bontangpost.id – Masa pandemi belum mereda. Masyarakat yang hendak bepergian ke luar daerah diwajibkan untuk melampirkan surat keterangan hasil rapid test antigen.
Namun, persyaratan untuk menekan angka penyebaran Covid-19 itu rupanya dimanfaatkan segelintir orang. Membuat surat keterangan hasil rapid test palsu. Minggu (7/2), praktik pemalsuan surat rapid test terungkap. Jerian (19) dan Lodry (19), penumpang tujuan Samarinda-Pare-Pare, Sulsel, yang sengaja memesan surat keterangan palsu, diringkus petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Samarinda yang melakukan validasi. Saat diusut lebih jauh, rupanya kedua pemuda 19 tahun itu dengan sengaja memalsukan surat keterangan bebas Covid-19.
“Surat palsu itu terlihat dari tanda tangan yang hasil scan, kop surat, dan stempel yang tidak basah, melainkan di-scan juga. Terlihat jelas,” kata Kepala KKP Kelas II Samarinda Solihin.
“Pelaku saling kenal satu sama lain. Sebelum penangkapan, Lodry sempat bertemu tiga hari sebelumnya dengan Ardani untuk membuat surat hasil rapid antigen palsu di kediaman Ardani,” terang Kapolsek Kawasan Pelabuhan Kompol Aldi Alfa Faroqi.
“Setelah itu, Lodry mengajak Jerian untuk mengambil surat rapid test palsu,” tambahnya.
Untuk membuat surat rapid test bodong, Ardani hanya bermodal seperangkat komputer, mesin printer dan scanner. Setiap surat keterangan palsu hasil buah tangannya dipatok senilai Rp 150 ribu per lembar.
“Saat diamankan, kami juga menyita seperangkat komputer beserta mesin cetak dan scan. Selain itu, kami mengamankan uang Rp 90 ribu hasil dari penjualan surat rapid test palsu dan ponsel,” jelasnya.
Terkait ada tidaknya keterlibatan oknum lain, Korps Bhayangkara masih mendalami kasus pemalsuan surat keterangan rapid ini. Termasuk mendalami ada tidaknya penumpang lain yang telah bebas berlayar bermodalkan surat palsu.
“Kami masih mendata berapa banyak yang sudah dijual pelaku. Kemungkinannya sudah sembilan kali pelaku menjual, karena pengakuannya sudah beroperasi sejak Januari,” terang polisi berpangkat melati satu itu.
“Sejauh ini, penyelidikan kami belum ada keterlibatan pihak klinik (yang dipalsukan hasil rapid-nya),” jelasnya.
Akibat ulah ketiganya, mereka telah ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 263 Ayat 1 dan atau Pasal 268 Ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. (*/dad/dra/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: