SAMARINDA – Hingga Oktober 2018, sudah tiga operasi penangkapan penambang ilegal dilakukan di Taman Hutan Raya (Tahura), Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Pengungkapan kasus secara berulang di kawasan hutan lindung itu menandakan lemahnya pengawasan pemerintah kabupaten dan provinsi provinsi (pemprov).
Selain itu, anggota Komisi III DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu menduga terdapat oknum pejabat yang ikut memuluskan penambangan ilegal di Tahura. Karenanya, dia meminta Pemprov Kaltim mengevaluasi kinerja Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tahura.
“Kok tambang itu masih ada terus di dalam itu? Dia harusnya memberikan progres (pengawasan) itu. Apa sih yang dia lakukan selaku Kepala UPTD Tahura? Harusnya kalau ada (tambang ilegal) di situ, dia melapor. Ketakutan saya, jangan-jangan dia pemain juga,” sebutnya, Senin (8/10) kemarin.
Sejatinya, jika sekali telah ditemukan tambang ilegal di areal terlarang tersebut, berikutnya tidak ada lagi kasus baru. Syaratnya, harus dilakukan kontrol maksimal dari UPTD Tahura.
Dia menyebut, tambang ilegal mestinya dengan mudah ditemukan. Pasalnya, para penambang menggunakan alat berat untuk mengeruk sumber daya alam tersebut. Selain itu, areal keluar-masuk di Tahura telah teridentifikasi pemerintah daerah.
“(Alat berat itu, Red.) tidak seperti jarum yang tidak bisa dilihat. Itu kan banyak jalurnya. Ada di Samboja atau Balikpapan. Maksud saya, inilah yang harus dijaga pos-posnya,” saran dia.
Selain itu, dalam rangka meminimalisasi kemunculan tambang ilegal, dia menyarankan Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Kaltim memanggil seluruh pemilik perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di sekitar Tahura.
“Pemilik perusahaan tambang di situ dikumpulkan. Jangan-jangan (pemilik, Red.) tambang legal ini yang melakukan penambangan ilegal di situ. Mungkin saja mereka kerja sama. Karena kalau sendiri, itu tidak bisa,” katanya.
Dugaan tersebut bukan tanpa dasar. Sebab batu bara yang dikeruk di tambang ilegal tidak dapat dijual tanpa disertai izin dari pemerintah.
“Mana bisa dijual begitu saja. Harus ada surat keterangan asal barang. Ini juga yang harus ditanyakan Kepala Dinas ESDM yang baru ini,” ucapnya.
Karenanya, jika terdapat pengusaha tambang yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) yang menampung emas hitam dari tambang ilegal, maka akan dengan mudah diungkap asal usulnya. “Kalau ditemukan, pasti IUP-nya dicabut,” tegasnya.
Disinggung adanya kemungkinan dilakukan rapat dengar pendapat atau hearing dengan Dinas ESDM Kaltim, UPTD Tahura, dan pengusaha tambang yang beroperasi di sekitar kawasan itu, sebagai anggota komisi dirinya hanya dapat mengusulkannya pada pimpinan.
“Kalau saya ketua komisi, setiap hari saya lakukan pertemuan. Kalau enggak ada yang melayani, kulayani sendiri itu. Yang begini ini persoalan administrasi. Harusnya itu direspons,” imbuhnya. (*/um)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda