bontangpost.id – Amarah Wakil Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Irawati tak dapat ditutupi. Wajahnya nampak serius. Intonasi suaranya meninggi dan bergetar. Tertahan sejenak, tak habis pikir. Matanya berkaca-kaca menyampaikan informasi sisi kelam pendidikan di Kotim, bahwa ada pelajar SMP di Kota Sampit yang menjadi muncikari. Irawati murka setelah mengetahui informasi tersebut dari pihak kepolisian yang menyelidiki kasus tewasnya pria paruh baya berinisial S (51) di sebuah hotel Jalan Tjilik Riwut Sampit Kamis (2/11/2023) lalu. Rupanya, sebelum ditemukan meninggal, pria itu diduga memesan pekerja seks komersial (PSK) melalui pesan WhatsApp dengan tarif Rp2 juta. Ironisnya, perempuan yang melayani nafsunya masih SMP.
”Saya sangat miris mengetahui ada anak pelajar SMP yang mau menyerahkan dirinya untuk melayani nafsu laki-laki yang siap membayarnya. Jadi, dia memberikan pelayanan bukan suatu paksaan, tetapi sudah hobi. Parahnya, muncikarinya anak SMP di kelas itu. Dia tawarkan ke teman sekelasnya dan ada saja temannya yang mau. Ke mana otaknya?” kata Irawati dengan nada geram saat membuka Kemah Budaya di Museum Kayu Sampit, Sabtu (4/11/2023).
Pelajar SMP yang dimaksud rela menjual diri bukan karena himpitan ekonomi dan tuntutan gaya hidup, tetapi atas keinginan dan kesadaran sendiri. Bahkan, Irawati mengaku sempat berbincang langsung dengan pelajar tersebut.
”Kalau dibilang faktor kesulitan ekonomi atau gaya, enggak juga. Dia tergolong anak orang kaya dan berani menawarkan kesana-kemari. Jaringannya sudah luas, berarti sudah terlatih. Ibu gertak aja dia gak takut. Malah saya tanya, ibumu tahu tidak? Tahu Bu. Ya Allah, Yaa Rabbi,” ucap Irawati dengan suara bergetar.
Ada Pelajar Penyuka Sesama Jenis
Irawati juga membeberkan kasus lain yang disebabkan akibat pergaulan bebas dan penggunaan gawai yang disalahgunakan. Menurutnya, ada pelajar yang ternyata merupakan kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) alias penyuka sesama jenis.
”Saya miris, ada 28 orang di Kotim tahun ini yang terkena HIV. Di antara jumlah kasus itu, ada hubungan laki sama laki (LSL) yang juga masih bersekolah di Kota Sampit. Naudzubillah,” ujarnya.
Irawati mengimbau guru di seluruh satuan pendidikan agar memberikan sosialisasi dan pengawasan kepada siswa-siswinya.
”Orangtua harus mengawasi anaknya. Jangan sampai salah arah, hingga melakukan perbuatan yang tidak sewajarnya. Hati-hati juga kepada guru agar mengawasi dan memberikan sosialisasi. Jangan sampai mentang-mentang anak laki-laki, mengaku kawan dekat, dibiarkan satu kamar,” katanya.
Dia menegaskan, orangtua harus tahu karakter anak dan jangan sampai mengabaikannya. Pasalnya, dua laki-laki yang mengaku teman akrab bisa saja melakukan perbuatan yang tidak wajar di dalam kamar.
”Kita tidak tahu, karena menganggap hanya teman sesama lelaki. Akhirnya, salah satu di antaranya terkena HIV. Masa depan menjadi suram. Harus mengonsumsi obat seumur hidup, karena imun tubuhnya menurun,” katanya.
Irawati menambahkan, orangtua dan guru di sekolah juga perlu mengawasi penggunaan gawai. Perkembangan teknologi yang semakin pesat jangan sampai disalahgunakan untuk hal yang tidak berguna.
”Di era kemajuan teknologi yang semakin pesat, anak-anak harus bisa menggunakan dan memanfaatkan gadget sebaik mungkin. Jangan punya handphone, tetapi digunakan untuk hal yang tidak baik. Minta paket data dengan orang tua, tapi melihat yang tidak-tidak. Setelah saya interogasi kenapa bisa seperti itu, semua berawal dari pergaulan bebas dan gadget. Gadget seakan sudah menjadi candu bagi mereka,” katanya. (hgn/ign)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: