BONTANG – Upaya Pemkot dalam mempertahankan Adipura untuk kategori kota sedang pupus. Tahun ini, Bontang yang sejatinya mendapat penghargaan Adipura ke-10 secara berturut-turut harus puas tak mendapat apa-apa dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH).
Informasi yang dihimpun Bontang Post, Kamis (3/8) melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) gagalnya Kota Taman mempertahankan penghargaan yang diperoleh sejak tahun 2008 itu, disebabkan passing grade atau rata-rata poin dari semua item penilaian harus 75. Sedangkan nilai yang diperoleh Bontang tidak mencapai standar yang ditetapkan KLKH. Bontang hanya mengantongi nilai 74. Padahal, standar nilai TPA yang harus diraih untuk bisa mendapatkan Adipura adalah 75 untuk kategori kota sedang.
“Penilaiaian Adipura ada yang dikenal dengan p1. P1 kita 74,62 sedangkan passing grade untuk kota sedang 75. Kami mengakui harus intropeksi, ini akan jadi bahan evaluasi bagi kami agar tahun depan kembali mendapat Adipura, target kami adalah Adipura Kencana,” ungkap Kepala DLH Agus Amir.
Agus menyebutkan, penilaian kebersihan oleh KLKH dibagi menjadi beberapa titik pantau di sejumlah lokasi. Antara lain, permukiman, kebersihan jalan, pasar, pertokoan, perkantoran, sekolah, rumah sakit, hutan kota, taman kota, terminal bus, sungai, saluran terbuka, Tempat Pembuangan Akhir (TPA), bank sampah, bandar udara, dan bank sampah induk.
Dari titik pantau permukiman, tercatat beberapa perumahan mendapat penilaian buruk, di antaranya Perum RT 07 Kelurahan Belimbing, Perum Bontang Permai, Perum Thamrin, Perum KCY, dan Perum Bali. Rata-rata masalah yang dialami yakni sarana pemilahan sampah, proses pemilahan sampah, dan pengolahan sampah.
“Ini yang akan kami benahi, rencana besok (hari ini, Red.) kami akan kumpulkan penyapu jalan untuk memberi motivasi agar jangan putus asa, karena kita masih punya kesempatan di tahun depan,” ungkapnya.
Selain itu lanjut Agus, salah satu faktor penyebab kegagalan Bontang meraih Adipura adalah sanitary landfill yang tidak ditutup top soil atau tanah pada pembuangan sampah. “Makanya kami sudah siapkan, di akhir tahun sudah kami tutup. Kami sadar ada poin yang lengah dan turun, kami bertekad tahun depan Adipura Kencana ada di genggaman kita,” tambahnya.
Pun begitu, Agus mengharapkan agar masyarakat tak kecewa dengan gagalnya Pemkot memboyong Adipura. Sebab, komitmen Pemkot Bontang untuk mewujudkan pengelolaan lingkungan yang baik mendapat pengakuan di tingkat nasional. Ini dibuktikan masuknya Bontang sebagai 8 besar kabupaten atau kota dari 104 nominasi penerima penghargaan Nirwasita Tantra 2016-2017, yang diberikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Penghargaan Nirwasita Tantra ini adalah penghargaan yang diberikan Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada kepala daerah yang dinilai bisa merumuskan dan menerapkan kebijakan, serta program kerja berbasis pembangunan yang berkelanjutan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup di daerahnya masing-masing.
“Kita harus bangga, masuk 4 besar peringkat pertama Surabaya, lalu Balikpapan, selanjutnya Bukit Tinggi dan Bontang yang keempat. Bisa kita bayangkan kota lain ini sudah beratus tahun penyelenggaran pemerintahannya dan kita baru 17 tahun sudah bisa setara dengan mereka. Artinya, mari dukung pemimpin kita,” tukasnya.
Tidak Kejar Penghargaan
Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni mengaku tidak kecewa dengan gagalnya Pemkot meraih Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Tidak mendapatkan penghargaan Adipura bukan masalah besar, yang paling penting menurut kami bagaimana tindakan nyata di lapangan agar kepuasan masyarakat terkait pelayanan publik menyangkut penanganan sampah di daerah ini sudah berjalan baik,” ujar Neni Rabu (2/8) kepada wartawan.
Ia menilai, Dinas Kebersihan maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sudah melaksanakan tugasnya sangat maksimal. Neni mengungkapkan bahwa salah satu faktor penyebab gagalnya Adipura kembali dibawa pulang, karena sanitary landfill di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tidak ditutup top soil.
“Harusnya ditutup kan, tapi tidak ada dana kata pak Agus Amir. Tapi sebenarnya sih tidak harus seperti itu, tapi kenyataanya seperti itu,” kata Neni.
Menurut Neni, sejak awal pihaknya memang tidak menargetkan Adipura. Terpenting aksi nyata di lapangan dalam menjaga kebersihan dan mengelola lingkungan. “Implementasi di lapangan lebih bagus. Bontang lebih hijau, kami lakukan Jumat Bersih. Kami tidak mengejar target penghargaan, tapi ketika ada penghargaan, Alhamdulillah,” tegasnya.
Sanitary landfill merupakan sistem pengelolaan di mana sampah ditimbun dan dipadatkan dengan tanah setiap harinya. Jadi tidak menimbulkan bau berlebih. Selain itu di bagian bawah tanah dilapisi plastik khusus. Hal itu agar air dari sampah tersebut tidak langsung menyerap ke tanah, melainkan ke kolam sehingga tidak mencemari lingkungan. (*/nug)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: