bontangpost.id – Rumah kayu beratap kayu itu tengah diguyur hujan cukup deras. Meski sudah ditutupi menggunakan kain bekas sedanya. Namun itu tak cukup sanggup menahan tempias hujan yang masuk melalui sisi kiri dan kanan rumah. Bekas-bekas air hujan pun merembes di dinding-dinding rumah. Yang dibangun menggunakan kayu tipis seadanya.
Tempat tinggal berukuran sekitar 3×4 meter itu lebih pas disebut pondok alih-alih rumah. Hanya ada 2 ruangan di sana. Itupun hanya disekat pembatas tipis. Ada satu ruangan yang merangkap ruang tamu, ruang makan, dan kamar tidur. Sementara ruang lain adalah kamar mandi merangkap dapur.
Dengan ukuran demikian sederhana, kediaman sederhana itu ditempati satu keluarga. Yakni Kamaruddin (39), Hasna (37) dan empat buah hati mereka. Yang tertua berusia 10 tahun. Si bungsu belum genap dua tahun.
Jangan tanya tentang listrik. Tentu tidak ada. Sedangkan air didapat dari menggali sumur. Hanya kedalaman semeter, air sudah mengucur.
bontangpost.id menyambangi kediaman Kamaruddin di Nyerakat Kiri, Kelurahan Bontang Lestari, Senin (14/9/2020) siang.
Setelah menapaki jalan cor, awak media menyusuri jalan setapak. Sekira enam kilometer. Beberapa bagian sukar dilewati motor karena berkubang lumpur. Bahkan salah satu motor terpaksa ditinggal. Lalu menumpang warga yang ingin pergi berkebun.
Jika jalan kering, bisa ditempuh selama 20 menit. Kalau becek, memakan waktu 37 menit.
*
Kisah keluarga Kamaruddin belakangan ramai dibicarakan publik Kota Bontang. Publik dibuat terenyuh menyaksikan cerita keluarga mereka. Apalagi ada anak-anak kecil yang ikut merasakan hidup di tengah serba kekurangan.
Kamaruddin menceritakan kisah hidup keluarganya. Yang membuat banyak orang terenyuh. Hingga mendorong sejumlah komunitas di Bontang menggalang donasi. Guna membantu mereka membangun kediaman lebih layak.
Dikatakan Kamaruddin, sejatinya mereka adalah pendatang baru di tanah Kalimantan. Merantau dari Sulawesi guna mencari peruntungan. Sebab pendapatan sebagai petani di kampung halaman tak cukup. Terlebih kala itu, kondisi perekonomian Indonesia seketika turun kala dihantam pandemi Covid-19.
“Saya merantau dari Sulawesi ke Kalimantan. Waktu itu ke Samarinda diajak teman,” beber Kamaruddin.
Kamaruddin merantau duluan ke Kaltim. Medio Mei 2020. Sembari mencari kerja di ibukota provinsi Kaltim itu, dia ditawarkan bekerja sebagai tukang parkir. Di Pasar Pagi, Samarinda.
“Tapi enggak lama. Hampir dua bulan saja,” terangnya.
Pekerjaan sebagai tukang parkir dinilai tak cukup. Sebab ada keluarga yang mesti ditanggung. Sebabnya Kamaruddin berusaha mencari peruntungan lain. Tanya ke semua kenalannya di Samarinda, ada yang menawarkannya bekerja di Bontang. Tentu dengan tawaran pendapatan lebih baik. Tak pikir panjang, diambil tawaran itu.
“Saya berusaha, bekerja apapun. Asal halal, saya tidak masalah,” katanya.
Kamaruddin tiba di Bontang awal Juli 2020. Dari Samarinda, dia langsung dibawa ke tempatnya bermukim saat ini di Nyerakat Kiri. Di sana dia bekerja sebagai buruh kasar. Membantu berkebun. Atau memanen sawit. Serta merintis lahan.
Pria ramah ini juga memiliki kemampuan mengajar membaca Alquran. Dari situ, Hamsar, yang juga tinggal tak jauh dari pondoknya, memberi tanah. Seluas setengah hektare. Atau 5 ribu meter persegi.
Di lahan pemberian itulah, Kamaruddin dibantu warga setempat, membangun kediamannya yang sederhana itu. Memang tak nampak seperti rumah pada umumnya. Tapi bisa menghindari dia dari terpaan panas dan hujan secara langsung.
Sebulan usai tinggal di Bontang, dan rumah pondokannya itu setengah jadi, istri dan ke empat anaknya dipanggil dari Sulawesi. Anak Kamaruddin yang paling bungsu usia 1 tahun 7 bulan. Paling besar 10 tahun.
“Saya mau sekolahkan. Tunggu terkumpul dulu uangnya walau sedikit,” ujar Kamaruddin.
Di tanah itu juga, dia mulai berkebun. Menanam kacang juga jagung. Untuk dijual dan dimakan sendiri.
Di dekat pondoknya, warga gotong royong membangun musala. Di sana nantinya Kamaruddin dipercaya sebagai imam. Juga mengajar mengaji.
Ketika bontangpost.id ke sana, baru rangka yang berdiri. Bahan material musala merupakan hasil swadaya. “Nanti kami gunakan juga untuk salat Jumat. Biasanya kami ke perkampungan. Jauh. Berangkat bersih, sampai sana (masjid) bisa kotor,” ungkap Kamaruddin.
Perbincangan dengan keluarga Kamaruddin berakhir. Hujan kembali mengguyur. bontangpost.id harus bergegas agar motor yang kami gunakan bisa melintas. Bila tak cepat, jalan bakal sangat becek. Sulit dilewati.
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: