Dugaan Korupsi Penyertaan Modal di PPU, Nama Dipinjam untuk Piutang Bodong

Ilustrasi

bontangpost.id – Ahmad Zuhdi mendapat amanat dari Mulyadi, pelaksana tugas Sekretaris Kabupaten (Plt Sekkab) Penajam Paser Utara (PPU) awal Maret 2021 silam.

Mulyadi meminta untuk menggunakan nama direktur PT Borneo Putra Mandiri tersebut, seolah-olah sebagai pihak yang meminjam uang senilai Rp150 juta dari Perusahaan Umum Daerah Benuo Taka (PBT).

Permintaan plt sekkab PPU itu diamininya dengan satu syarat. Adanya saksi yang turut meneken perjanjian kosong tersebut. Mulyadi pun menyanggupi. Hingga pada 15 Maret 2021, Zuhdi dipanggil ke ruang kerja plt sekkab PPU.

“Di sana sudah ada Pak Durajat (mantan Kepala Bagian Ekonomi Sekretariat Kabupaten PPU) sama satu orang saya tak kenal. Perempuan berhijab. Plt Sekkab bilang Durajat nanti yang jadi saksi di perjanjian itu,” katanya, (21/12).

Terpidana suap dan gratifikasi eks bupati PPU periode 2019–2022 Abdul Gafur Mas’ud (AGM) itu kembali hadir ke Pengadilan Tipikor Samarinda. Dia dihadirkan JPU KPK menjadi saksi dalam kasus korupsi penyertaan modal di Perumdam PBT yang menyeret Direktur Utama PBT Heriyanto dan Kepala Bagian Keuangan PBT Karim Abidin.

Kembali ke terpidana yang diadili selama 2 tahun 3 bulan pidana penjara dalam kasus suap AGM, di ruang kerja Mulyadi, surat perjanjian peminjaman uang senilai Rp 150 juta itu dibuat dan langsung ditekennya bersama Durajat selaku saksi.

“Setelah itu saya pulang, tak ada uang, memang hanya teken surat itu saja,” sambungnya.

Dalam surat itu, uang Rp 150 juta itu memiliki tenggat waktu pengembalian selama 15 hari sejak surat diteken atau paling lambat pada 29 Maret 2021. Soal uang, dia diberi tahu Mulyadi, uang itu nantinya akan kembali ke Heriyanto, dirut PBT.

“Saya enggak tahu benar atau enggak. Tapi Mulyadi ngomong gitu,” imbuhnya.

Mengapa dia mengamini permintaan penggunaan namanya bahkan mau menandatangani di perjanjian itu, Zuhdi mengaku alasan dirinya mengiyakan permintaan itu agar dimudahkan pembayaran 14 proyek yang didapatnya dari Pemkab PPU pada 2020-2021. Mengingat saat itu Pemkab PPU tengah mengalami defisit anggaran lantaran pandemi Covid-19.

“Harapannya biar mudah proses pencairan. Kan pandemi waktu itu, tahunya enggak. Bahkan, saat saya tersangkut kasus pembayaran juga belum lunas. Baru lunas tahun 2023 ini,” bebernya.

Di hari yang menjadi batas waktu yang tertuang di perjanjian itu, pada 29 Maret 2021 dia sempat dihubungi pihak keuangan PBT bernama Laila terkait peminjaman uang itu. Saat itu, dia menegaskan ihwal uang itu menjadi urusan Mulyadi dan Durajat.

Tak lama berselang, Zuhdi menelepon Durajat untuk persoalan tagihan piutang itu disampaikan kabag Ekonomi Setkab PPU itu ke Mulyadi.

“Saya langsung koordinasi dengan Durajat untuk menyampaikan persoalan itu ke Plt Sekkab PPU, Mulyadi,” singkatnya.

Selain dirinya, ada dua saksi lain yang dihadirkan beskal KPK ke depan majelis hakim yang diketuai Ary Wahyu Irawan tersebut.

Mereka, Rahadian Hendra dan Helmi Hidayat. Ketika gilirannya diperiksa, Rahadian Hendra menjelaskan dirinya sempat menjadi sopir pribadi Heriyanto, dirut PBT yang menjadi terdakwa dalam kasus ini.

“Pada 2021, enggak lama hanya menggantikan sopir pribadinya, Andri Kurniawan yang terpapar Covid-19 saat itu,” jelasnya.

Meski hanya sebentar, komunikasi antar dirinya dengan dirut PBT itu tetap terjalin, bahkan Rahadian diminta untuk menghandel beberapa proyek yang didapat Heriyanto.

 Dia diminta untuk mencarikan perusahaan yang sesuai spesifikasi dan mengerjakan proyek miliknya tersebut.

“Ada beberapa Pak. Intinya, Heriyanto dapat proyek, saya disuruh cari perusahaan untuk dipinjam, nanti saya yang kerjakan,” jelasnya.

Untuk modal pengerjaan proyek-proyek itu, lanjut dia, Heriyanto memintanya untuk menemui Karim Abidin.

“Untuk ambil uang buat ngerjakan proyek itu, tapi saya baru tahu kalau uang itu berasal dari Perumdam PBT,” lanjutnya.

Proyek-proyek itu beres dan uang pembayaran Pemkab PPU masuk. Dia pun langsung mengirim uang sesuai dengan jumlah fulus yang sempat diambil dari Karim Abidin ke rekening Heriyanto. Duit yang tersisa yang disimpannya hanyalah keuntungan dari proyek tersebut.

Pemberian Rp30 juta yang dijanjikan Heriyanto pun nihil medio 2021 ketika ada Musyawarah Daerah DPD Demokrat Kaltim di Samarinda.

“Saat itu uangnya malah dipakai buat akomodasi hotel di Samarinda,” tuturnya.

Lain Rahadian, lain pula Helmi Hidayat. Dari pengakuannya di persidangan, dialah pihak yang mengenalkan Karim Abidin ke Heriyanto medio 2020 lalu. Saat itu, Karim merupakan konsultan pajak di perusahaan kesehatan miliknya.

“Tak lama berselang, saya tahu kalau Heriyanto merekrut Karim Abidin. Tapi saya tak tahu untuk pekerjaan seperti apa,” tuturnya.

Dia pun beberapa kali meminjam uang ke Karim Abidin dengan total Rp 150 juta medio 2021 dan sudah dilunasinya dengan skema cicil.

“Cicil empat kali, pembayarannya langsung transfer ke rekening Karim,” jelasnya.

Ketika diperiksa KPK, barulah dia tahu jika uang yang dipinjamnya itu berasal dari penyertaan modal Pemkab PPU ke Perumdam PBT.

Hal serupa juga pernah dilakukannya dengan Heriyanto. Kala itu dia meminjam uang Rp100 juta.

“Bedanya saat itu saya diminta bayar tunai. Saat itu saya beri tunai yang ambil uangnya Rahadian Hendra di Balikpapan,” singkatnya.

Selepas para saksi diperiksa, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjadwalkan ulang persidangan untuk kembali digelar pada 4 Januari 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan jaksa. (riz/k16)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version