Kamsiah duduk termangu. Ekspresinya kosong. Di depannya, kobaran api tengah membubung tinggi. Membakar rumah perempuan berusia 51 tahun itu.
—-
KAMSIAH satu di antara 44 korban kebakaran di kampung atas laut Bontang Kuala (BK). Dalam musibah yang terjadi Selasa (13/10) malam, setidaknya ada 11 bangunan terpanggang. Termasuk rumah Kamsiah. Yang sudah ditempatinya 5 tahun terakhir.
Musibah itu terasa demikian cepat. Saking cepatnya, dia hanya bisa menyaksikan setiap bagian dari rumahnya digilas api. Perlahan hangus, lantas jadi arang. Ada trauma menghantui Kamsiah. Maklum saja, dia juga korban kebakaran di kampung atas laut BK. Kala itu, 5 tahun lalu.
“Ibu betul-betul terpaku. Ekspresi di mukanya sudah enggak ada waktu menyaksikan rumah kami terbakar lagi,” ujar Aprik, putra kedua Kamsiah kala berbincang media ini, Rabu (14/10) sore.
Kata Aprik, ibunya memang masih memendam trauma akibat musibah kebakaran sebelumnya. Ketika musibah ini kembali menguji keluarga mereka, sang ibulah yang sangat terpukul. Sejak menyaksikan rumah terbakar hingga Rabu sore, Kamsiah lebih banyak diam. Tubunya lesu. Makan seadanya. Dan hanya terbaring lemah di kediaman keluarga. Tempat mereka mengungsi barang beberapa saat.
“Apalagi ibu ada penyakit saraf. Saya betul-betul enggak tega lihatnya. Rasa pengin mau nangis,” ujar pria berkacamata ini.
Adapun, kediaman Aprik berada persis di sisi kiri lokasi perdana api diduga muncul. Yakni di Kafe Mutiara. Sekira pukul 19.40 Wita. Ketika api berkobar di kafe itu, api dengan cepat merembet ke bagian depan kediaman Kamsiah. Sebab, posisi bangunan memang berdampingan.
“Rumah kan di kirinya kafe. Jadi, pas berkobar api, langsung merembet bagian ruang tamu,” beber Aprik.
Kala kejadian itu bermula, enam anggota keluarga Aprik berada di rumah. Yakni nenek, ayah, ibu, dan seorang adik lelakinya. Serta kakak dan iparnya yang tengah hamil.
“Posisi kamar di belakang. Sementara yang dibakar duluan bagian ruang tamu. Akhirnya bapak ditarik warga keluar, dan tak ada apapun bisa diselamatkan. Selain kain di tubuh,” urai Aprik. Ada nada lirih dalam suaranya.
Dari kebakaran ini, Aprik menaksir kerugian materiil yang keluarganya telan lebih Rp 1 miliar. Sebab, dulunya rumah itu dibeli keluarganya Rp 600 juta. Ditambah renovasi yang memakan biaya Rp 400 juta tahun lalu. Belum lagi perabotan lain yang kini tak berbentuk lagi. “Lebih semiliar, Mbak,” katanya.
Kata Aprik, sementara keluarganya mengungsi ke kediaman sanak famili. Entah sampai kapan. Sebab hingga kini mereka belum memiliki rencana pasti. Mungkin menyewa rumah. Yang nyaman, dan terjangkau untuk keluarga mereka.
“Masih belum ada rencana. Ini juga keluarga masih syok, utamanya ibu,” bebernya.
Untuk kebutuhan sehari-hari, ujar Aprik, keluarga masih bisa memenuhi dari sisa tabungan. Namun, tak tahu sampai kapan. Lantaran kebutuhan mencari kediaman baru pun mendesak. Terlebih kondisi Kamsiah, ibunya, sedang turun. Sementara iparnya tengah hamil besar.
Bantuan dari donatur mulai masuk. Kebanyakan berupa sembako. Juga pakaian bekas layak pakai. Mereka pun sudah didata Kelurahan Bontang Kuala sebagai korban kebakaran.
“Kalau ada bantuan, apapun bentuknya itu kami terima kasih sekali. Tapi baiknya juga bila donasi bisa dalam uang tunai. Jadi kami bisa menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing,” tandasnya.
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: