bontangpost.id – Penetapan tiga mantan manajemen Perumda AUJ sebagai daftar pencarian orang (DPO) dinilai janggal oleh akademisi. Pasalnya ketiganya belum ditetapkan sebagai tersangka. Pengamat Politik dan Hukum Universitas Mulawarman herdiansyah Hamzah mengatakan ada indikasi bahwa ketiganya bakal dihentikan penyidikannya dalam waktu mendatang.
“Indikasinya terlihat dari hal-hal yang janggal dalam penangangan perkara. Misalnya soal DPO yang tidak pernah diperiksa,” kata dosen yang akrab disapa Castro ini.
Apalagi beredar kabar bahwa jika tiga oknum ini mengembalikan kerugian negara maka bisa dibebaskan. Menurutnya, menghentikan kasus dengan alasan telah membayar kerugian negara, jelas tidak masuk akal dan bertentangan dengan nalar publik. Penyidik kejaksaan ataupun kepolisian jelas melakukan pembangkangan hukum (disobedience of law).
“Karena tindakan melepaskan terduga pelaku korupsi tersebut, bertentangan dengan undang-undang. Khususnya Pasal 4 UU 31/1999 tentang tipikor, yang intinya menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidananya,” ucapnya.
Ia pun justru khawatir kebiasaan melepaskan terduga pelaku korupsi dengan alasan telah mengembalikan kerugian negara ini, justru dijadikan ladang bisnis perkara. Karena ruang itu terbuka lebar dengan modus seperti ini. Salah satu bentuknya dengan melepaskan berdasarkan alasan yang tidak rasional.
“Dampaknya, tidak akan ada lagi efek jera. Sehingga perilaku busuk ini akan terus berulang. Kan tinggal mengembalikan hasil kejahatan,” tutur dia.
Sebelumnya Kejaksaan Negeri Bontang menyatakan ketiganya belum berstatus tersangka. Kasi Intelejen Kejari Bontang Danang Leksono Wibowo mengatakan hal itu bisa dilakukan.
“Sebab ketiga nama ini disebutkan mengacu fakta persidangan dengan terpidana Dandi Priyo Anggono. Itu bisa jadi DPO,” kata Danang.
Berkas ketiganya dinyatakan P-18 pada November silam. Selanjutnya P 19 kedua dikeluarkan pada awal bulan ini. Ia berharap pada Februari mendatang berkas sudah lengkap dan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Samarinda. Meski demikian ketiga nama ini sudah muncul sejak beberapa tahun lalu. Bahkan pejabat lama saat itu sudah memanggil untuk diminta keterangan.
“Tiga kali dipanggil tetapi bersangkutan tidak datang. Padahal keterangannya bisa untuk memperdalam perkara ini. Termasuk jika ternyata ada peran bersangkutan maka jeratan hukum bisa membelenggu mereka,” ucapnya.
Nantinya pihak Kejari akan berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Sehubungan dengan proses tracking dari tiga mantan manajemen Perumda AUJ ini. Pun demikian koordinasi juga diarahkan ke Comand Center Kejaksaan Agung dan Kejati Kaltim.
Tiga orang tersebut meliputi DS, ATW, dan IG. DS sebelumnya menjabat sebagai konsultan Perumda AUJ. Dia ditunjuk langsung oleh terpidana Dandi Priyo Anggono (mantan Dirut Perumda AUJ) mengerjakan pengerjaan konsultasi tanpa proses lelang. Padahal konsultan bukan termasuk struktur Perumda AUJ. Sesuai kontrak sebagai konsultan bisnis dan manajemen. Besaran kontraknya mencapai Rp 150 juta dan kontrak manajemen Rp 190 juta.
Namun, tidak disebutkan produk dari pengerjaan konsultan berupa pembentukan struktur organisasi. Struktur itu tidak sesuai dengan Perda 20/2001 tentang Perumda AUJ (dulu Perusda). Sehingga tidak ada manfaat dari konsultan. Tak hanya itu DS juga melakukan pengambilan uang muka di PT Bontang Investindo Karya Mandiri (anak perusahaan Perumda AUJ) tanpa peruntukkan jelas dan tidak ada pertanggungjawabannya sebesar Rp 538 juta.
Sementara ATW dulunya berposisi sebagai General Manajer Perumda AUJ. Dugaan yang dilakukan ialah pengambilan uang muka untuk kepentingan pribadi di kas Perumda AUJ senilai Rp 38,5 juta. Adapun IG yang sebelumnya menjabat Kabag Keuangan dan Akuntasi Perumda AUJ memiliki peran menggunakan uang kas dan rekening perusahaan bersama terpidana senilai Rp 1,8 miliar. Dilakukan pencatatan sendiri namun tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Penghentian perkara dalam kasus korupsi di tubuh Perumda AUJ sudah pernah dilakukan di awal tahun. Penanganan perkara Lien Sikin statusnya sudah dihentikan. Pasalnya tersangka telah membayar uang kerugian negara pada 19 September lalu. Nominalnya berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Nominalnya Rp 50 juta. Sudah dibayarkan ke Bank Kaltimtara ke kas negara,” ucapnya.
Sebagai informasi pada saat pemberitaan sebelumnya kerugian yang ditimbulkan Lien Sikin sebesar Rp 61 juta. Kondisi serupa juga terjadi pada tersangka Andi Muhammad Amri. Bahkan berdasarkan perhitungan BPKP tidak ada kerugian negara. “Ini hasil perhitungan di 2017 silam,” tutur dia.
Penghentian penanganan perkara sudah diputuskan pada awal bulan ini. Diketahui sebelumnya dari lima tersangka yang telah dirilis Kejari Bontang baru dua yang telah disidangkan. Meliputi mantan direktur PT Bontang Investindo Karya Mandiri (BIKM) Yunita Irawati dan Direktur CV Cendana Abu Mansyur. Keduanya telah divonis masing-masing penjara satu tahun. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post