“Hanya saja butuh keberanian untuk beralih pada sumber daya alam yang sustainable. Karena ini lah problem Kaltim selama ini, sadar akan kelemahan ekonomi, tetapi belum sepenuhnya berani mengambil kebijakan,” Rhenald Kasali
SAMARINDA – Kegiatan Kaltim Summit III yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim, di Convention Hall Stadion Sempaja Samarinda, Kamis (15/2) kemarin, mengupas pembangunan ekonomi di Benua Etam. Salah satu yang menjadi sorotan yakni anjloknya angka pertumbuhan ekonomi Kaltim dalam beberapa tahun terakhir.
Pengamat Ekonomi dan Sosial Indonesia, Mudrajad Kuncoro mengungkapkan, perekonomian Kaltim sejak 1970 terus mengalami transformasi. Pada 1970 sampai 1990, sektor kehutanan menjadi tulang punggung ekonomi Kaltim. Karena itu, laju pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut mencapai angka 7,42 persen per tahun.
Pada periode 1990 sampai 2000, sumber ekonomi Kaltim mengalami pergeseran. Sektor pertambangan, industri pengilangan minyak bumi dan gas alam cair mulai mengambil alih dominasi ekonomi.
“Tingkat perekonomian Kaltim menurun, yakni 5,71 persen per tahun. Ini sangat jauh berbeda dibanding harapan banyak orang yang menginginkan pertumbuhan ekonomi yang melebihi periode sebelumnya,” ungkap Kuncoro.
Pada 2000-2012, sektor tambang batu bara dan migas masih mendominasi perekonomian Kaltim. Sehingga sebagian besar kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berasal dari sektor tersebut.
“Namun pada 2015 kontribusi batu bara dan migas mengalami penurunan yang sangat besar, yakni di angka -4,89 persen. Karena itu memperlambat pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai -1,21 persen,” bebernya.
Bahkan pada 2016, pertumbuhan ekonomi Kaltim hanya -0,38 persen. Namun seiring membaiknya harga komoditas utama yang menyumbang PDRB, pada 2017 terjadi pertumbuhan ekonomi mencapai 3,68 persen.
“Puluhan tahun Kaltim menggantungkan perekonomiannya pada sumber daya alam yang tidak terbarukan, tetapi nampaknya tidak memberikan kesejahteraan yang signifikan bagi rakyat Kaltim. Saya tekankan, ke depan diperlukan transformasi besar-besaran dalam bidang ekonomi,” ujarnya.
Ekonom Indonesia, Rhenald Kasali menyarankan Pemprov Kaltim agar segera membangun perekonomian yang tidak bergantung pada sumber daya alam yang tidak terbarukan. Menurutnya, upaya memotong mata rantai ketergantungan pada natural resources unsustainable sudah dilakukan pemerintah, namun belum maksimal.
“Hanya saja butuh keberanian untuk beralih pada sumber daya alam yang sustainable. Karena ini lah problem Kaltim selama ini, sadar akan kelemahan ekonomi, tetapi belum sepenuhnya berani mengambil kebijakan,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak menyebut, selama 10 tahun kepemimpinannya, terjadi perbaikan dalam berbagai sektor. Pertumbuhan ekonomi terus meningkat.
Selain itu, dirinya membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK akan menjadi sumber ekonomi baru yang akan menopang pembangunan Kaltim di masa yang akan datang.
“Salah satunya kami sudah membangun KEK Maloy di Sangatta Kutai Timur. Ini menjadi kelanjutan visi saya membangun sektor industri ekspor impor yang bisa menyerap banyak tenaga kerja baru,” bebernya.
Soal pendayagunaan sumber daya alam, lanjut dia, dibutuhkan industri manufaktur yang berkelanjutan, agar natural resources unsustainable bisa diolah dan dimanfaatkan masyarakat Kaltim.
“Pemerintah sudah membangun sejumlah kilang minyak untuk mengelola migas Kaltim. Ke depan harus terus dikembangkan, supaya pengelolaan sumber daya alam bisa lebih maksimal,” jelasnya.
Selain itu, Awang akan memprioritaskan bidang pertanian dan perkebunan. Lahan eks tambang bisa dimaksimalkan. Pasalnya, selama ini masih banyak lahan tidur eks tambang batu bara yang belum dimanfaatkan untuk pertanian dan perkebunan.
“Kaltim punya ribuan hektare lahan tidur. Kami akan terus dorong untuk mengembangkan pertanian, peternakan, dan perkebunan,” katanya.
Ia juga sudah melakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur jalan untuk menopang perekonomian Kaltim. Permasalahan serius yang dihadapi Kaltim saat ini masih banyak daerah yang terisolasi.
Tidak hanya antar kota atau kabupaten, tetapi juga antar desa dan kecamatan, terdapat wilayah yang belum terjamah infrastruktur jalan. Sehingga jika ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, terlebih dahulu harus memutus mata rantai isolasi yang selama ini menjerat Kaltim.
“Saya akui masih banyak permasalahan infrastruktur jalan yang belum dibangun. Tetapi juga kita tidak boleh mengabaikan, bahwa 10 tahun terakhir sudah banyak jalan dan jembatan yang kami bangun,” bebernya.
Dia berharap, gubernur dan wakil gubernur yang terpilih nanti terus membangun jalan untuk konektivitas antar wilayah. “Mulai dari darat, laut, dan udara harus dimanfaatkan untuk menyambungkan seluruh daerah di Kaltim,” tandasnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: