Cerita ‘Kartini’ di Pedalaman Berau: Ikhlas Mengajar, Gembira Melihat Kesuksesan Anak Didik

Hatijah mengajar di salah satu sekolah di SD 02 Kampung Merapun Kecamatan Kelay. (HATIJAH UNTUK BERAU POST)

Perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan hak dan emansipasi wanita terus diapresiasi hingga kini. Setiap 21 April setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kartini. Di era modernisasi saat ini, masih banyak Kartini yang berjuang namun tidak dengan senjata.

bontangpost.id –  Hatijah adalah satu satu Kartini masa kini. Sosok guru perempuan yang mengabdikan diri di wilayah pedalaman Berau, yaitu di SD 02 Kampung Merapun, Kelay.

Belasan tahun mengajar untuk memajukan dunia pendidikan di wilayah yang hingga kini untuk jaringan internet saja masih terkendala.

Mengajar sejak 2009 lalu, Hatijah rela berjalan kaki bertahun-tahun sejauh 1 kilometer, untuk bisa memberikan pelajaran kepada anak didiknya. Hujan panas sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya. Beberapa kali sempat terbesit pikiran untuk libur di saat hujan, ia mengaku enggan untuk melakukannya, mengingat senyuman anak-anak yang ia ajar, sudah menunggunya di sekolah.

“Sudah 15 tahun saya di sini. Dari awal menjadi guru,” ucapnya.

Bertahun-tahun menjadi honorer, ia mendapatkan gaji dari iuran para orangtua murid. Bagi dirinya tidak masalah, selama masih bisa mengabdikan diri sendiri. Gaji tidak seberapa tentu membuat orang kadang berpikir untuk pindah ke perkotaan, tapi tidak bagi Hatijah. Ia tidak rela anak-anak tersebut tidak ada guru pembimbingnya. Berkah buah kesabarannya, dia diangkat menjadi pegawai tidak tetap (PTT) pada tahun 2014 dan mulai mendapatkan sokongan gaji dari salah satu perusahaan sebesar Rp 1.050.000.

“Di situ baru ada rezeki lebih. Alhamdulillah,” ujarnya.

Usai diangkat menjadi PTT, Hatijah memanfaatkannya membeli sebuah kendaraan guna menunjang tugasnya mengajar. Jalan 1 kilometer tentu menjadi kendala tersendiri baginya.

Ia memotivasi diri untuk mempunyai kendaraan pribadi meskipun harus mencicil per bulannya. Suka duka menjadi pengabdi di pedamalaman tentu sudah ‘kenyang’ Dia rasakan. Ingin menyerah, namun sekali lagi, demi mencerdaskan anak bangsa ia tetap memilih bertahan di sekolah tersebut. “Penawaran pasti ada, tapi saya sudah terlanjur sayang sama lingkungan ini,” tuturnya.

Badai Covid-19 yang terjadi beberapa tahun lalu membuat Dinas Pendidikan mengadakan sekolah jarak jauh. Jaringan menjadi kendala di tempatnya bertugas, untuk itu Hatijah berinisiatif jemput bola ke rumah anak didiknya. Merapun sendiri salah satu zona hijau saat itu, jadi menurutnya tidak menjadi masalah untuk pembelajaran tatap muka (PTM) meskipun diadakan di salah satu rumah warga.

“Kami para guru pasti memikirkan bagaimana anak-anak ini bisa belajar, apapun akan kami lakukan,” ungkapnya.

Kesabarannya mengabdikan diri selama ini, hingga akhirnya Dia diangkat menjadi PPPK pada tahun ini. Namun dua tahun lagi Dia akan memasuki masa pensiun. Ia menilai, apapun yang dikerjakan dengan tulus dan ikhlas tidak akan mengkhianati hasil. Terlebih dedikasi untuk pendidikan, menurutnya akan menjadi amal jariyah bagi dirinya karena sudah bisa mencerdaskan anak-anak bangsa. “Saya mengajar di kelas 2 dan 3,” tuturnya.

Hatijah menambahkan, jika Dia pensiun nanti pasti akan merindukan semua hal tentang muridnya. Tawa canda dan juga air mata, menjadi sebuah cerita. Kesabaran dan ketelatenannya mengajar, menjadikan dirinya kuat. Suatu kebanggaan melihat anak didiknya sukses.

“Bagi saya mengajar dimana pun sama saja. Di kota maupun pedalaman. Yang terpenting itu ikhlas, ilmu tersampaikan dengan baik, anak-anak sukses,” tambahnya. (sam)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version