Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) menyatakan Proyek Meikarta milik Grup Lippo sempat tak memenuhi aturan tata ruang. Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian ATR Budi Situmorang mengatakan baru 84,3 hektare (ha) yang memenuhi persyaratan tata ruang Kabupaten Bekasi.
Padahal, Lippo dalam promosi Meikarta selalu menyebut, proyek hunian tersebut akan dikembangkan di lahan seluas 500 hektare. Budi mengatakan pihaknya sebenarnya sudah meminta Pemerintah Kabupaten Bekasi dan juga Lippo untuk menghentikan proyek tersebut.
Permintaan, bahkan, disampaikan melalui surat resmi yang dikirimkan ke pemerintah daerah dan perusahaan tersebut. “Kami memang memaksa mereka supaya berhenti dulu untuk urus izin. Pengurusan perizinan berdasarkan rencana tata ruang” kata Budi di kantornya, Kamis (18/10).
Surat tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Lippo. Mereka lantas mengurus perizinan ke Pemerintah Daerah Bekasi, baik Izin Mendirikan Bangunan (IMB) maupun analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). “Setelah itu, berhenti mereka mengurus izin,” katanya.
Di tengah urusan perizinan ini, Meikarta malah tersandung kasus hukum. Minggu (14/10) lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Direktur Operasional Grup Lippo, konsultan Grup Lippo Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, dan pegawai kelompok perusahaan tersebut Henry Jasmen.
Selain mereka, KPK juga menangkap Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bekasi Dewi Trisnawati dam Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bekasi.
Mereka ditangkap tangan karena dugaan kasus suap senilai Rp13 miliar dalam proses pengurusan sejumlah izin yang diperlukan dalam pembangunan fase pertama proyek Meikarta seluas 84,6 hektare.
Menteri ATR Sofyan Djalil menilai proses perizinan yang rumit dan lama membuka peluang pelanggaran hukum sebagaimana yang terjadi pada Meikarta. Oleh karena itu, pemerintah tengah menyempurnakan sistem perizinan investasi terpadu online (OSS) untuk mengurangi kecurangan perizinan.
“Itu yang menjadi concern (fokus) Presiden Jokowi membuat OSS pelayanan satu pintu, supaya izin itu mudah, karena begitu izin susah maka orang akan mencari jalan,” kata Sofyan.
Ia memperkirakan Pemda Bekasi belum memanfaatkan fasilitas OSS untuk mengurus perizinan Meikarta, sehingga terjadi praktek suap. Pemerintah sendiri telah meluncurkan OSS sejak 9 Juli 2018 lalu dengan tujuan meningkatkan efisiensi sekaligus transparansi izin usaha. (cnn)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: