Sempat ingin membuka toko buku, Suryadi malah berbisnis madu. Memulai dari berjualan keliling, kini dia memiliki toko madu yang diberinya nama “Rumah Madu”.
LUKMAN MAULANA, Bontang
Tiba dari Makassar ke Kota Taman di tahun 2005, Suryadi menjadi pengendara ojek dengan meminjam sepeda motor milik pamannya. Namun penghasilan ojek yang tak menentu membuatnya berpikir untuk menjalankan usaha sendiri. Kala itu dia berpikir ingin membuka toko buku. Namun melihat peluang usaha toko buku yang dinilainya belum menjanjikan membuat Suryadi memutuskan berdagang madu.
“Saat itu ada teman yang menawarkan saya untuk berjualan madu di Bontang dengan sistem bagi hasil. Madunya didatangkan dari Solo. Modal pertama waktu itu pinjaman teman sebesar Rp 6 juta. Karena waktu itu bisnis madu terbilang bagus di Jawa, saya putuskan untuk mencobanya di Bontang,” kisah Suryadi saat ditemui Bontang Post, Kamis (29/12) kemarin.
Sejak itu Suryadi berhenti mengojek dan mulai berjualan madu keliling. Karena belum punya motor, dia pun mesti naik angkutan umum untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Biasanya dia berdagang di sekitar masjid atau di acara-acara keramaian seperti pameran dan acara kesenian.
Madu yang dijualnya saat itu meliputi madu randu, madu hutan, dan madu kelengkeng. Yang dikemas dalam botol dengan berat masing-masing 1 kilogram. Dalam sehari dia bisa menjual tiga sampai 5 botol, dengan keuntungan dalam sehari bisa mencapai Rp 70 ribu sampai Rp 100 ribu. “Pendapatan saya berjualan madu lebih banyak ketimbang ojek. Kalau ojek jarang-jarang dapat Rp 50 ribu dalam sehari,” kenangnya.
Namun tidak selamanya madunya bisa terjual. Kata dia, pernah suatu waktu dagangannya tidak ada satu pun yang laku. Hal ini membuatnya sedih bahkan sampai meneteskan air mata. Akan tetapi dia berusaha sabar dan terus berkeliling memasarkan minuman dari lebah tersebut dari pagi hingga senja.
Setelah tiga bulan mengandalkan jasa angkutan umum, Suryadi mulai membeli sepeda motor. Meski kredit, namun membuatnya bisa lebih leluasa dalam bepergian ke berbagai tempat dalam rangka memasarkan madunya. Usahanya pun perlahan berkembang dari yang sebelumnya berpindah-pindah menjadi menetap di awal 2006. Saat itu dia mendapat lokasi berjualan di Koperasi Karyawan Pupuk Kaltim (Kopkar PKT).
“Walaupun sudah ada tempat di Kopkar PKT, saya masih tetap berjualan di sekitar masjid saat salat Jumat,” sebut ayah tiga anak ini.
Di tahun 2011, Suryadi mulai merintis toko madu di Jalan Imam Bonjol yang diberinya nama “Rumah Madu”. Katanya, ada kisah menarik dibalik pemberian nama “Rumah Madu” tersebut. Yaitu berdasar pengalamannya saat melamar seorang gadis untuk menjadi istrinya. Katanya, lamarannya tersebut ditolak dengan alasan saat itu dia tidak punya rumah tetap.
“Ide Rumah Madu itu sudah ada sejak 2008. Saya waktu itu masih menyewa rumah kontrakan, jadi dianggap masih belum jelas. Karena itu melalui usaha toko madu saya berharap bisa punya rumah. Akhirnya saya putuskan untuk memberi nama Rumah Madu,” cerita Suryadi.
Kini Suryadi fokus mengembangkan toko Rumah Madu miliknya di Jalan Imam Bonjol. Sedangkan tokonya di Kopkar PKT diserahkan pengelolaannya pada adiknya. Bila sebelumnya dia berkeliling menjual madu, kini dia lebih banyak menunggu pembeli di toko yang juga berfungsi sebagai rumahnya tersebut.
Dalam berdagang madu, Suryadi mengaku tidak memiliki strategi pemasaran tertentu. Yang dia lakukan hanya membeli madu dari pusat-pusat produksi madu di Jawa. Lantas kemudian dipajang untuk dijual kembali di tokonya. Bahkan dalam memilih madu-madu yang mesti dijual, dia mengandalkan imbal balik dari pembeli.
“Jadi saya serahkan saja kepada penilaian pembeli. Kalau suatu produk madu banyak peminatnya, ya saya pesan lagi. Tapi kalau ada pembeli yang bilang madunya tidak bagus, ya untuk berikutnya saya tidak pesan lagi,” terang pria kelahiran Makassar 38 tahun lalu ini.
Dari penjualan madu dan berbagai produk herbal di tokonya saat ini, dia bisa mendapatkan omzet hingga Rp 4 juta dalam sehari, dengan keuntungan sekitar Rp 500 ribu perhari. Dengan rata-rata keuntungan 15 persen dari setiap produk madu yang dijualnya. Meski diakui sejak dua tahun lalu penjualan madu terbilang lesu, namun usaha toko madunya masih dapat terus bertahan. Setiap hari selalu saja ada pembeli yang datang untuk mencari madu.
Menurutnya masyarakat Bontang saat ini banyak yang mengonsumsi madu untuk menjaga kesehatan tubuh. Dia menjelaskan, madu yang paling banyak dicari masyarakat Bontang adalah madu hutan belantara dan madu randu. Banyak juga pembeli yang bertanya padanya mengenai kemurnian madu yang dijualnya. Sehingga seringkali dia memberitahukan bagaimana teknik mendeteksi kemurnian produk madu.
“Salah satu caranya dengan dimasukkan ke dalam pendingin. Bila tetap cair, maka itu madu murni. Bisa juga dengan dituangkan di piring lantas dicampur air. Bila bercampur, maka sudah tidak murni. Tapi untuk mengukur kadar kemurniannya hanya bisa dilakukan di laboratorium,” terang Suryadi.
Kata dia, harga masing-masing madu murni berbeda-beda tergantung bagaimana tingkat kesulitan madu tersebut didapatkan. Misalnya bila madu tersebut mudah didapatkan dengan produksi yang sering, madu tersebut bisa dijual dengan harga relatif murah. Namun bila madu tersebut hanya produksi sekali dalam setahun misalnya, harganya bisa lebih mahal.
“Ada madu murni yang dijual kisaran Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu, ada juga yang dijual sampai Rp 1 jutaan,” tambahnya.
Suryadi mengungkapkan, dalam berdagang madu dia selalu mengutamakan ikhtiar dan juga tawakal. Kunci usaha selanjutnya yaitu selalu bersyukur dan qanaah. Apapun hasil yang didapatinya dari berdagang selalu disyukurinya. “Kalau dapat lebih ya disyukuri, kalau dapatnya kurang yang dicukupi,” tandas pria berjanggut ini. (bersambung)
Nama: Suryadi
TTL: Makassar, 12 Mei 1978
Orangtua: Burhan (ayah), Suhaibah (ibu)
Istri: Asriani
Anak: Haura (7), Habib (4), Humairah (2)
Pendidikan:
- SD KIP 1 Makassar (lulus 1991)
- SMP 5 Makassar (lulus 1994)
- SMA 3 Makassar (lulus 1997)
- Politeknik Universitas Hasanuddin (lulus 2001)
Alamat: Jalan Imam Bonjol Nomor 31