bontangpost.id – Pemerintah Singapura akhirnya angkat bicara mengenai penolakan masuk Ustadz Abdul Somad (UAS) ke negaranya. Melalui Kementerian Dalam Negeri Singapura, pemerintah memaparkan alasan penolakan tersebut. Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA) menyebut, UAS dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi. Di mana, hal ini tidak bisa diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura.
MHA pun mencontohkan beberapa pernyataan UAS yang dianggap ekstremis. Misalnya, UAS pernah mengatakan jika bom bunuh diri itu sah dalam konteks konflik Israel-Palestina. Dan hal tersebut dianggap sebagai operasi sahid.
Kemudian, UAS juga disebut pernah berkomentar yang dinilai merendahkan agama lain. Seperti, Agama Kristen. Pasalnya, dia menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal jin kafir (roh/setan). Selain itu, UAS secara terbuka menyebut nonmuslim sebagai kafir.
”Pemerintah Singapura memandang serius siapa pun yang menganjurkan kekerasan dan atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi. Somad dan teman perjalanannya ditolak masuk ke Singapura,” tulis MHA dalam laman resminya.
Dari berbagai informasi yang dihimpun, Singapura ternyata bukan negara pertama yang menolak UAS masuk ke negaranya. Sejumlah negara diketahui pernah melakukan hal yang sama. UAS pernah ditolak masuk Hongkong pada 2017 lalu saat akan memberikan ceramah di sana. Kemudian, pada 2018, ia juga ditolak masuk ke Timor Leste dan pada 2020, sejumlah negara di Eropa tak mengizinkan ia masuk ke negaranya. Seperti Belanda dan Inggris.
Pengamat Hubungan Internasional Teuku Rezasyah menilai, setiap negara memang memiliki kewenangan untuk menerima atau tidak seseorang masuk ke negaranya. Hal ini pun biasanya didasari oleh data intelegen yang mereka miliki. Amerika Serikat (AS) misalnya. Mereka sudah mengetahui siapa dan latarbelakang seseorang yang hendak masuk ke negaranya saat pengajuan visa.
”Hal ini yang harus dimengerti. Pemerintah Singapura sudah menjelaskan dan menetapkan. Jadi harus dihormati,” ujarnya saat dihubungi, (18/5). Menurutnya, kasus ini tak perlu diperpanjang. Upaya diplomatik pun sejatinya telah dilakukan dengan mengirimkan nota diplomatic untuk meminta penjelasan. ”Dan ini sudah diberikan,” katanya.
Justru, lanjut dia, ini menjadi momentum bagi UAS untuk menjelaskan apa yang sejatinya terjadi. Apakah tudingan-tudingan yang disampaikan itu benar atau hanya potongan-potongan video saja yang dijadikan referensi. Sehingga nantinya, kasus serupa tak terjadi lagi ketika dirinya akan berkunjung ke negara-negara lain.
Disinggung soal dampak kasus ini pada hubungan diplomatik kedua negara, Reza menilai, hal ini tidak akan berdampak nyata. Mengingat kedua negara sudah memiliki hubungan erat yang mendalam sejak lama. Namun, ia menggaris bawahi bahwa hal ini tetap akan berimbas pada Singapura. Salah satunya, bila ada upaya boikot oleh masyarakat yang membela UAS. Mengingat, UAS merupakan salah satu orang yang dikenal. Misal, dengan tidak lagi mengunjungi Singapura hingga tidak menggunakan maskapai dari negara tersebut. ”Jadi bisa saja ketika misalnya UAS mengimbau tak perlu ke Singapura. Tentu Singapura akan terdampak,” ungkapnya. Belum lagi, anggapan bila Singapura merupakan negara Islamophobia.
UAS sendiri telah menyerukan hal tersebut melalui akun media sosialnya. Dia mengajak masyarakat mengalihkan uang belanja ke Singapura untuk wakaf pembangunan pesantren. Hingga berita ini ditulis, belum ada jawaban langsung dari UAS mengenai alasan penolakan dirinya masuk Singapura saat coba dihubungi, kemarin. Termasuk, soal mengalihkan uang belanja ke Singapura. (mia)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: