Kisah Inspiratif Warga Bontang: Ratnah (128)
Kepedulian terhadap pos pelayanan terpadu (Posyandu) membawa Ratnah aktif sebagai pekerja sosial Kota Taman. Keseriusannya dalam mengkampanyekan pentingnya pemeriksaan anak di posyandu membuat posyandu yang didirikannya sukses menjadi yang terbaik di Bontang dan Kaltim.
LUKMAN MAULANA, Bontang
Lokasi posyandu Gunung Sari, Api-Api yang berada di pinggir jalan raya membuat Ratnah khawatir. Karena dia takut anak-anak berlarian di jalan raya yang dapat membahayakan nyawa mereka. Apalagi, posyandu balita tersebut kala itu merupakan satu-satunya yang melayani warga di kawasan Gunung Sari, Api-Api. Sehingga antreannya panjang dan penuh sesak.
“Saya khawatir kalau anak-anak tertabrak kendaraan. Selain itu saya merasa posyandunya sudah terlalu penuh. Jadi antreannya kelamaan. Karena satu posyandu itu melayani semua warga di Gunung Sari,” kenang Ratnah.
Dari situ Ratnah mulai terpikir untuk membuat posyandu sendiri. Tujuannya selain demi keamanan anak-anak, juga untuk memotong waktu antrean yang lama. Dia pun mulai bertanya terkait tata cara pendirian posyandu ke kelurahan yang kemudian diarahkan ke Dinas Kesehatan.
Setelah tahu bahwa dia bisa membuat posyandu, maka mulailah Ratnah membangun posyandu yang lantas diberi nama Posyandu “Kasih Bunda”. Posyandu ini mulai beroperasi di tahun 2008, dengan cakupan wilayahnya meliputi RT 1, RT 2, dan RT 3 Kelurahan Api-Api.
“Jadi warga tidak perlu lagi khawatir keselamatan anak-anak mereka. Pelayanannya pun jadi lebih cepat. Meski berada di wilayah Api-Api, tapi posyandu ini juga bisa melayani warga di luar Api-Api yang lokasinya dekat dengan posyandu,” sebut istri dari Dahlan Paly ini.
Tapi Ratnah bukan sekadar membangun posyandu, dia juga aktif mengembangkan berbagai hal yang mesti ada di posyandu. Sebagai kader posyandu, dia juga mesti aktif mengajak para ibu di lingkungannya yang memiliki anak-anak balita untuk memeriksakan diri secara rutin di posyandu. Karena akan percuma bila ada posyandu namun tidak ada yang datang untuk memeriksakan anaknya.
“Mengajak ibu-ibu untuk datang ke posyandu itu yang susah. Banyak saja alasan yang mereka katakan untuk tidak membawa anaknya ke posyandu. Ada yang bilang sedang sibuk, sedang mengurus anak, ada juga yang bilang sedang memasak,” kisah Ratnah.
Meski begitu Ratnah tidak pantang menyerah. Dia terus menjelaskan kepada kaum ibu di lingkungannya betapa pentingnya kesehatan dan kecerdasan anak-anak. Hal ini perlu dipantau melalui pemeriksaan posyandu setiap sebulan sekali. Alhasil dengan pemberian motivasi kepada para ibu, Posyandu Kasih Bunda yang didirikannya pun perlahan menjadi hidup.
Keseriusannya dalam membangun posyandu akhirnya berbuah manis. Di tahun 2013, Posyandu Kasih Bunda terpilih sebagai posyandu terbaik tingkat Kota Bontang. Sementara di tingkat Kaltim, menjadi peringkat ketiga.
“Saya tidak menyangka posyandu saya berhasil menjadi yang terbaik. Karena memang untuk menjadi yang terbaik itu tidak mudah, ada banyak kriterianya. Kalau saya intinya berusaha semaksimal mungkin dalam memberikan yang terbaik,” urainya.
Setelah posyandu, Ratnah membangun pendidikan anak usia dini (PAUD) di tahun 2009. PAUD ini sudah mendapat akreditasi dan lokasinya bergabung dengan Posyandu Kasih Bunda di Gang Anggar. Bukan itu saja, di tempat yang sama juga didirikan posyandu lanjut usia (Lansia). Seperti posyandu balita, posyandu lansia ini juga menorehkan prestasi terbaik di Bontang dan juara kedua tingkat Kaltim tahun 2014.
Peran aktifnya dalam menggerakkan posyandu sendiri tak lepas dari kegiatannya sebagai kader Keluarga Berencana (KB). Sebagai kader KB, Ratnah begitu aktif mengajak masyarakat untuk mengikuti program KB. Bahkan, dia terpilih sebagai juara 1 KB Lestari 10 tahun tingkat Bontang dan juga tingkat Kaltim di tahun 2013. Prestasi lain yang diraihnya sebagai kader KB yaitu juara 2 lomba keluarga harmonis di Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2014. Yang terakhir, menyabet juara Rangking 1 dalam Jambore Kader Posyandu di tahun 2016.
Masuknya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di tahun 2007 menjadi pintu lain bagi Ratnah untuk aktif di kegiatan sosial. Tidak adanya warga yang mau bergerak menjalankan program ini membuatnya disarankan kelurahan untuk menjadi pengurus. Sejak itu Ratnah menjabat bendahara PNPM Mandiri, dengan kegiatannya meliputi pemberian dana bergulir kepada usaha-usaha masyarakat yang membutuhkan bantuan.
“Alasan saya kerja sosial di PNPM saat itu karena prihatin, belum ada yang mau mengurus di PNPM. Karena memang untuk hal-hal yang bersifat sosial, jarang ada warga yang berminat,” kata Ratnah.
Akhirnya setelah dijalani, Ratnah mulai menikmati pekerjaannya sebagai pekerja sosial. Kata dia, ada kepuasan tersendiri saat bisa membantu orang lain. Walaupun itu sebatas penyambung, memfasilitasi dan mengarahkan masyarakat yang membutuhkan agar mendapat bantuan. Apalagi menurutnya menyenangkan hati orang lain merupakan ibadah.
Namun begitu, Ratnah mengaku merasakan hal-hal menyedihkan kala mengawal program PNPM. Walau sudah semaksimal mungkin membantu warga yang membutuhkan, masih saja ada segelintir orang yang mengatakan hal buruk tentangnya. Ada yang menyebut Ratnah pamer, ria, bahkan ada yang memfitnahnya telah menyelewengkan dana bergulir PNPM.
“Padahal dalam penyaluran dana ini ada prosedurnya, tidak bisa sembarangan. Selain itu saya kerja juga tidak sendiri. Fitnah seperti ini yang membuat saya sedih,” tutur perempuan kelahiran Takalar, 46 tahun lalu ini.
Namun omongan-omongan orang tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk terus aktif sebagai pekerja sosial. Dia menilai, adanya omongan-omongan buruk dan juga fitnah kepadanya itu sebagai hal yang wajar. Karena mungkin orang-orang tersebut tidak tahu bagaimana pekerjaannya sehari-sehari sebagai pekerja sosial.
“Karena saya tidak mau difitnah terus-menerus, maka sejak 2016 kemarin saya serahkan kembali pengelolaan dana bergulir ini ke kelurahan,” terangnya.
Kini Ratnah tengah disibukkan dengan kegiatan sosialnya mendampingi kelompok usaha bersama (Kube) dan program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni (RTLH) bagi warga kurang mampu dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI. Saat mendampingi program RTLH inilah menurutnya pengalaman yang paling berkesan selama dia menjadi pekerja sosial.
“Karena dalam mengawal program RTLH ini banyak masalah yang timbul, saya dihantam berbagai problem. Contohnya, walaupun sudah dibantu, tapi masih ada warga yang merasa kurang. Lalu juga ada ketua RT yang tidak mengizinkan perbaikannya berjalan, padahal materialnya sudah ada,” jelas sarjana ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar Boengaya ini.
Kata Ratnah, penyaluran RTLH ini memiliki kriteria-kriteria tersendiri. Salah satunya diperuntukkan bagi warga yang terdaftar dalam program keluarga harapan (PKH). Secara pribadi, Ratnah merasa miris melihat rumah-rumah tidak layak huni yang masih saja ditempati oleh warga. Karenanya, melalui pendampingannya, besar harapan Ratnah bisa membantu masyarakat mendapatkan rumah yang layak huni.
“Prinsip hidup saya seperti air mengalir. Jadi selama saya bisa berbagi, maka saya akan terus berbagi kepada orang lain,” ujarnya.
Walaupun disibukkan dengan berbagai kegiatan sosial di lapangan, toh tidak membuat Ratnah melupakan kodratnya sebagai seorang istri dan ibu. Dia masih bisa mengurus kedua putrinya hingga kini tumbuh menjadi anak-anak yang berprestasi. Sementara meski mendukung apa yang dikerjakan Ratnah, sang suami sempat beberapa kali menyindir kesibukannya tersebut.
“Saya sempat disindir suami. Katanya saya ini ngurus keluarga orang lain saja sempat, tapi ngurus keluarga sendiri tidak sempat. Tapi itu cuma bercanda saja sih. Suami paham dan mengerti dengan pekerjaan saya,” tandas anak kedua dari 8 bersaudara ini. (bersambung)
Nama: Ratnah, SE
TTL: Takalar, 12 Desember 1970
Suami: Dahlan Paly
Anak: Alfiah Mapalidara (20), Alfina Mapalidara (15)
Pendidikan:
- SDN Balangbaru, Makassar
- SMPN Jongaya, Makassar
- SMA Pembangunan Makassar
- Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar (STIEM) Boengaya
Alamat: Jalan Ahmad Yani Gang Anggar 1 RT 03 Api-Api