Dihitung Wilayah Luar Negeri, Kirim Barang dari Batam Kena Bea Masuk

Kirim barang dari Batam kini dikenakan bea masuk. (ilustrasi)

Saat ini, pengiriman barang ke satu lokasi dengan nilai mencapai 75 Dolar Amerika atau lebih dikenakan tarif bea masuk sebesar 7,5 persen dari nilai kirimannya. Kebijakan ini berlaku untuk Batam karena kota industri ini sudah dihitung sebagai wilayah luar negeri berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Bea Cukai Nomor Keputusan 07/BC/2019 sejak 1 Februari kemarin.

“Sekarang di sistem sudah dicek satu persatu. Jika mengirim barang dengan nilainya lebih dari 75 Dolar Amerika, maka kena pajak karena Batam ini wilayah diluar kepabeanan dan sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ),” kata Manajer Penjualan Kantor Pos Batam, Muhammad Taufik, Senin (11/2) di Kantor Pos Batamcentre.

Kebijakan tersebut berlaku bagi barang yang dikirim keluar ke Batam. Sebagai contoh, seorang penjual online dari Batam mengirim sebuah barang atau sejumlah barang ke Jakarta dengan nilai setara 75 Dolar Amerika atau lebih maka kena bea masuk sebesar 7,5 persen dari nilai kirimannya. Kebijakan ini tidak berlaku untuk pengiriman ke dua lokasi atau lebih.

Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.04/2018 tentang ketentuan impor barang kiriman yang diundangkan pada 10 September 2018 lalu.

Penyebab pemerintah mengeluarkan kebijakan ini karena selama ini ada praktik-praktik ‘nakal’ yang dilakukan para pengirim barang impor, yaitu dengan memecah-mecah (split) barang impor yang dikirim ke dalam negeri.

Sebagai contoh, pengirim tersebut mengirimkan barang impor dalam 400 dokumen dalam sehari dengan total nilai 20.311 Dolar Amerika. Namun, nilai pengiriman yang dilakukan dipecah menjadi 38-74,85 Dolar Amerika per sekali kirim. Ini sangat merugikan pemerintah dan memberikan ketidakadilan bagi pengirim barang impor yang taat aturan.

“Dan seharusnya pajak dari Batam dengan kiriman yang banyak, tapi minim pemasukan ke pemerintah. Contohnya di bandara per hari itu tonasenya luar biasa. Waktu puncak antara November hingga Desember bisa mencapai 15 ton per hari bisa dikirim dari yang rata-rata sekitar 10 hingga 12 ton per hari,” ungkapnya.

Namun, kebijakan ini memang menyisakan sedikit problema karena kiriman paket atau barang wajib diperiksa Kantor Bea dan Cukai satu persatu untuk dicocokkan isi perhitungan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI)-nya. Dampaknya sangat terasa bagi pelaku jual beli online yang mengandalkan Kantor Pos dan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) lainnya.

Taufik mengatakan Bea dan Cukai Batam sudah menambah personilnya baik di Kantor Pos maupun di bandara untuk mempercepat waktu pemeriksaan.

“Kalau kemarin dari posisi tanggal 1 Februari hingga 6 Februari ada 20 ribu item yang menumpuk. Dengan perharinya tiga ribu item yang masuk,” ungkapnya.

Kantor Pos biasanya bisa mengirim lima hingga enam ribu item pada jam kerja tiap harinya. Namun setelah kebijakan ini berlaku, Kantor Pos hanya bisa mengirim seribu item per hari. Sehingga jadwal pengiriman barang mengalami keterlambatan karena untuk keluar dari Batam butuh waktu seminggu.

“Kalau wilayah Sumatera dan Jawa biasa saja. Tapi yang repot itu ke wilayah timur, seperti Sulawesi, Papua, NTT dan lainnya. Bisa tiga minggu hingga sebulan baru sampai kesana,” jelasnya.

Jika ini soal pengenaan bea masuk. Kantor Pos juga merasakan dampak dari kenaikan harga kargo transportasi udara. “Tarif pos sejak 1 Januari lalu sudah naik 100 hingga 200 persen. Kantor Pos pun mengalami penurunan profit hingga 20 persen. Biasanya sehari itu pendapatan total hingga Rp 350 juta per hari. Namun sekarang hanya Rp 280 juta,” ucapnya.

Saat ini, Kantor Pos menjalin kerja sama dengan semua maskapai, terutama Lion. “Kami menggandeng Lion Parcel. Contohnya daerah yang tidak ada Lion Parcel seperti di Belakangpadang, maka kami yang mengirimkan barangnya kesana,” ungkapnya lagi.

Terpisah, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPU BC) Batam, Susila Brata mengatakan sebenarnya peraturan ini sudah berlaku sejak FTZ dikumandangkan di Batam. “Pemberlakukan ini sudah sejak lama. Sejak adanya FTZ sudah seperti itu,” katanya.

Satu hal yang membedakan adalah saat ini semua sudah dilakukan serba online sejak awal Februari lalu melalui sistem online Perusahaan Jasa Titipan (PJT).

“Ini untuk memudahkan pelayanan dan pengawasan semua PJT termasuk Kantor Pos. PJT Online tak muncul begitu saja karena sudah diujicobakan sejak Desember lalu,” katanya lagi.

PJT Online ini sudah tersinkronisasi dengan seluruh PJT yang ada di Batam.”Dulu pakai sistem manual, banyak sekali terjadi peluang untuk pelanggaran,” paparnya. (bp/jpg)

Print Friendly, PDF & Email

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version