“Umumkan ke publik siapa-siapa saja yang masuk daftar anggota yang malas. Kalau perlu setiap tahun buat penghargaan bagi anggota DPRD paling malas,”. Herdiansyah Hamzah (Pengamat Hukum dan Politik Unmul Samarinda).
SAMARINDA – Ketidakhadiran puluhan anggota DPRD Kaltim dalam rapat paripurna seolah menjadi budaya di gedung Karang Paci. Meski wakil rakyat tidak hadir, staf di Sekretariat Dewan tetap menyebut anggota dewan hadir dalam sidang. Dengan catatan yang bersangkutan mengonfirmasi akan hadir dalam rapat tersebut.
Fenomena demikian mendapat tanggapan dari pengamat hukum dan politik Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah, Kamis (12/7) kemarin. Dia menyarankan, Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim mengusut masalah tersebut.
“Saya dengar banyak anggota dewan yang titip absen lewat telepon? Apa-apaan itu. Kelakuan buruk. Itu mesti diusut BK,” kata Herdiansyah.
Pria yang karib disapa Castro itu mengatakan, BK tidak boleh membiarkan masalah tersebut terus dikonsumsi publik tanpa disertai tindakan pemberian hukuman bagi wakil rakyat yang secara nyata melakukan pelanggaran.
Caranya, BK perlu memanggil sejumlah anggota DPRD yang dinilai jarang menghadiri rapat paripurna. Selain itu BK juga dituntut untuk meminta daftar kehadiran wakil rakyat dalam setiap rapat paripurna.
“Kemudian umumkan ke publik siapa-siapa saja yang masuk daftar anggota yang malas. Kalau perlu setiap tahun buat penghargaan bagi anggota DPRD paling malas,” imbuhnya.
Jika data kehadiran wakil rakyat dalam sidang paripurna tersebut tak kunjung dipublikasi pada masyarakat, maka semakin menegaskan anggapan publik bahwa BK berusaha memelihara keburukan.
“Kejelekan anggota DPRD yang malas ikut rapat, jangan ditutupi dong. Dibuka biar publik tau siapa anggota DPRD yang malas dan berasal dari fraksi apa,” tuturnya.
Herdiansyah menyarankan dalam setiap sidang paripurna, pimpinan DPRD membacakan nama-nama anggota dewan yang hadir dan tidak hadir dalam sidang tersebut. Hal itu untuk memudahkan publikasi, sehingga masyarakat mengetahui kinerja setiap wakil rakyat.
Pun demikian, keterbukaan terhadap kehadiran wakil rakyat dalam sidang paripurna dapat meningkatkan pengawasan publik. Secara kelembagaan, DPRD diharapkan memberikan contoh pada eksekutif untuk menerapkan keterbukaan informasi.
“Selama ini kan terkesan tertutup. Hanya sekretariat dewan dan pimpinan yang mengetahui. Mereka ini kan pejabat publik. Diutus oleh rakyat. Maka ada hak publik untuk mengetahui siapa utusannya yang berkelakuan buruk,” tegasnya.
Keterbukaan informasi kehadiran wakil rakyat tersebut dapat menjadi landasan untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya syarat sidang. Pasalnya, sering kali kuorum jadi alasan untuk melanjutkan sidang, padahal anggota dewan yang hadir belum sesuai dengan kuota yang dikehendaki.
“Kalau tidak kuorum, ya sidang harus ditunda dan dijadwalkan ulang. Syarat kuorum 50 persen tambah satu. Kalau dipaksakan dengan manipulasi absensi, hasil-hasil sidang bisa dianggap batal demi hukum,” katanya.
Secara hukum, laporan jumlah anggota dewan yang tidak sesuai dengan kenyataan, dapat berimbas pada hasil sidang. Artinya, hasil-hasil sidang paripurna dapat dianggap batal demi hukum (vanrechtswege nietig). Dengan catatan, apapun akibat dari keputusan yang diambil dari rapat paripurna, dianggap tidak pernah ada.
Karenanya, pimpinan partai politik harus mengevaluasi kader-kadernya yang malas mengikuti sidang paripurna. Langkahnya, pimpinan partai melakukan Penggantian Antar Waktu (PAW) terhadap anggota yang terbukti berkali-kali tidak menghadiri sidang.
“Partai punya hak untuk menarik kader-kadernya yang tidak menjalankan amanah dengan baik. Tetapi sayangnya selama ini partai-partai terkesan mendiamkan masalah ini,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post