Incar Timnas U-19, Minta Pemkot Fokus Usia Muda

Fachri Husaini(DOK/BONTANG POST)

TAK ada nama Fakhri Husaini dalam jajaran pelatih Tim Nasional Indonesia. PSSI menunjuk Simon McMenemy sebagai pelatih timnas senior, Indra Sjafri (Timnas U-22), Bima Sakti (Timnas U-16), dan Rully Nere (timnas perempuan).

Fakhri tercatat mengantarkan Timnas U-16 menjuarai Piala AFF 2018 dan mencapai perempat final Piala Asia U-16 setelah disingkirkan Australia. Setelah dua turnamen itu, mantan kapten timnas tersebut memang sudah mengumumkan mundur dari Timnas U-16. Namanya kini masuk dalam bursa pelatih Timnas U-19.

Setelah tak lagi melatih, Fakhri disibukkan dengan rutinitasnya sebagai karyawan PT Pupuk Kaltim. Berikut petikan wawancara Bontang Post dengan Fakhri di ruang kerjanya, Jumat (21/12).

Bagaimana pandangan Anda setelah PSSI tidak lagi menunjuk sebagai pelatih timnas?

Tidak kecewa. Bahkan saya menghormati keputusan itu. PSSI tentu mempunyai pertimbangan dalam memilih kursi pelatih tim nasional. Buat saya tidak ada yang istimewa dengan hal ini. Saya menganggap bahwa menjadi pelatih timnas itu biasa saja. Sebagai seorang religius, Allah sudah mengatur segalanya. Saya yakin Allah memiliki rencana yang lebih baik.

Lantas apa kesibukan Anda sekarang?

Setelah putus kontrak tersebut, karena saya merupakan seorang karyawan PT Pupuk Kaltim, maka saya kembali menjalankan tugas di perusahaan ini.

Apakah sempat ada tawaran dari PSSI untuk kembali melatih?

Setelah dari AFC dan memberikan laporan dalam pertemuan dengan PSSI, tidak secara eksplisit tawaran itu. Namun, secara implisit mereka memberikan arahan soal ke mana saya nantinya. Tetapi jujur saya telah sampaikan ke media, jika diberi jabatan pelatih, tidak untuk Timnas U-16.

Alasannya?

Karena saya ingin mencari tantangan baru. Saya sudah dua tahun menjadi pelatih Timnas U-16. Itu sudah cukup. Kompetisi akan lebih ketat lagi mulai di U-19 itu

Ketertarikannya menjabat pelatih di kategori usia berapa?

Bisa U-19 atau selebihnya. Pastinya jangan beri jabatan di U-16, karena di kategori usia tersebut sudah tidak ada tantangan lagi.

Apakah sempat mendapat tawaran juga untuk mengisi posisi pelatih timnas senior, sejak sepeninggal Luis Milla?

Tidak ada tawaran kepada saya.

Pandangan terhadap pelatih baru Timas U-16?

Saya sering berkomunikasi dengan Bima Sakti. Bima punya pengalaman bagus, mantan pemain juga. Saya yakin ilmu yang diterima dari eks pelatih timnas senior Luis Milla juga sudah banyak. Satu-satunya kekurangan bahwa dia belum memegang salah satu klub saja. Akan tetapi, saya akan dukung dia.

Harapan untuk Timnas U-16?

Bisa menjadi juara Asia maupun lolos Piala Dunia. Masih memungkinkan itu. Di level U-16 masih bisa mengimbangi negara lain baik di Asia maupun dunia.

Setelah kembali menjadi karyawan, bagaimana menyalurkan hasrat sebagai pelatih?

Sepak bola itu seperti candu. Sekali sudah masuk di dalamnya, akan sulit untuk keluar. Tetapi untuk melatih tidak masalah karena saya mempunyai Akademi Sepakbola Pelangi Mandau.

Saat memegang Timnas U-16, bagaimana cara melakukan seleksi pemain?

Saya beserta tim pelatih lain menggunakan pola pencarian pemain yang berbeda. Namun, saya selalu hadir diproses seleksi tersebut. Pada 2017, saya menulis surat ke 34 Asprov PSSI untuk menyiapkan pemain terbaiknya. Bersama enam pelatih menyebar dan berhasil memilih 55 pemain. Selanjutnya pemain itu kami panggil ke Jakarta. Tapi, hanya 22 yang mengirimkan pemainnya. Setahun berselang, kami mengganti format pencarian pemain. Tetap mengirimkan surat tetapi menunjuk lima kota di pulau besar untuk pusat seleksi. Medan, Samarinda, Makassar, Jayapura, dan Jogjakarta. Ada satu daerah lagi, yakni Jakarta untuk mengakomodasi pemain yang jauh dari kelima kota pusat seleksi tersebut. Seperti Lampung tidak hadir ke Medan tetapi ke Jakarta.

Apakah ada sumber pemain di luar itu?

Ada. Dari Liga Kompas, Topskor, Piala Soeratin, serta Liga Pelajar U-14 dan U-16. Kalau ajang seperti itu kami disodori draft pemain terbaik. Mengingat operator memberikan data ke kami. Pada saat hadir seperti di Liga Topskor sudah ada 40 nama yang kemudian kami lihat permainannya.

Pencarian pemain usia dini apakah lebih mudah atau sulit?

Sulit. Karena di Indonesia tidak mempunyai kompetisi pada skala usia tersebut. Pengalaman saya, hanya Jakarta saja yang mempunyai kompetisi usia dini yang berkelanjutan dan terintegrasi. Mulai dari usia 8 tahun. Tetapi yang menjalankan swasta, bukan Asprov. Seharusnya Asprov yang menjadi perpanjangan PSSI di daerah justru banyak yang tidak menjalankan fungsi itu. Di Kaltim pun tidak jalan kompetisinya.

