Dalam rapat kerja dengan Pansus Penanganan Banjir, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (PUPRK) Tavip Nugroho mengatakan, ada tiga langkah untuk bisa menangani permasalahan banjir. Hal ini tertuang dalam kajian Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kaltim tahun 2005.
Pertama ialah jangka pendek. Tavip berujar sungai harus dilakukan normalisasi dengan cara pengerukan sedimen. “Program ini harus rutin berjalan, kalau tidak maka akan timbul gulma,” kata Tavip, Senin (16/4) lalu.
Untuk jangka menengah terdapat tiga program yang bisa dilakukan. Meliputi pelebaran sungai, penurapan, dan pembuatan sodetan. Dikatakannya, tahun ini penurapan sungai akan menyasar kelurahan Api-Api dan Bontang Kuala. Total anggaran yang digelontorkan mencapai Rp 3 miliar.
Sementara pembuatan sodetan di kelurahan Api-Api belum dapat dilaksanakan. Dikarenanakan sudah banyaknya hunian di sekitar lokasi tersebut.
Banjir juga dapat ditangani dengan memuluskan program jangka panjang. Mengingat asal-muasal datangnya air dari luar Bontang, maka diperlukan realisasi pembangunan Bendungan Suka Rahmat.
Menurut Tavip berdasarkan paparan dari Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pembangunan (Bapelitbang) Kaltim penyelesaian Bendungan Suka Rahmat baru selesai 5 tahun mendatang. Meskipun kajian desain dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) sudah ada. “Ini terkendala soal pembebasan lahan,” ujarnya.
Tavip berujar penanganan banjir membutuhkan anggaran sebesar Rp 340 miliar. Jumlah tersebut diluar pembuatan polder.
Kepala Bidang Prasarana dan Pengembangan Wilayah Bappelitbang, Agung Santoso membenarkan jika ada rekomendasi penanganan banjir dengan pembangunan 1 bendali dan 5 dam pengendali (check dam). Dari paparan kajian, keenam item tersebut berlokasi di Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Namun kajian tersebut telah mendapat peninjauan ulang dari Dinas PUPRK di 2010. Dinas PUPRK merekomendasikan pembuatan beberapa polder.
Mengenai pembuatan bendali, Bapelitbang telah meminta kepada Pemprov Kaltim agar difasilitasi antara Pemkot Bontang dengan Pemkab Kutim. Sayangnya, permintaan tersebut belum mendapat respon.
Agung juga membenarkan jikalau fisibility study, Detail Engineering Design (DED), dan dokumen lingkungan terkait amdal dari bendali tersebut telah dilaksanakan. Hanya saja masih membutuhkan sertifikasi pengendalian.
“Bendungan itu butuh 300 hektare di kawasan hutan lindung. Tidak bisa memakai sistem pinjam pakai karena lahan milik Kutim,” tukasnya. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: