Sektiono Ketua Forum Pembauran Kebangsaan ( FPK ) – KOTA BONTANG
Kita menyadari bahwa dunia yang kita tempati saat ini adalah dunia yang ditempati nenek moyang pada masa lalu, yang pola hidup dan pola hubungan masyarakatnya jauh berbeda dengan saat ini.
Salah satu penyebab perbedaan itu adalah perkembangan populasi yang sangat eksplosif, kemudahan transportasi, kecanggihan tehnologi informasi dan telekomunikasi yang menjadi penyumbang utama pergeseran pola hidup serta pola hubungan antar manusia.
Homogenitas masyarakat bergeser menjadi heteroginitas dan saat ini tak satupun negara yang homogen (penduduknya hanya satu etnis, satu ras dan satu agama).
Pergeseran seperti ini semakin cepat dan dinamis dengan kemungkinan bergerak dan berpindah cepat dari satu tempat ke tempat yang lain atas berkat media transportasi yang semakin baik.
Semakin canggihnya tehnologi informasi telekomunikasi (media sosial) telah membentuk gaya hidup masyarakat semakin mobile dengan pola hubungan komunikasinya yang sudah mampu membunuh jarak dan waktu, tidak perlu menunggu waktu dan tidak terbatasi oleh batas geografis.
Media sosial yang pada dasarnya adalah sebuah media untuk bersosialisasi lewat dunia maya (internet, whatsapp, facebook, dan istagram), pada dewasa ini telah banyak disalahgunakan serta dijadikan alat untuk memprovokasi, memfitnah, mencemarkan nama baik bahkan memecah belah ”bangsa”.
Misalnya saja dalam pertarungan untuk memperebutkan Kursi RI 1 ditahun 2019 mendatang, perbedaan pendapat bahkan plihan itu merupakan hal yang alamiah dan tidak bisa terelakkan, meskipun begitu harus dilakukan dengan baik tanpa menyebar luaskan pendapat-pendapat serta info yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya (hoaks), isu-isu sara dan sebagainya, sehingga tidak menimbulkan konflik yang berujung perpecahan antar sesama anak-anak warga bangsa.
Masyarakat diharapkan untuk selalu jeli dalam mengunakan media sosial agar tidak ter-hegemoni oleh kelompok kepentingan tertentu yang menghalalkan bermacam-macam cara dalam mencapai tujuannya, karena pada hakikatnya media sosial merupakan teknologi yang perannya positif dan keberadaanya merupakan buah dari perkembangan teknologi yang kian canggih.
Peran media sosial sudah jauh bergeser dari awal pendiriannya, yang mana media sosial saat ini dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, memecah belah atau menjadi pemisah (dis-integrasi) bangsa, jika tidak dapat memanfaatkannya dengan bijak, ter-khusus adanya ambisi-ambisi dalam mengejar kekuasaan menjelang Pemilihan Presiden 2019 mendatang.
Di satu sisi, pergeseran dan kemajuan ini terasa menawarkan semakin indah dan mudahnya kehidupan saat ini dibanding dengan kehidupan masa lalu.
Namun pada sisi lain, heteroginitas dan kedahsyatan perubahan pola hubungan akan melahirkan problematika baru, benturan tradisi, benturan nilai dan benturan kepentingan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Saat ini kita menyaksikan betapa dampak negatif menjadi kenyataan, tetapi kita tidak boleh menutup mata akan adanya hikmah besar dibalik kemajuan itu, karena suatu kemajuan tidak layak disebut kemajuan ketika ia tidak memiliki muatan positif yang belum dibawa oleh kemajuan sebelumnya.
Hiteroginitas masyarakat dalam berbagai sisinya, baik etnis, ras, bahasa, budaya, agama dan lainnya, harus dikelola dengan cerdas untuk melahirkan kemaslahatan atau nilai positif baru.
Kala terjadi benturan (clash), maka harus berubah menjadi akomodasi etis dalam konteks pertemuan tradisi, nilai dan kepentingan yang berbeda.
Damai tidak memakna harus selalu sama dan tidak berbeda, tetapi bisa dalam bentuk sepakat untuk berbeda dan menghargai perbedaan itu
Indonesia sedari awal sudah jelas dengan slogan Bhineka Tunggal Ika mengakui hiterogenitas (keberanekaragaman) yang bersepakat untuk bersatu nusa, bangsa dan bahasa.
Moto ini sangat tepat untuk meng-akomodasi perbedaan tetapi dengan satu semangat kebersamaan.
Hidup dalam masyarakat yang majemuk dalam banyak hal sangat tidak mudah. Karena itu kesuksesan Bangsa Indonesia menjaga kebersamaan dan kebersatuan yang tetap terjaga sampai saat ini adalah suatu prestasi yang sangat bisa dibanggakan, terlepas dari fakta bahwa diberbagai tempat masih ada ujian yang belum terjawab dan terselesaikan, seperti kerukunan umat beragama, konflik kepentingan politik dan diskrimisasi etnis.
