SAMARINDA – Kemunculan transportasi online masih menimbulkan gejolak di kalangan pelaku usaha angkutan umum. Kali ini Organisasi Gabungan Transportasi (Orgatrans) Kaltim kembali berunjuk rasa di kantor Gubernur Kaltim, Senin (26/2). Ratusan sopir angkot akan menuntut pembatasan ojek online yang kian marak beroperasi di Benua Etam.
Ketua Orgatrans Kaltim, Kamaryono mengungkapkan, demonstrasi akan dimulai pukul 09.00 Wita di depan Kantor Gubernur Kaltim. Dirinya sudah melakukan konsolidasi dengan seluruh sopir angkot di Kaltim, agar turun ke jalan menuntut keadilan dan kebijaksanaan dari gubernur.
“Sebenarnya besok itu demo nasional, mendesak pengaturan dan pembatasan ojek online. Demo besok (hari ini, Red.), ada di Samarinda dan Balikpapan. Kami hanya ingin mengingatkan pemerintah agar tidak lalai mengatur ojek online ini,” ucap Kamaryono, Minggu (25/2) kemarin.
Ia menyebut, demo tersebut dilakukan untuk menegaskan pada pemerintah bahwa keberadaan ojek online di Kaltim masih berstatus ilegal. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, angkutan umum tidak termasuk ojek online.
“Jadi ojek online ini sifatnya masih ilegal. Karena tidak ada payung hukum yang mengaturnya. Kami hanya mengingatkan gubernur agar mengatur ojek online ini, karena jika tidak diatur, bisa meresahkan masyarakat,” katanya.
Menurutnya, meski ojek online berstatus ilegal, Orgatrans masih memberikan peluang bagi transportasi online tersebut beroperasi di Kaltim. Tapi dengan catatan harus ada pembatasan dan pengaturan melalui kebijakan gubernur.
“Kami minta dibuatkan aturan atau kebijakan khusus dari gubernur. Ojek online ini tidak memiliki dasar hukum. Karena itu, belum bisa dibuatkan Peraturan Daerah (Perda, Red.), sebab tidak ada payung hukum di atasnya. Kecuali ada revisi UU Nomor 2/2009, baru bisa dibuatkan Perda,” ujarnya.
Ia menyebut di Kaltim sudah terdapat sekira delapan ribu ojek online yang beroperasi. Lebih menyedihkan lagi, nyaris semua transportasi yang bergerak melalui bantuan aplikasi online tersebut tidak mendapat penanganan, pengaturan, dan pengawasan pemerintah daerah.
“Karena tida ada pengawasan dan pengaturan, maka tidak ada pendapatan dari pemerintah daerah dari ojek online ini. Padahal jika berstatus pengangkut umum, semua memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan daerah,” ucapnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: