AH Sebut Ada Dua Kejadian Dilupakan Pj Gubernur Kaltim Soal Tapal Batas

Mahkamah Konstitusi kembali menggelar persidangan terkait tapal batas Kampung Sidrap. (FOTO: IST)

bontangpost.id – Sidang terkait tapal batas Kampung Sidrap kembali digelar Rabu (21/8/2024) kemarin di Mahkamah Konstitusi. Kali ini hakim MK mendengarkan keterangan dari Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik dan Bupati Kutim Ardiansyah.

Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik mengatakan Mahkamah dapat mempertimbangkan penyelesaian sengketa Kota Bontang diserahkan kepada Pemprov Kaltim dengan memedomani Pasal 21-Pasal 29 Permendagri 141/2017 tentang Penegasan Batas Daerah.

“Bahwa uji materi yang dimohonkan oleh Pemohon dapat dipertimbangkan dengan penyelesaiannya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Namun demikian apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya (ex aequo et bono),” ujar Akmal.

Akmal menjelaskan, pada Februari 2010 silam, Pemprov Kaltim telah menerima dari Pemkab Kutai Timur perihal penegasan usulan perluasan Kota Bontang. Pemkab Kutim menyatakan penolakan atas usulan perluasan Kota Bontang tetapi menawarkan alternatif kepada Pemkot Bontang.

Berupa kerja sama pengelolaan wilayah yang mana model kerja sama akan dibicarakan lebih lanjut antarkabupaten/kota tersebut.

Kemudian, pada 16 September 2021, Bupati Kutai Timur menyampaikan surat perihal laporan tindak lanjut atas usulan perubahan batas Kabupaten Kutai Timur dengan Kota Bontang pada segmen Desa Martadinata yang ditujukan kepada Gubernur Kaltim.

Secara garis besarnya, surat Bupati Kutai Timur menyampaikan tidak ditemukan dokumen, peta, keterangan dan obyek lain terkait teknis penataan batas sebagai dasar perubahan batas daerah Kab Kutim dengan Kota Bontang.

Usulan sebagian masyarakat Kampung Sidrap Desa Martadinata Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutim yang ingin bergabung dengan wilayah Kota Bontang lebih didasari oleh kondisi faktor ekonomi dan pelayanan yang lebih baik. Serta telah diselenggarakan Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Kutim.

Hasilnya dituangkan dalam Nota Kesepakatan antara Pemkab Kutim dan DPRD Kabupaten Kutim. Nota kesepakatan dimaksud menerangkan bahwa dengan memperhatikan dokumen kajian teknis yang disusun oleh Pemkab Kutim tidak ditemukan urgensi atas perubahan batas antara Kabupaten Kutim dan Kota Bontang.

Serta Pemkab Kutim dan DPRD Kabupaten Kutim bersepakat menolak usulan Pemkot Bontang terkait perubahan garis batas antara Kabupaten Kutim dan Kota Bontang pada segmen Desa Martadinata Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutim.

Selanjutnya Gubernur Kaltim menyampaikan surat pada 26 Oktober 2021 yang pada pokoknya mengusulkan perubahan Permendagri 25/2005 tentang Penentuan Batas Wilayah Kota Bontang dengan Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur kepada Mendagri.

Beberapa hal yang disampaikan dalam surat tersebut antara lain mengenai hasil kesepakatan rapat yang difasilitasi Pemprov Kaltim sesuai Berita Acara Fasilitasi terkait aspirasi masyarakat Dusun Sidrap Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutim untuk bergabung dengan Kota Bontang pada 3 Januari 2019.

Dihadiri bupati Kutim, wali kota Bontang, ketua DPRD Kutim, ketua DPRD Kota Bontang, dan gubernur Kaltim sebagai pimpinan rapat.

Dalam hasil rapat disebutkan bahwa Pemkab Kutai Timur dan Pemkot Bontang sepakat menindaklanjuti usulan Sidrap ± 164 Ha masuk ke wilayah Kota Bontang. Terhadap areal sebagaimana di atas akan dilakukan penelitian lapangan oleh Tim Penegasan Batas Daerah (Tim PBD) Kabupaten Kutai Timur dan Tim PBD Kota Bontang.

Didampingi Tim PBD Provinsi Kalimantan Timur paling lambat pertengahan Januari 2019. Serta hasil penelitian lapangan sebagaimana poin 2 akan dituangkan dalam Berita Acara yang dijadikan dasar untuk Paripurna DPRD Kutai Timur.

Tindaklanjut Berita Acara 3 Januari 2019, penelitian lapangan sudah difasilitasi oleh Tim PBD Provinsi Kaltim sesuai dengan Berita Acara Pengambilan Data Lapangan di Dusun Sidrap Pada Lokasi Luasan 164 hektare tanggal 26 Juni 2019.

Sementara Anggota DPRD Bontang Agus Haris menyatakan permohonan untuk menyerahkan penyelesaian persoalan ini kepada Pemprov Kaltim ibarat berjalan mundur. Sebab sebelumnya langkah itu sudah dilakukan.

“Ini sudah dilakukan sejak dua kepempinan gubernur sebelumnya. Tapi hasilnya deadlock,” sebutnya.

Bahkan ada dua kejadian yang tidak dibacakan oleh Pj Gubernur Kaltim. Pertama terkait dengan persetujuan mantan Bupati Kutim Isran Noor bahwa tujuh RT itu dilayani Bontang. Persetujuan itu terjadi pada 2011 silam.

“Kala itu atas permohonan mantan wali kota Bontang almarhum Adi Darma. Dibawa ke provinsi tidak dilanjuti juga,” sebutnya.

Kemudian pernyataan lisan melalui video telekonferensi pada sada 2018, mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menyeujui Sidrap masuk Bontang. Tepatnya di akhir masa jabatan bersangkutan.

“Dua persoalan penting ini tidak ditindaklanjuti oleh Pemprov. Setelah Isran Noor jadi gubernur baru ditindaklanjuti. Itu pun ditolak sepihak oleh Pemkab Kutim,” pungkasnya. (*)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version