BONTANG – Penertiban lapak di pinggir Jalan KS Tubun diwarnai adu mulut, Senin (10/9) kemarin. Seorang pedagang buah tak terima lapaknya bakal dibongkar oleh petugas. Cekcok pun tak dapat dihindari. Penjual buah yang diketahui bernama Andi Lilis ini bahkan melempar barang dagangannya, membanting timbangan, dan menendang salah satu petugas Satpol PP.
Andi Lilis tidak berkenan jika barang dagangannya dimundurkan dan dibongkar karena berada di atas parit. Ia beranggapan jika atapnya dibongkar, maka akan berdampak terhadap mutu barang dagangannya. “Busuk nanti pisangku kalau terkena matahari langsung. Saya sudah mundur ini beberapa meter, sebelumnya saya jualan di depan, terus mau bagaimana lagi? Parit ini saya cor biar bersih dan rapi,” kata Andi Lilis.
Ia pun meminta kepada petugas untuk merobohkan bangunan permanen yang melanggar terlebih dahulu. Andi Lilis berjanji akan membongkar atapnya sendiri setelah petugas mengabulkan permintaannya. “Itu loh yang permanen tidak bisa kamu runtuhkan, karena miliknya orang kaya. Runtuhkan itu terlebih dahulu, nanti saya sendiri yang robohkan ini (lapaknya),” pintanya.
Selain itu, ia juga meminta kepada Pemkot Bontang untuk mengganti lahan miliknya yang masuk area bangunan pasar baru. Bahkan kepada petugas, permintaan ini agar diteruskan kepada pucuk pemerintah daerah. Meskipun saat itu petugas langsung menimpali upaya penertiban ini tidak ada sangkut-pautnya dengan persoalan lahan. “Kembalikan dulu lahanku, bilangin atasanmu. Pergi kamu,” kata dia sembari menendang salah satu petugas Satpol PP.
Tak mau ricuh berkepanjangan, petugas memilih bergeser ke lapak selanjutnya. Namun petugas tetap memegang komitmen dari Andi Lilis yang bakal menata sendiri kiosnya.
Sikap protes terhadap penertiban juga digaungkan Rosmiati. Penjual daging ayam ini menilai pemkot tidak memiliki sikap kasihan terhadap warga kecil. Selain itu, dia menuntut pemkot agar menepati janji terhadap penyelesaian bangunan pasar baru. “Janjinya mau segera membangun pasar tetapi hingga saat ini belum selesai,” kata Rosmiati.
Anjas penjual telur menyetujui adanya penataan. Namun, ia berharap penertiban itu merata dan bukan hanya menggebu-gebu di awal saja. Sebenarnya, ia memiliki petak di dalam bangunan pasar sementara. Akan tetapi karena sempit, Anjas memilih menyewa sebuah petak di luar pasar. Ia mengaku merogoh kocek untuk membayar petak seharga Rp 45 juta per tahunnya.
“Jangan satu ditindak, tetapi yang lain diberi kelonggaran,” pinta Anjas.
Berbeda, sikap setuju terhadap penertiban dilontarkan oleh Rukiyah. Penjual barang kelontong ini hanya meminta kebijakan terhadap pembongkaran atap. Dikatakannya keberadaan atap yang berada di atas parit tidak menganggu pejalan kaki. Justru, atap tersebut dapat meneduhkan mereka dari teriknya panas matahari. “Menurut saya ini tidak menganggu jadi saya minta kebijakan supaya tidak dibongkar saja. Perihal barang dagangan harus mundur saya menyetujuinya,” tutur Rukiyah.
Sebelumnya, petugas telah memberikan surat peringatan (SP) kepada pemilik lapak. SP pertama diberikan pada tanggal 31 Agustus silam. Tiga hari berselang pedagang pun memperoleh surat teguran kedua. Kamis (6/9) lalu surat teguran ketiga pun dilayangkan. Mengingat tiga hari berselang jatuh pada Minggu, maka upaya penertiban disepakati digelar kemarin.
Awalnya, keluhan datang pedagang yang berada di dalam bangunan pasar sementara. Mereka merugi lantaran sepi konsumen, sehubungan dengan menjamurnya pedagang di trotoar Jalan KS Tubun. Bahkan, pedagang saat itu sempat ingin membuka lapak di halaman parkir pasar jika tidak mendapat respon dari Pemkot Bontang. Namun upaya itu batal seiring Pemkot menyurati pedagang dadakan tersebut. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: