SANGATTA- Sudah dua tahun badai defisit menghantam Kutim. Sejak 2016 hingga 2017. Bahkan diyakini, akan terus berlanjut hingga tahun tahun berikutnya.
Badai defisit terus mengintai. Tidak hanya di Kutim, akan tetapi di beberapa daerah lain. Jika, UU APBN 2018 ini tidak dicabut atau digugurkan.
Karenanya, diperlukan niat, kesungguhan, perjuangan, dan tindakan untuk membatalkan UU kontroversial tersebut.
“Kalau tidak dibatalkan, maka potensi defisit akan kembali terjadi,” ujar Ketua Gerakan 20Mei, Irwan Fecho.
Ini bukan main main. Tetapi imbas UU ini berdampak besar bagi daerah khususnya masyarakat. Seperti yang dialami saat ini. Semua sudah merasakan.
Pembangunan terhenti, gaji, insentif, tunjangan pegawai PNS dan TK2D serta RT dan desa tersendat, pembayaran kontraktor mendek, dan lainnya.
Semua merupakan imbas defisit. Yang bermuara dari penerapan UU No. 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018 pasal 15 ayat 3 frasa tentang dapat melakukan penundaan dan atau pemotongan.
“Sudah berdampak bagi masyarakat. Termasuk arah pembangunan Kutim. Ini sudah berdampak mulai 2016 dan 2017. Apakah kita mau lagi. Akal kita diam, maka dampaknya akan kita rasakan terus,” kata Irwan.
Gugatan ini cukup beralasan. Dalam pandangan organisasi pemuda ini, UU tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, Pasal 28C ayat 2, Pasal 28A dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.
“Kenapa daerah berpenghasil besar malah yang dipotong dan ditunda. Yang malah didengar di daerah kota berkembang. Pembangunan di sana saja yang terus dikebut. Didaerah seperti Kutim malah ditidak. Jadi harus dicabut UU ini. Agar APBD, DBH, ADD, dan lainnya normal kembali,” jelasnya. (dy)