Pengamat Ekonomi Faisal Basri menilai peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2016 tentang tata cara penyertaan dan penataan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membentuk Holding BUMN sangat tak efektif. Apalagi jika terbentuk Holding BUMN maka pemindahan aset tak perlu melalui pembahasan DPR.
“Holding BUMN adalah rencana yang jahat dan berbahaya,” kata Faisal di Gedung Muhammadiyah, Jakarta, Senin, (13/2).
Menurutnya, PP nomor 72 tahun 2016 untuk menghilangkan fungsi pengawasan DPR dalam mitra kerja pemerintah. Sehingga, kata dia, pemerintah bisa melakukan tindakan tanpa seizin DPR.
“Check and balances diperlukan agar pemerintah tidak ugal-ugalan. PP 72 Tahun 2016 motifnya adalah agar mereka bisa sesuka hati melakukan tindakan korporasi tanpa seizin DPR,” imbuhnya.
Menurutnya, tidak semua BUMN dapat di holding secara paksa karena berbeda latar belakangnya. Seharusnya BUMN yang tak efisien di bubarkan atau di merger agar lebih berdaya guna bagi pemasukan negara.
“Contoh bank, tidak ada bank di dunia ini di holding. Kalau bank mau besar ya di merger. Kalau BUMN tidak efisien, tidak ada guna buat rakyat, matikan saja BUMN-nya sekarang. Yang manfaat sosialnya kecil tapi efisien, ya privatisasi, karena tidak ada gunanya buat rakyat,” tutupnya. (net)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: