Dari seluruh Organinasi Perangkat Daerah (OPD) yang notabene bekerja di lingkungan Pemkab Kutim, hanya Dinas Pendidikan saja yang melarang Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D)-nya mengikuti aksi damai yang dilaksanakan di gedung DPRD, Selasa (25/9).
Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Forum TK2D Kutim, Mursalim. Dirinya menyayangkan hal ini, mengingat di OPD tersebut merupakan sumbangsih tenaga kontrak terbanyak dari dinas lain yang ada. Tak diketahui alasan pasti, namun hal seperti ini dianggap tidak solidaritas.
“Dari seluruh dinas yang ada di Kutim, Disdik tidak mengizinkan TK2D nya untuk turun aksi. Padahal tenaga kontrak dari dinas tersebut terbilang paling banyak. Sehingga tidak ada satupun dari mereka yang berani datang,” ujarnya saat menyampaikan aspirasi di ruang hearing sekretariat DPRD.
Perlakuan seperti ini dikategorikan tidak mengakomodir kepentingan pegawai, dengan intimidasi dan larangan pada pekerja untuk menggunakan kebebasan berpendapat. Sehingga terlihat janggal saat salah satu dinas yang juga mempekerjakan TK2D namun tidak memikirkan kesejahteraannya.
“Copot saja itu PLT-nya, saya heran juga. Dinas Pendidikan masih saja menerima TK2D tapi melarang mereka berpendapat,” pungkasnya.
Dia menceritakan temuan TK2D di Disdik, ada Surat Keputusan (SK) yang keluar atau diterbitkan pada Januari, namun ijazahnya baru keluar Agustus berikutnya. Dengan hal seperti ini, menunjukan bahwa penerimaan tenaga kontrak daerah kerap terjadi.
“Bahwasanya kalau aspirasi kami tidak ditindak lanjuti, maka kami akan turunkan aksi yang lebih banyak lagi. Karena yang terpenting itu tuntutan guru yaitu ganti pimpinan Disdik yang sekarang,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kutim, Mahyunadi mengatakan hal seperti ini masuk kategori union busting atau menghalangi pekerja untuk berpendapat. Ia mengaku kaget saat mengetahui hal itu terjadi di daerahnya. Sehingga pihaknya meminta pada peserta aksi damai untuk melaporkan pada dirinya, jika mengalami penekanan dari atasan masing-masing pasca kejadian ini.
“Jika ada kadis atau pimpinan yang melarang dan memarahi setelah aksi ini, lapor kembali pada saya. Tidak ada hak mereka melarang. Termasuk Disdik sekalipun,” pintanya saat memimpin rapat.
Menurut Unad –sapaan akrabnya–, masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi. Baginya aksi damai yang dilakukan seperti ini terbilang lumrah. Pasalnya Indonesia merupakan negara demokrasi. Sehingga siapapun dari warga Kutim berhak mengungkapkan tuntutannya di kantornya.
“Masa perusahaan diperingati jika melakukan ‘union busting’, tapi ternyata OPD kita sendiri melakukan hal yang sama,” tuturnya.
Saat dikonfirmasi oleh Sangatta Post, perihal larangan oleh pihaknya terhadap TK2D yang ingin berpartisipasi dalam aksi damai, Plt Kadisdik Kutim, Roma Malau tak memberi tanggapan apapun. (*/la)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post