Pandangan terhadap skuat yang telah dibangun untuk mengikuti AFF dan AFC U-16?

Mereka pemain potensial yang didapat dari hasil seleksi. Tetapi saya yakin bahwa Indonesia ini luas sekali. Masih banyak lagi pemain yang potensial. Mungkin pada saat seleksi sedang berada dalam kondisi tidak fit. Contohnya Bagus Kahfi, justru tidak lolos di seleksi Asprov Jateng. Justru saya mendapatkan pada saat Liga Pelajar U-16. Mereka masa depan kita, tetapi saya yakin masih banyak lagi di luar sana. Saya juga tidak menyebutkan cara seleksi merupakan paling sempurna. Karena bagaimana mungkin dalam dua hari bisa memantau kelebihan dan kelemahan mereka. Dua hari itu saya gunakan seoptimal mungkin.

Berkaca dari hal tersebut, seperti apa seharusnya?

Memang harus ada kompetisi usia dini. Kalau berjalan tinggal bertemu dengan pelatih dari peserta kompetisi terkait pemain potensial. Pelatih pasti bisa melihat selama puluhan pertandingan, itu yang terjadi di Jakarta.

Melihat gemilangnya prestasi timnas U-16, pendapat Anda?

Saya bangga dengan prestasi mereka. Karena pertama kali Timnas U-16 menjadi juara AFF. Tim ini, satu-satunya yang memberika tiga piala untuk Indonesia. 2017 menjuarai  turnamen Tien Phong Plastic Cup 2017 di Da Nang, Vietnam. Setahun berselang menjadi juara di turnamen Jenesys serta Piala AFF. Bahkan, secara personal pun mereka memberikan banyak penghargaan. Mulai dari pemain terbaik hingga pencetak gol terbanyak.

Seperti apa kondisi ketika kalah dari Australia di AFC U-16?

Saya kurang puas itu. Saya merasa bahwa mereka bermain tidak bermain seperti biasanya. Agak susah untuk  menyebutkan itu ada sesuatu pada laga itu. Bisa saja karena kelelahan. Tetapi saya mengetahui kelebihan dan kelemahan mereka selama dua tahun bersama. Masih menaruh penasaran yang tinggi saat itu. Tetapi inilah sepak bola, ada pelajaran yang penting menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan selanjutnya.

Apa yang terjadi di lapangan?

Kalau melihat gol itu kami kecolongan dari sisi kanan pertahanan. Secara teknis, tim lawan juga didukung oleh postur tubuh pemain yang tinggi. Dan itu harus dilawan dengan bentuk fisik yang sama. Namun, ada beberapa situasi yang menurut saya pertandingan akan berakhir imbang dan lanjut adu pinalti.

Apakah masih menjalin komunikasi dengan anak asuh di Timnas U-16?

Komunikasi ada, tetapi tidak seiintens dulu, karena mereka sudah sibuk juga. Bahkan mereka akan ke Inggris sekira enam bulan. Rencana ini sudah disampaikan ke saya sebelum pulang ke Bontang setelah Piala Asia. Tetapi saya tidak setuju program tersebut. Menurut saya tidak selalu mereka dijadikan satu tim, sebarkan saja. Jauh lebih penting PSSI menata kompetisi lokal dibandingkan mengirimkan 23 pemain ke luar negeri.

Pandangan Anda mengenai sepak bola Bontang?

Bontang punya sejarah yang panjang di sepak bola Indonesia. Mulai zaman Galatama hingga Liga Indonesia. Ketika masih dikelola oleh PT Pupuk Kaltim prestasinya luar biasa. Tiga kali menjadi runner-up bukan dengan perjuangan yang mudah. Nasib saja yang membuat tidak bisa menjadi juara. Namun, setelah klub diserahkan kepada Pemkot Bontang, tim ini mulai agak sulit. Mengingat pengelolaan klub profesional itu tidak mudah. Diperlukan orang yang tangguh serta dana kuat. Saya memahami betapa sulitnya pemkot kalau mengandalkan APBD saja. Untuk mengandalkan sponsor dan hasil penjualan tiket agak sulit. Tingkat fanatisme di Bontang beda dengan daerah lain.

Saran terhadap belum adanya klub Bontang yang bermain di kompetisi tertinggi?

Tidak usah berfikir punya klub profesional. Tetapi bukan lantas Bontang tidak bisa berprestasi. Pemerintah mungkin bisa mewujudkannya dalam bentuk pemutaran kompetisi usia muda. Fokus di sektor itu saja, karena banyak anak Bontang yang berbakat. Kalau pembinaan APBD masih bisa terpakai untuk menggelar kompetisi. Nantinya bisa mengikuti Piala Soeratin. Dengan itu Bontang pun masih bisa menyumbang pemain ke level nasional maupun internasional. Kalau mau ikut Liga 3 hingga Liga 1 butuh dana besar. Bontang juga punya cacat di mata pemain. Ketika tim diambil alih pemkot, gaji pemain hingga saat ini masih bermasalah.

Dampak apa jika pemutaran kompetisi usia muda itu berjalan?

Paling tidak bisa menjadi role atau model pembinaan usia dini di Kaltim. Aspek lainnya, kenakalan remaja akan berkurang secara signifikan. Tingginya angka kenakalan remaja akibat kurangnya aktivitas. Jika diberi kegiatan positif, saya yakin tidak ada yang ngelem dan ngoteng. Tetapi karena tidak ada kegiatan, kebanyakan anak muda mencari jalan yang salah untuk menunjukkan eksistensi mereka. (ak)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version