DI tengah polemik penutupan lubang bekas tambang. Ternyata Kaltim memiliki ribuan lubang tambang yang tersebar di kabupaten/kota penghasil batu bara. Kutai Kartanegara (Kukar) sebagai “penyumbang” terbanyak.
Data dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menunjukkan, di Kukar terdapat 842 lubang. Kemudian, disusul Samarinda sebanyak 349 lubang dan Kutai Timur 223 lubang. Lubang itu merupakan lubang bekas tambang maupun tambang yang saat ini masih berproduksi.
Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang menyesalkan lambatnya penanganan yang dilakukannya Pemprov Kaltim. Menurut data pada 2018 yang dipegangnya, Benua Etam memiliki 1.735 lubang tambang. “Terus kenapa pusing mengenai teknis reklamasinya. Semua sudah diatur,” kata Rupang.
Di Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang misalnya mengatur segala hal dari persetujuan, pelaksanaan, dan pelaporan hingga penyerahan lahan reklamasi dan pascatambang. Lalu ada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Kemudian, ditambah Perda Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang. “Semua aturan dan petunjuk teknisnya sudah ada. Pun ada tim penataan dan penerbitan izin. Mereka punya dokumennya itu. Silakan ambil alih,” katanya.
Jatam juga tidak percaya dengan pernyataan Dinas ESDM Kaltim yang menyebut telah dilakukan sejumlah penutupan lubang tambang. Pasalnya, bertolak belakang dengan kondisi di lapangan. Yakni pada kasus kematian korban ke 34, Natasya Aprilia Dewi (29) pada Mei lalu yang tewas di lubang bekas tambang milik PT IBP yang seharusnya direklamasi.
“Kalau memang mau terbuka. Sajikan data. Berapa lubang tambang yang telah ditutup, yang masih beroperasi, dan berapa yang sudah tidak beroperasi. Buka ini ke publik. Beranikah pemerintah,” tegasnya.
Menghadapi persoalan menangani lubang tambang, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim menyatakan ikut ambil bagian. Dalam waktu dekat, sebuah kajian akan disusun melibatkan tim ahli dari sejumlah akademisi dan menggandeng organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
“Ada rencana membuat kajian pemanfaatan lubang tambang. Tapi teknisnya dengan Pak Fahmi Himawan (kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Kaltim),” kata Sekretaris DLH Kaltim Rafiddin Rizal, kemarin (3/7).
Fahmi dalam wawancara terpisah menerangkan kajian itu akan dimulai sekitar Juli ini. Namun, dia belum bisa membeber secara terperinci kajian tersebut dengan alasan masih harus berkoordinasi dengan berbagai pihak dan OPD lain. “Masih prematur untuk dibahas sekarang. Kami tak ingin melangkahi kewenangan OPD lain,” ucapnya.
Tapi, secara umum, dia menerangkan kajian itu sebagai langkah yang diambil DLH untuk membantu membebaskan Kaltim dari persoalan lubang bekas tambang. Memang tidak akan bisa menutup semua lubang tersebut. Karena itu, perlu terobosan yang bisa dilakukan pihaknya agar tidak terjadi lagi insiden tewasnya warga Kaltim di lubang bekas tambang. “Kami akan undang semua pihak terkait. Termasuk perusahaan tambang. Tapi untuk awal kami masih susun rencana ini untuk diajukan ke gubernur,” ungkapnya.
Diwartakan sebelumnya, Pemprov Kaltim mewacanakan penutupan lubang bekas tambang dibiayai APBD kabupaten/kota. Alasannya yang menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) sebelumnya adalah pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan Pemprov Kaltim disebut yang mendapatkan “warisan” lubang bekas tambang. Namun, wacana itu ditolak kabupaten/kota penghasil batu bara.
Seperti Samarinda, Sekkot Sugeng Chairuddin mengaku pemkot pun tak bisa begitu saja menganggarkan reklamasi bekas tambang melalui APBD. “Kan sudah ada dana jamrek (jaminan reklamasi),” ujarnya.
Jika memaksa menganggarkan melalui APBD, dia khawatir hal itu bertentangan dengan aturan. Apalagi kewajiban reklamasi ada pada perusahaan. “Saya perlu pelajari lebih dulu. Boleh atau tidak APBD digunakan,” sebut ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Samarinda itu.
Sedangkan Bupati Kutai Timur (Kutim) Ismunandar mengatakan, pihaknya hanya fokus pertambangan di Kutim. Terlebih kasus kematian warga yang tenggelam di lubang bekas tambang, tidak ada di kabupatennya. Sebagian besar terjadi di Samarinda.
Dia menyatakan, usulan APBD untuk menutupi lubang tambang dirasa tak tepat untuk Kutim. Sebab, masih banyak keperluan kabupaten itu yang mesti menggunakan APBD. “Ya salah dong. Tak elok kalau ABPD digunakan untuk itu (menutup lubang tambang). Mereka (pengusaha tambang) sudah ada amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Kalau di Kutim tak akan melakukannya,” tegas Ismu.
Adapun, Wakil Bupati Kubar Edyanto Arkan menyebut, dibebankan biaya penutupan lubang tambang ke APBD Kubar sulit untuk disetujui. Pasalnya, pemkab dalam pengelolaan anggaran ada rambu-rambunya dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Di situ tidak ada menjelaskan jika penutupan lubang tambang menjadi bagian kewenangan pemerintah kabupaten. Jika dipaksakan bisa menjadi temuan pelanggaran,” ungkapnya. (rdh/rom/k8/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: