bontangpost.id – FANNY menyambangi bontangpost.id di sebuah kedai kopi di bilangan Pattimura, Kelurahan Api-Api, Sabtu (30/5/2020) sore. Penampilan pria 35 tahun itu cukup menarik perhatian. Kacamata lensa biru polarized bertengger di kepala. Hoodie hitam dengan ukuran lebih besar dikenakannya. Celana pendek selutut. Paling mencolok, kaos kaki panjang yang membalut tungkai bawah. Panjangnya sekitar satu jengkal dari mata kaki. Penampilan itu sudah menyerupai skater professional asal Amerika Serikat, Tony Hawk.
“Anak folding bike enggak mesti gini yah penampilannya. Terserah saja asal nyaman,” ujarnya sembari tertawa.
Fanny merupakan salah satu anggota komunitas sepeda lipat yang berbasis di Kota Taman. Adapun komunitas tersebut lebih dikenal dengan Folding Bike Bontang.
Dijelaskannya, komunitas Folding Bike Bontang merupakan tempat para pencinta sepeda lipat di Bontang terhimpun. Hingga kini (Mei 2020), anggota resmi yang tercatat baru 96 orang. Memang belum banyak. Ini lantaran Folding Bike Bontang resmi menjadi sebuah komunitas baru di akhir Maret 2020 lalu. Ditandai dengan pemilihan ketua perdana.
“Ketua Folding Bike (Bontang) namanya Khusnul. Dia itu ketua pertama kami,” bebernya.
Pada dasarnya, tujuan didirikannya komunitas ini amat sederhana. Yakni sebagai ajang kumpul bagi pemilik sepeda lipat di Bontang. Seperti laiknya komunitas lain.
Berbagai kegiatan dilakukan ketika mereka sudah kumpul. Pertama, tentu saja, gowes bareng keliling kota. Kadang sore. Kadang malam. Tergantung kondisi juga.
“Kami ada agenda rutin tiap Jumat akhir bulan, bersama komunitas sepeda lain. Kami gowes keliling Bontang malam hari. Tapi kalau yang rutin, biasanya tiap Jumat sampai minggu sore,” ujarnya.
Selain untuk gowes bareng, sesama anggota Folding Bike juga berbagi informasi terkait kebutuhan sepeda. Sebab setiap jenis sepeda; misalnya sepeda gunung, fixie, sepeda lipat, atau sepeda biasa, memiliki perlakuan berbeda.
“Ya kami juga suka bagi informasi soal cara merawat sepeda. Kan beda-beda itu kebutuhan untuk tiap jenis sepeda,” ungkapnya.
Selama pandemi ini, kegiatan gowes agak dikurangi. Karena bagaimana pun, sebelum gowes mereka pasti harus berkumpul dulu di satu titik. Sebelum menyusuri kota.
”Kita cuma ikuti imbauan pemerintah buat enggak kumpul-kumpul. Jadi kami ganti saja dengan aksi sosial,” ujar pria yang aktif dalam banyak organisasi ini.
Beberapa waktu lalu, Folding Bike Bontang menggelar aksi sosial berupa bagi-bagi masker di beberapa titik lampu merah. Selain itu, mereka juga menyalurkan alat pelindung diri (APD) dan vitamin bagi petugas medis di faskes rujukan utama Covid-19 di Bontang.
Bersepeda untuk Hidup Sehat atau Gaya-gayaan?
Sebagai yang mengaku rutin bersepeda, Fanny mengaku tak mempersoalkan, apakah seseorang memiliki sepeda, dan tergabung dalam komunitas sekadar untuk gaya-gayaan, atau memang demi hidup sehat.
Menurutnya, motivasi seseorang memiliki sepeda berbeda-beda, lantas tergabung dalam komunitas awalnya hanya untuk gaya-gayaan, lambat laun itu bakal berubah. Seiring hal positif yang dituai tubuh ketika rutin bersepeda.
“Terserah saja. Mau gaya-gayaan atau untuk hidup sehat, kan tidak ada masalahnya. Lama-lama juga akan berubah,” kata pria yang berprofesi sebagai fotografer itu.
Dalam amatan Fanny, belakangan pengguna sepeda di Bontang mulai tumbuh. Ini terlihat ketika sore, pasti selalu ada pengguna sepeda yang melintasi jalan-jalan protokol Kota Taman. Baik individu, atau berkelompok.
Sebagai pengguna sepeda, Fanny berharap agar otoritas setempat memberikan sedikit perhatian. Permintaannya sebenarnya tak muluk-muluk.
Pertama, dia meminta agar pemerintah memastikan hak pengguna sepeda. Sepeda juga tercatat sebagai salah satu moda transportasi darat. Kendati pamornya tak begitu mentereng di Indonesia. Seperti halnya pengguna motor atau mobil, maka ketika berada di jalan raya, harusnya sepeda pun mendapat ruang. Tidak diasingkan, atau bahkan direbut ruangnya.
“Cuma kita tahu, kadang pengguna kendaraan lain ngamuk kalau ada anak sepeda lewat. Diklakson gegara lambat. Kan ini dikayuh yah, pakai kaki. Bukan pakai mesin. Belum pernah kejadian buruk, tapi kami berharap ada pengaman,” jelasnya sembari berseloroh.
Selain itu, Fanny juga berharap jalur sepeda yang ada di Bontang difungsikan sebagaimana peruntukkannya. Sebagai informasi, terdapat jalur sepeda yang membentang di Jalan MH Thamrin. Dimulai dari depan SMA Bahrul Ulum hingga Polsek Bontang Utara. Jalur tersebut ditandai seutas garis yang dicat kuning. Namun disayangkan Fanny, jalur tersebut lebih sering dipakai untuk parkir. Biasanya mobil. Praktis, jalur sepeda itu tak berfungsi sebagaimana mestinya.
”Nah kalau jalur sepeda diambil, praktis kalau kami berkendara harus agak ke tengah (badan jalan). Di situ kan bersinggungan erat dengan kendaraan lain seperti mobil dan motor. Makanya, selama jalur dan fasilitas sepeda belum ada, pengguna sepeda menuntut haknya,” pungkasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post