Keharmonisan akan bisa terus terbangun dalam kemajemukan hidup bersama, apabila etika yang disepakati dilaksanakan secara konsisten oleh setiap unsur masyarakat. Etika yang dimaksud meliputi etika agama dan sosial.
Setiap agama membawa pesan etika yang bersifat universal seperti keadilan, cinta, kasih-sayang, tolong-menolong dan kedamaian.
Etika sosial adalah kesepakatan nilai perilaku yang harus dijadikan dasar hidup bermasyarakat disuatu komunitas. Etika sosial ini pasti merujuk pada upaya bersama menciptakan keteraturan dan kemaslahatan bersama yang secara esensial tidak akan pernah bertentangan dengan nilai universal etika agama.
Berjalannya etika, moral, akhlak atau budi pekerti dalam masyarakat merupakan penjamin keberlangsungan kedamaian.
Pentingnya Persatuan Dalam Mewujudkan Pemilu Damai
Perbedaan pilihan politik dalam menghadapi Pemilihan Umum (misalnya), baik anggota legislatif maupun Presiden RI boleh-boleh saja.
Namun adanya pesta demokrasi tersebut jangan dijadikan sebagai ajang saling menjatuhkan dan memecah belah persaudaraan. Pergerakan perang tagar #GantiPresiden2019 dan #Jokowi2Periode membawa masyarakat terkotak-kotakkan, hal ini tentu sangat merugikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perlunya gerakan #2019GantiPresiden maupun #Jokowi2Periode menahan diri menjelang Pemilihan Presiden 2019.
Meskipun perang tagar tidak melanggar aturan, namun dapat berpotensi menimbulkan konflik ditengah masyarakat, oleh karenanya agar semua pihak yang ikut berkompetisi dalam Pilpres 2019 menyampaikan pendapatnya dengan tetap memperhatikan nilai-nilai kesantunan, kepatuhan serta tidak mengumbar rasa kebencian yang berpotensi merusak kerukunan bangsa.
Setiap orang diperbolehkan menyampaikan pikirkan maupun pendapat yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, namun demikian, harus tetap mematuhi norma, etika, dan peraturan Undang-undang lainnya.
Hilangnya etika dalam sebuah pola hubungan hanya akan menciptakan konflik yang tidak akan pernah menemukan titik akhir, karena sudah ditunggangi nafsu yang tidak pernah mengenal kata mengalah dan puas.
Etika ini harus berangkat dari kesadaran personal yang akhirnya melebar menjadi kesadaran komunal. Akan menjadi sangat indah manakala para Pemimpin dan Tokoh masyarakat menjadi orang pertama, pelopor dan teladan sempurna untuk masyarakat.
Kesadaran personel atas urgensi etika akan membimbing pemiliknya pada perbuatan baik yang menyenangkan dan membahagiakan. Perasaan senang dan bahagia personel menurut teori psikologi akan sangat kemungkinan menular kepada orang lain, terutama orang yang berada didekatnya.
Penularan seperti ini bisa bersifat masif, mempengaruhi jumlah banyak orang. Dalam suatu pertunjukan tepuk tangan satu atau dua orang akan menular pada yang lain untuk bersama tepuk tangan, demikian juga dengan tertawanya satu atau dua orang akan menular pada yang lain.
Luas tidaknya radius penularan sangat ditentukan oleh dua hal yakni kualitas nilai dan kualitas pelaku. Semakin besar bobot rasa atau nilai yang tampak maka semakin besar pengaruh penularannya pada yang lain, semakin tinggi posisi pelaku dalam struktur masyarakat maka akan semakin besar pula dampak atau zona pengaruhnya.
Orang-orang besar dalam sejarah cukup menjadi contoh pembuktian penularan nilai, rasa dan kebahagiaan pada yang lainnya.
Indonesia masa depan sangat membutuhkan Pemimpin dan Tokoh yang memiliki kualitas nilai etika yang mampu menularkan senang dan bahagianya pada seluruh lapisan masyarakatnya, yang memiliki prinsip pelayanan, tebarkan senyum dan kuburkan keluhan.
Kata kualitas yang dipilih bukan kuantitas, karena Tuhan menggunakan kata respon atau perbuatan terbaik dan bukan respon atau perbuatan terbanyak sebagai hal yang saling dibutuhkan ketika manusia menghadapi ujian kehidupan.
Penampilan terbaik tidaklah terletak pada tata panggung dan tata busana yang mewah, tetapi terletak pada perpaduan tata hati (niat) yang baik dan tata krama (perilaku) yang baik.
Bangsa Indonesia dengan Pancasila dan nilai-nilai Agama yang dianut memiliki potensi untuk menjadi Bangsa yang berkualitas dalam damai dan sejahtera di tengah masyarakat yang semakin majemuk.
Salam Pembaruan
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post