SANGATTA – Pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) Nuget Ikan Halo-Halo, di Jalan Kenyamukan Sangatta Utara, yang satu-satunya membuat produksi olahan makanan, dari hasil tangkapan nelayan sekitar, nampaknya mulai “keok.”
Usaha yang hanya sempat dijalankan selama tiga bulan itu, akhirnya vakum lebih lama. Yakni sekira satu tahun tanpa produksi. Bukan tanpa alasan, hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, seperti minimnya bahan baku dan sulitnya pemasaran di Kutim.
Menurut Ketua Bumdes Sangatta Utara, Arifandi, bahan utama produk UKM menjadi minim sehingga tidak berkembang dan dampaknya mengakibatkan gulung tikar.
“Sementara ini vakum pengelolaannya, karena masih menunggu sumber daya manusianya dulu. Lagipula, bahan bakunya juga kurang konsisten saat ini, Ikan Halo-Halo kadang ada dan tidak,” ungkapnya saat diwawancarai.
Mekanisme pemasaran memang salah satu kendala, hanya saja tidak terlalu mempengaruhi. Pasalnya, di Kutim masih saja ada peminatnya. Bahkan tidak hanya memasok untuk pedagang di STQ, namun sasaran penjualan juga untuk umum.
“Usaha ini sempat jalan tiga bulan. Rencananya akhir tahun mau kami hidupkan lagi ini,” pungkasnya.
Usaha Nuget Ikan Halo-Halo segar, yang masih baru datang dari hasil tangkapan itu ternyata satu-satunya di Sangatta, hanya saja terkendala operasional. Sehingga pihaknya masih berupaya nencari cara agar bisa dijalankan dengan mekanisme yang benar.
“Modal awal kami sekira Rp 20 jutaan. Terbagi atas modal utama anggaran pengelolaan,” terangnya.
Saat ditemui, salah satu warga yang juga menjadi pembuat nuget, Mardiana (37), istri dari Ketua RT 26 Jalan Kenyamukan, mengaku tak tahu pasti alasan berhentinya operasional usaha nuget yang katanya melibatkan sekira 13 ibu-ibu di lingkungan tersebut.
“Kami hanya pengelola saja, ya awalnya dikasih pelatihan tiga hari, terus usaha kami dikembangkan, tapi hanya berjalan seumur jagung, malah berhenti. Tidak tahu pula kenapa terjadi,” tandasnya.
Dia memperkirakan terhentinya usaha tersebut karena harga produk yang dipasarkan lebih mahal dari produk nuget umum. Jika perkilogram hanya sekira Rp. 40 ribu, pihaknya bisa menjual lebih tinggi.
“Ikan padahal dari sini saja, tapi tidak tahu kenapa, mungkin biaya lain, seperti bumbu yang mahal,” terangnya.
Dia menyayangkan saat ini dirinya dan sejumlah ibu-ibu yang aktif harus kehilangan rutinitas. Dirinya mengaku sangat siap jika hal itu akan dilaksanakan kembali. “Sampai saat ini, kami tidak ada lagi kegiatan,” ungkapnya. (*/la)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post