SAMARINDA – Pembahasan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kaltim 2018 kian alot. Salah satu yang jadi perhatian anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim yakni perlunya alokasi hibah dan bantuan sosial (bansos).
Permintaan tersebut bukan tanpa alasan. Menurut beberapa orang anggota Banggar yang ikut dalam rapat dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Rabu (8/8) lalu, hibah dan bansos sangat penting menjelang Pemilu 2019.
Mursidi Muslim, anggota Banggar dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), berpendapat bahwa dua pos anggaran tersebut harus dialokasikan di APBD Perubahan. Pasalnya, dirinya sudah banyak “dituntut” oleh konstituen.
“Ini ada yang tanya terus ke saya soal bansos. Karena ini untuk pembangunan masjid dan lain-lain. Jangan sampai kami dianggap berbohong di masyarakat. Apalagi sekarang sudah mendekati pemilu,” ungkapnya.
Pengamat hukum dan politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah menegaskan, permintaan alokasi dana hibah dan bansos tersebut dapat berbahaya bagi keuangan daerah. Terlebih pos anggaran itu kerap disalahgunakan menjelang pemilu.
“Apalagi menjelang momentum politik elektoral pileg (pemilihan legislatif, Red.) dan pilpres (pemilihan presiden, Red.) tahun depan. Pasti semua berlomba-lomba mengumpulkan biaya politik,” tuturnya, Ahad (12/8) kemarin.
Merujuk pada beberapa kasus yang pernah terungkap, dia menyebut, aspirasi DPRD agar bansos dialokasikan di APBD Perubahan, memang tidak bisa dipisahkan dengan momentum politik 2019. “Apalagi dalam masa kampanye, mereka pasti butuh cost yang tinggi. Tapi ini pola yang salah menurut saya. Kalau ingin terpilih, sebaiknya menggunakan cara dan pendekatan yang lebih kreatif,” sarannya.
Jika wakil rakyat ingin terpilih kembali, langkah yang keliru menjadikan hibah dan bansos sebagai salah satu sumber pembiayaan pemilu. “Karena itu sama saja menggunakan uang rakyat untuk kepentingan pribadi. Meskipun itu dibungkus dengan alasan konstituen,” ucap Herdiansyah.
Dia menyarankan, mestinya anggota DPRD Kaltim belajar dari sejumlah kasus yang berulang kali menjadi sorotan publik Benua Etam. Di mana bansos dan hibah jadi mayoritas kasus yang telah menjerat pejabat publik.
“Itulah kenapa saya selalu minta agar pos hibah dan bansos ini dihapus. Minimal dimoratorium atau diberhentikan sementara waktu. Sembari dilakukan audit secara detail,” imbuhnya.
Pria yang karib disapa Castro itu berpendapat, penyebutan aspirasi kontituen hanya modus belaka. Bahkan, ada sebagian kasus hibah dan bansos berlindung di balik penganggaran “dana aspirasi.”
“Apalagi penentuan alokasi dan peruntukan anggaran, sebenarnya ada di eksekutif. DPRD hanya membahasnya. Dalam beberapa kasus, terkadang juga terjadi perselingkungan antara keduanya,” terang Castro. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: