bontangpost.id – Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Pribudiarta Nur Sitepu menyebut kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat lima kali lipat selama pandemi Covid-19.
Sebelum virus Corona melanda Indonesia, jumlah kekerasan terhadap anak tercatat sebanyak 2.851 kasus, sedangkan setelah pandemi meningkat menjadi 7190 kasus. Sementara kekerasan terhadap perempuan meningkat 1.913 kasus menjadi 5.551 kasus.
Prabu -panggilan Pribudiarta, mengatakan peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan ini bisa disebabkan karena berbagai hal. Misalnya, ketika sekolah tatap muka dialihkan menjadi daring, anak akan kesulitan mencari tempat alternatif aman.
Situasi pandemi juga membuat aktivitas dibatasi, sehingga kabar-kabar hoaks berpotensi besar meningkatkan stres. “Risiko mendapatkan kekerasan eksploitasi secara online meningkat karena akses penggunaan internet anak-anak lebih lama,” kata Prabu dalam Rakornas BNPB secara virtual, Selasa (10/3/2021).
Kemudian, orang tua masih belum siap menjadi pembimbing untuk anaknya di rumah, menggantikan peran guru di sekolah. “Kapasitas ibu belum memenuhi syarat, akibatnya tindak kekerasan fisik dan psikis pada anak terjadi saat seharusnya menerima pelajaran,” ujar Prabu.
Perempuan juga memiliki potensi kerentanan mengalami kekerasan karena ketidakpastian ekonomi, kehilangan pekerjaan, kondisi tempat tinggal padat, dan beban rumah tangga yang tinggi. “Apalagi situasi bencana membuat keluarga lebih lama untuk urusan rumah tangga (berpotensi menimbulkan perselisihan, red),” tutur Prabu.
Prabu menambahkan, kasus kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi terkait pemaksaan berhubungan suami istri. “Ini juga kami dapat banyak laporan,” pungkas Prabu. (mcr12/jpnn)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post