bontangpost.id – Biaya penunjang operasional (BPO) kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) 109/2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Bagian Keempat, Biaya Operasional, Pasal 8 Ayat (h) menyebutkan: biaya penunjang operasional dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah.
“Itu salah satu hak protokoler yang diterima kepala daerah yang besarnya diatur berdasarkan besaran dengan pendapatan asli daerah (PAD). Penajam Paser Utara (PPU) yang PAD-nya masih di bawah Rp 150 miliar, paling banyak BPO kepala daerahnya Rp 400 juta dibagi dengan bupati dan wakil bupati. Kalau ada dua-duanya. Kalau tidak ada ya salah satunya saja yang membelanjakan,” kata Plt Bupati PPU Hamdam kepada Kaltim Post (induk bontangpost.id).
Ia menjelaskan itu menanggapi tiga tuntutan Aliansi Mahasiswa Peduli Penegakan Hukum (AMPPH) Kaltim yang merencanakan aksi demo di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim di Samarinda sekira pukul 11.00, Rabu (14/9). Rencana demo tersebut oleh Koordinator AMPPH Kaltim Dian sudah diberitahukan ke Polresta Samarinda melalui surat tertanggal 8 September 2022.
Hamdam melanjutkan, BPO dibelanjakan berdasarkan permohonan-permohonan atau permintaan warga untuk berbagai kegiatan. “Kalau ada sumber pendanaannya bisa kita bantu lewat itu. Tapi, harus melalui permohonan. Itu, praktiknya selama ini. Cuma memang pernah ada masalah. Catatan BPK pada BPO 2020 ada kelebihan pencantuman besaran BPO melebihi dari target PAD. Semestinya, dimasukkan Rp 150 miliar tetapi dicantumkan Rp 400 miliar, sehingga dianggap ada kelebihan pengeluaran. Tetapi, semua itu memang ada aturannya hak protokoler yang melekat sama kepala daerah,” katanya.
Sedangkan menanggapi poin ketiga tuntutan AMPPH terkait 17 proyek multiyears tahun anggaran 2021-2023 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) PPU (diduga) tidak sesuai ketentuan dan tidak mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan diduga telah terjadi lobi-lobi untuk mencari keuntungan pihak/kelompok tertentu, ia menjelaskan, jumlah proyek yang semula 17 paket sudah dibatalkan, dan tersisa tiga paket saja. Penjelasan ini sama dengan tanggapan Kepala DPU PR Riviana Noor seperti diwartakan media ini, kemarin. (far/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: