KASUS ijazah palsu yang menjerat anggota DPRD Kaltim Sokhip bakal membawa “aib” bagi Gedung Karang Paci secara kelembagaan. Pasalnya, sejak rekomendasi Badan Kehormatan (BK) disampaikan dalam paripurna, mestinya anggota dewan tersebut mendapat sanksi pemberhentian dan penggantian antar waktu (PAW).
Namun PAW itu urung dilakukan disebabkan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menolak permohonan Dewan Pimpinan Daerah (DPP) Gerindra. Alasannya, rekomendasi BK tidak didasarkan pada putusan pengadilan.
Putusan pengadilan tersebut dianggap sebagai dasar untuk membuktikan bahwa Sokhip bersalah dalam penggunaan surat keterangan ijazah palsu. Namun itu tidak dilakukan BK. Dasarnya, pembuat ijazah palsu itu sudah divonis bersalah di pengadilan.
Pengamat hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah mengatakan, penolakan PAW akan berdampak pada pengabaian putusan-putusan yang dikeluarkan BK.
“Tak ada wibawa DPRD dan ke depan akan dengan mudah diabaikan setiap putusan-putusan BK. Koreksi putusan BK di PTUN, atau BK sendiri yang mengkoreksi putusannya sendiri alias menjilat ludahnya sendiri,” ucapnya, Kamis (25/10) kemarin.
Setelah dikeluarkan rekomendasi penghentian Sokhip sebagai anggota dewan, sejatinya hak-hak keuangan wakil rakyat dari daerah pemilihan Balikpapan itu dihentikan. Namun kenyatannya, Sekretariat Dewan (Setwan) Kaltim tetap memberikan hak itu.
“Harusnya hak dan kewajibannya diputus. Kan diberhentikan. Di PAW-nya yang belum. Kalau hak-hak keuangannya dihentikan, pasti dia bawa ke PTUN,” tuturnya.
Herdiansyah menyebut, mestinya putusan BK yang bersifat final itu dikoreksi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Langkah itu dapat diambil oleh Sokhip atas bantuan Partai Gerindra.
“Sebaiknya Sokhip menempuh jalur PTUN jika tidak menerima usulan pemberhentian dirinya oleh BK. Partai Gerindra bisa mendampingi kadernya. Karena kalau dibiarkan status quo atau tanpa pengganti, maka yang rugi partai Gerindra sendiri,” imbuhnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Sokhip, Roy Yuniarso menilai penolakan PAW oleh DPP Gerindra menunjukkan bahwa tahapan sidang BK tak berjalan sesuai mekanisme yang berlaku. Alasannya, Sokhip tidak pernah diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi dalam sidang BK. Sehingga Roy menganggap sidang BK tidak berimbang.
“Kalau kita bicara aturan dari BK dalam hal penyidangan, itu sudah terjadi pelanggaran. Kenapa? Saat sidang itu Pak Sokhip tidak diberikan kesempatan untuk membela diri. Apalagi menghadirkan saksi-saksinya. Jadi di sini, BK melanggar aturan yang dibuatnya sendiri,” tegasnya.
Namun anggota dewan di BK berpandangan lain. Ketua BK DPRD Kaltim, Dahri Yasin mengatakan, penolakan partai itu telah menyalahi rekomendasi yang telah dikeluarkan BK. Padahal kasus tersebut telah melewati proses persidangan yang didukung dengan penggalian keterangan saksi, pelapor, dan terlapor.
Dalam menghasilkan rekomendasi, BK memutuskan Sokhip sebagai pengguna surat keterangan ijazah palsu setelah melewati sidang yang memeriksa bukti-bukti. Data itu juga diperkuat dengan investigasi. Bahkan kata Dahri, pihkanya telah menggali keterangan dari SMK Ahmad Yani Bangil, Jawa Timur.
“Bisa dikatakan Majelis Kehormatan partai tidak menghormati rekomendasi kita. Satu lagi yang perlu jadi catatan, harusnya sebelum mengeluarkan keputusan partai, Majelis Kehormatan memanggil kami,” ucapnya. (*/um)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda