PEMILIHAN Wakil Wali Kota (Wawali) Samarinda dinilai tidak akan terlepas dari transaksi gelap antara anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Mengingat selama ini DPRD dijadikan tempat munculnya transaksi yang tidak sesuai aturan.
Hal itu disampaikan Ketua Kelompok Kerja 30 (Pokja 30) Kaltim, Carolus Tuah, Senin (16/4) kemarin. Kata dia, tidak ada garansi dari wakil rakyat untuk menghasilkan pemilihan wawali yang bersih dari transaksi gelap.
“Gedung DPRD itu salah satu pusat transaksi. Sebelumnya ribut soal dana aspirasi yang membuktikan statement saya itu. Kemudian garansinya apa tidak ada transaksi gelap. Apa yang akan dilakukan DPRD agar tidak terjadi transaksi kayak di pasar. Nanti harusnya itu yang perlu dibuktikan anggota dewan,” sebut Tuah.
Menurut dia, DPRD Kota Tepian masih menyimpan beragam kinerja buruk. Apalagi setelah munculnya isu akan terjadi transaksi politik yang dilakukan salah satu bakal calon yang diusung Partai Nasional Demokrat (NasDem) Kaltim.
Tuah menyebut, transaksi gelap tidak hanya akan terjadi pada saat pemilihan. Pertukaran kepentingan juga akan terjadi sebelum pemilihan. Apalagi hak suara sepenuhnya tidak berada di tangan anggota DPRD. Melainkan pemilihan akan mendapat intervensi partai politik.
“Transaksi itu ada dua jenis. Pertama transaksi pada saat pemilihan, dalam artian pada saat penentuan oleh DPRD. Kedua pasca pemilihan dilaksanakan DPRD. Harus dipastikan apakah orang yang terpilih itu tersandera kepentingan politik atau tidak. Karena mungkin saja ada titipan-titipan kepentingan dari pemilih di DPRD terhadap wawali yang terpilih,” sebutnya.
Fenomena buruknya kinerja wakil rakyat dan merebaknya isu dana aspirasi dapat memperkuat anggapan publik. Bahwa kecil kemungkinan pemilihan wawali dilakukan dengan cara-cara yang bersih dari praktik gelap dari kedua belah pihak.
“Makanya yang bisa memberikan solusi itu mereka sendiri yang duduk di DPRD itu. Jadi bukan publik. Tunjukkan bahwa mereka tidak akan melakukan transaksi gelap dalam pemilihan wawali ini,” tegasnya.
Sementara itu dari sisi calon yang diusung, Tuah menyarankan, calon yang bertarung di pemilihan wawali harus memiliki visi dan kemampuan menerjemahkan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Samarinda. Karena siapapun yang terpilih harus bersedia menjalankan RPJMD.
“Maksudnya wawali yang terpilih harus patuh pada janji-janji politik yang diucapkan tiga tahun yang lalu,” katanya.
Sebab wawali yang terpilih hanya akan bertugas menjalankan RPJMD yang telah disusun Syaharie Jaang dan Nusyirwan Ismail. Janji politik yang sudah umum yakni penanganan banjir, kebakaran, kemacetan, dan kaveling parkir.
“Kalau masalah-masalah itu mampu diselesaikan, maka layak calon wawali itu dipilih DPRD dan didukung publik Samarinda,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: