bontangpost.id – PT BPR Bontang Sejahtera dinyatakan mengalami kerugian Rp 324.445.000 pada 2020. Besaran ini mengacu dari laporan keuangan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menanggapi itu, Anggota Komisi II DPRD Nursalam menyerahkan nasib bank di bawah induk usaha PT Perusda AUJ ke wali kota Bontang terpilih. Dua skema bisa diambil sehubungan itu. Berupa likuidasi atau dipertahankan.
“Karena yang lama (pimpinan daerah) tidak ada sikap. Ditutup atau disuntik dana. Jadi sikapnya mengambang. Kedepan ini apakah seperti itu lagi (dibiarkan) tergantung wali kota terpilih,” kata legislator yang akrab disapa Salam.
Namun secara pribadi, anggota dewan dari Dapil Bontang Selatan ini cenderung ke penutupan unit usaha tersebut. Lantaran sejauh ini tidak ada pendapatan yang masuk. Ditambah beberapa kali, politisi Golkar ini mendapatkan informasi, bahwa bank yang berkantor di Jalan Slamet Riyadi, Loktuan ini kerap mendapat catatan dari OJK.
“Apalagi dewan sulit memberikan persetujuan penambahan modal. Karena bermasalah terus,” ucapnya.
Sebelumnya, wakil rakyat ini mempermasalahkan status BPR Bontang Sejahtera. Secara struktur merupakan unit usaha Perusda AUJ. Sempat muncul usulan untuk pemisahan. Tetapi hingga sekarang belum terealisasi. Jika manajerialnya ingin sehat opsi pemisahan tentu jalan terbaik. Tetapi jika dirasa tidak mampu diberikan dana maka dilikuidasi saja.
“Ini memang dilema karena Perusda AUJ merupakan BUMD yang tidak bisa masuk di persoalan perbankan. Sedangkan perbankan diawasi oleh OJK,” tutur dia.
Diketuai, besaran pendapatan di 2020 tercatat Rp 1,6 miliar. Rinciannya, pendapatan bunga sebesar Rp 1,5 miliar dan pendapatan lainnya Rp 118 juta. Akan tetapi beban operasional tercatat Rp 2,015 miliar. Pembengkakan terbesar di beban administrasi dan umum. Tahun sebelumnya Rp 985 juta menjadi Rp 1,2 miliar di 2020.
Peningkatan juga terjadi di beban bunga kontraktual, biaya transaksi, beban pemasaran, dan beban lainnya. Meski jumlahnya tidak mencolok. Sementara penyusutan hanya di pos beban penyisihan penghapusan aset produktif. Dari Rp 187 juta di 2019 menjadi Rp 128 juta di satu tahun berselang.
Kaltim Post (grup bontangpost.id) berupaya mengkonfirmasi kondisi neraca keuangan ini ke Direktur BPR Bontang Sejahtera Faisal. Namun, ia enggan memberikan keterangan lebih lanjut.
“Tidak usah saja. Bisa dibaca di neraca (terbitan OJK),” tutup Faisal. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: