Diresmikan Jokowi, Maloy Minim Listrik

HARAPAN: Kawasan Ekonomi Khusus Maloy diyakini bakal menyediakan banyak lapangan kerja bagi warga Kaltim karena beberapa industri pengolahan akan beroperasi di sana. DOKUMEN/KALTIM POST

SANGKULIRANG – Proyek Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK) sudah berjalan sejak 2009. Bahkan telah diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kota Bitung, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 1 April lalu. Tapi sayang, kawasan ekonomi itu tak bisa langsung digunakan. Mirisnya suplai air bersih belum tersedia. Sementara distribusi listrik masih minim.

Selasa (23/4) lalu, Wakil Gubernur (Wagub) Kaltim Hadi Mulyadi secara khusus turun meninjau progres pembangunan KEK MBTK. Seperti Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, dan Perumahan Rakyat (DPUTRPR) Kaltim Muhammad Taufik, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Salman Lumoindong, dan Wakil Bupati (Wabup) Kutim Kasmidi Bullang turut diboyong dalam kunjungan kerja (kunker) itu.

Pada kunker itu, ada sejumlah sarana dan prasarana KEK MBTK yang ditinjau Hadi. Di antaranya, infrastruktur jalan, sistem pengolahan air minum (SPAM) Maloy, perkantoran administrator, dan pembangunan dermaga KEK MBTK.

Kepada awak media, Hadi mengakui, masih ada banyak sarana dan prasarana penunjang yang perlu dibangun di sana. Meski begitu, dari sisi progres pembangunan menurut dia sudah cukup baik.

Seperti Dermaga Maloy sampai kemarin masih dalam proses pembangunan akhir. Terutama untuk sisi sandaran kapal. Dishub Kaltim menargetkan pembangunan dermaga tersebut sudah rampung pada September 2019.

“Persiapan menghidupkan kawasan industri seperti air, listrik, dan jalan yang masih ada belum semuanya siap. Bisa segera disiapkan tahun ini dan tahun depan. Mudah-mudahan tahun 2020 sudah bisa beroperasi,” seru Hadi kepada Dishub Kaltim dan Badan Operasional KEK MBTK.

Mengingat potensi pendapatan asli daerah (PAD) yang begitu besar di KEK Maloy, Hadi mengingatkan, agar sumber pendanaan yang dihasilkan di kawasan industri tersebut tidak dilarikan ke kas negara atau pemerintah pusat, sebagaimana pada proyek strategis nasional (PSN) lainnya.

“Saya ingatkan, jangan sampai kita membuat pelabuhan dan kawasan industri di sini (Kaltim), tapi dananya malah lari ke pusat. Ini harus dipastikan bisa memberikan manfaat bagi masyarakat Kaltim dan Kutim khususnya,” imbuh dia.

KEK Maloy direncanakan menjadi pusat industri pengolahan dan ekspor crude palm oil (CPO) terbesar di Kalimantan. Dari sisi jarak tempuh ke Jepang, KEK Maloy dapat memangkas waktu jarak hingga seperempat waktu, jika dibandingkan harus melalui Jakarta dan Singapura.

“Dari KEK Maloy ke Jepang hanya sekitar 4.000 kilometer. Sedangkan dari Jakarta dan Singapura sekitar 5.300 kilometer. Ini akan menjadi daya tarik bagi Jepang untuk terus mengimpor CPO dari Kaltim,” kata dia.

Namun, kegiatan ekspor di KEK Maloy ke depannya akan dibatasi. Dengan alasan akan ada beberapa pabrik minyak yang akan dibangun di Kota Bontang dalam beberapa tahun ke depan.

“Nanti kita akan atur itu. Karena potensi CPO di Kaltim sangat besar, mana yang lewat sini (KEK Maloy) dan lewat Bontang nantinya,” tutur Hadi. “Ke depan, kita tidak perlu lewat Jawa lagi jika ingin mengekspor CPO ke luar negeri. Sejak ini dibangun, maka tidak boleh lewat yang lain lagi,” sambungnya.

Untuk memenuhi keperluan industri di KEK Maloy, diperlukan pasokan listrik dengan kapasitas 90 megawatt (MW). Sementara saat ini, pasokan listrik yang sudah masuk di KEK Maloy baru 30 MW atau tegangan listrik menengah.

Rencananya, Pemprov Kaltim akan meminta PT PLN untuk menyuplai tambahan listrik di kawasan Maloy. Pasalnya, saat ini PLN memiliki kelebihan daya listrik hingga 200 megawatt yang bersumber dari sistem Mahakam.

“Saya sudah berkoordinasi dengan PLN. Katanya, PLN siap menyuplai ke Maloy. Karena kita sebenarnya surplus 200 MW, karena sudah interkoneksi antara Kaltim dan Kalsel,” katanya.

Jika suplai itu masih kurang, maka Pemprov Kaltim akan membukakan ruang bagi para pelaku usaha atau investor untuk membangun pembangkit listrik di KEK Maloy. Dengan demikian, keperluan listrik bagi kegiatan industri di Maloy dapat dipenuhi. “Sambil jalan akan dipenuhi itu. Sekarang ini sudah tersedia 30 MW. Nanti bisa ada pembangkit listrik lokal. Sambil menunggu listrik yang akan diambil dari PLN,” imbuhnya.

Sementara untuk suplai air PDAM di KEK Maloy, dia akan meminta Pemkab Kutim segera menyelesaikan beberapa sengketa lahan. Itu untuk mempercepat pembangunan pipa instalasi pengolahan air (IPA) dari Sekerat yang ke KEK Maloy. “Insyaallah tinggal sedikit lagi lahan warga yang belum diselesaikan. Nanti saya akan minta bantuan Bupati Kutim untuk segera menyelesaikan persoalan air di KEK Maloy,” tuturnya.

Pantauan Kaltim Post, akses jalan menuju KEK Maloy belum semuanya rampung dikerjakan. Di beberapa titik masih terdapat bagian jalan yang belum dicor. Dari dua ruas akses jalan yang menuju KEK Maloy, baru satu sisi yang telah selesai dikerjakan dan dilintasi.

“Memang ada beberapa jalan yang harus ditambah. Karena petanya ini ada perubahan tata ruang atas permintaan kementerian. Maka ada perubahan peta jalan dan itu tidak masalah,” ungkap mantan anggota DPR RI itu.

Persoalan lain yang didapatkan politikus PKS itu dalam kunker-nya, yakni belum adanya instalasi pengolahan air limbah di KEK Maloy. Hadi meminta Badan Operasional KEK MBTK segera menyiapkan instalasi tersebut, sebelum ada industri yang membangun di kawasan itu.

“Nanti akan saya minta (Badan Operasional KEK MBTK) koordinasi dengan Pemkab Kutim untuk menangani limbah industri. Ini harus ditangani dengan baik, supaya jangan sampai terjadi pencemaran lingkungan,” ucapnya.

Kepala Dishub Kaltim Salman Lumoimdong meyakinkan, pembangunan Dermaga Maloy akan selesai sebelum akhir tahun ini. Karena pada Januari 2019, Dishub menargetkan Dermaga Maloy sudah dapat difungsikan. “September mendatang jadi. Sehingga awal Januari sudah bisa operasi. Kedalaman air sekitar 22 meter. Jadi, dermaga bisa disandari kapal besar,” sebutnya.

PANGGIL PERUSAHAAN SAWIT

Pemkab Kutim meyakinkan jika pembangunan industri di KEK MBTK akan melibatkan setiap perusahaan yang beroperasi di Kutim. Terutama perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit.

Wabup Kutim Kasmidi Bulang menyebut, setiap tiga kali sebulan pihaknya rutin melakukan pertemuan dengan pelaku usaha pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. Di antaranya untuk membahas rencana investasi di KEK Maloy.

Sebagai wujud ketegasan untuk membangkitkan ekonomi di KEK Maloy, Kasmidi mengaku, pihaknya siap memaksa setiap perusahaan yang beroperasi di Kutim untuk membuka kantor di Maloy. Itu dirasa penting untuk mendongkrak kegiatan usaha di Kutim.

“Hampir semuanya kami paksa berkomitmen dengan Pemkab Kutim. Untuk sementara ini CPO-nya, seperti di Muara Ancalong, itu lewat kapal melalui jalur sungai di pedalaman. Tapi nanti akan kami tarik ke sini (KEK Maloy),” sebut dia.

Ada juga beberapa perusahaan sawit di Kecamatan Muara Wahau dan sekitarnya mengangkut hasil sawit mereka ke Kabupaten Berau, sebelum diekspor ke luar negeri. Namun jika KEK Maloy sudah beroperasi, maka semua harus terpusat di Maloy.

Adapun peraturan daerah (perda) yang mendukung kegiatan operasional dan pembangunan di KEK Maloy, dikatakan politikus Partai Golkar itu, saat ini sedang digodok DPRD Kutim. “Sementara lagi diproses. Lagi kami serap aspirasi dan kajian ilmiahnya,” sebutnya.

Diakui, pembangunan KEK MBTK tak lepas dari sokongan APBN. Karena jika hanya mengandalkan APBD, maka proyek strategis itu akan sulit diwujudkan. “Kami akan membantu semua persoalan-persoalan sosial di daerah sini (Maloy). Kami akan bersinergi dengan Pemprov Kaltim dan pusat untuk memudahkan pembangunan KEK Maloy,” jelasnya.

Diketahui, KEK MBTK di Kutim akhirnya diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) awal bulan ini. Bersama dua KEK lainnya, yakni KEK Bitung di Sulawesi Utara dan KEK Morotai di Maluku Utara.

Jokowi mengatakan, pembangunan ketiga KEK tersebut sudah dimulai. Bahkan, sejumlah investor telah menyatakan keinginannya melakukan investasi di tiga kawasan tersebut. Dengan adanya pembangunan sejumlah KEK di kawasan timur Indonesia, titik-titik ekonomi baru bisa tumbuh. Sehingga berdampak pada pemerataan pembangunan di wilayah setempat. Selama ini, tiga kawasan itu menggantungkan ekonomi pada industri pengolahan bahan baku dan pariwisata.

Dengan masuknya investasi, diharapkan kebiasaan mengekspor dalam bentuk bahan mentah bisa diakhiri. Kemudian beralih menjadi pengolahan industri dalam negeri. “Baik untuk perikanan, kelapa sawitnya, dan produk-produk perkebunan yang lain, termasuk di dalamnya pariwisata,” imbuhnya.

Sementara itu, Menko Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, KEK MBTK memiliki kegiatan utama industri pengolahan kelapa sawit, energi, dan logistik. Dibangun di area seluas 557,34 hektare, KEK MBTK ditargetkan mampu menarik investasi Rp 37,71 triliun.

KEK tersebut diperkirakan mampu menyerap 55.700 tenaga kerja. KEK MBTK juga diproyeksikan menambah nilai produk domestik regional bruto (PDRB) Kutim sebesar Rp 4,67 triliun pada 2025.

Komitmen investasi yang sudah masuk ke KEK MBTK sebesar Rp 995 miliar. Salah satu investornya yakni PT Kilang Kaltim Continental yang bergerak di bidang bisnis refinery bahan bakar minyak (BBM) dengan komitmen investasi Rp 945 miliar. Selain itu, ada PT Anugerah Energitama yang bergerak di bidang bisnis tangki timbun dengan komitmen investasi Rp 50 miliar. (*/drh/rom/kpg)

Print Friendly, PDF & Email

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version