dalam lubang bekas galian tambang.
“Pengakuan salah satu teman korban bahwa awalnya korban seorang diri menyeberangi kolam tersebut. Namun, di tengah kolam, dia mengalami kesulitan saat berenang,” terang Hari Aziz, Divisi Kampanye JATAM Kaltim.
Teman segera memberikan pertolongan. Namun, upaya mereka untuk menyelamatkannya sia-sia, karena korban akhirnya terjebak dan hilang di dalam lubang bekas galian tambang. Kejadian ini berlangsung pada pukul 09.30.
Pencarian korban dilakukan oleh Pihak Badan SAR Nasional (Basarnas) Kota Samarinda. Penyisiran langsung dipimpin oleh koordinator Unit Siaga SAR untuk melakukan penyelaman sedalam 5 meter. “Korban ditemukan pada pukul 12.35 dan selanjutnya dibawa kerumah duka,” ujarnya.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan JATAM Kaltim, Tempat Kejadian Perkara (TKP) diduga merupakan lubang bekas galian tambang dari aktivitas tambang ilegal. Namun, lubang tersebut berada dalam konsesi seluas 1.977,33 hektare.
Kejadian tragis ini menyoroti masalah serius dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di Kalimantan Timur. Lubang bekas galian tambang yang seharusnya telah ditutup dengan benar dan diamankan ternyata tetap terbuka, dan menjadi perangkap mematikan bagi anak-anak yang tidak menyadari bahayanya. Kegagalan pemerintah dalam mengatasi aktivitas tambang ilegal, seolah membiarkan lubang-lubang tersebut menjadi ancaman nyata bagi keselamatan masyarakat.
Ditambah pula, sederet catatan hitam pemilik konsesi dari lubang tambang tempat kejadian, menunjukkan kurangnya tanggung jawab perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Kejadian sebelumnya pada tahun 2014 dan 2016 yang menelan tiga korban.
Menurut Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 71 Undang-Undang 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, pemerintah memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia, termasuk keselamatan warga negaranya.
“Pengabaian terhadap keselamatan warga negara, terutama anak-anak, adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan tanggung jawab negara,” katanya. (*)