bontangpost.id – Kepala daerah dan DPRD Penajam Paser Utara (PPU) terancam tidak menerima gaji selama enam bulan sebagai wujud sanksi keterlambatan pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2022. Sanksi tersebut tercantum pada diktum Undang-Undang (UU) Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) Pasal 312 Ayat (2).
Pasal dan ayat tersebut menyebutkan, DPRD dan kepala daerah yang tidak menyetujui bersama raperda tentang APBD sebelum dimulai tahun anggaran setiap tahun dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya. Lalu, bagaimana dengan pembahasan RAPBD PPU 2022?
“Saat ini ada kekhawatiran keterlambatan terhadap pembahasan RAPBD 2022, mengingat waktu yang sudah mepet. Apabila terlambat disahkan sesuai UU 23/2014 tentang Pemda itu bakal ada sanksi, yaitu tidak dibayarkan hak-hak keuangan untuk kepala daerah dan DPRD,” kata Wakil Ketua DPRD PPU Raup Muin kepada wartawan.
Ia mengatakan, batas waktu penyelesaian pembahasan RAPBD 2022 adalah paling lambat 30 November 2021. Sejauh ini tidak dijelaskan faktor mepetnya waktu pembahasan itu, apakah akibat keterlambatan penyerahan draf dari pihak eksekutif. Sebab, sanksi tersebut tidak akan berlaku bagi DPRD bila keterlambatan itu disebabkan kepala daerah yang memang telat menyampaikan raperda kepada DPRD.
Kepada pers, Raup Muin, anggota DPRD dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu juga mengkhawatirkan besaran angka defisit dan program-program serta kegiatan yang tidak terbayarkan pada 2021 ini bakal dimasukkan dalam pembiayaan tahun anggaran berikutnya. Sementara, pada pembahasan RAPBD 2022, belum ada kejelasan besaran nominalnya.
Namun, kekhawatiran ini ditepis anggota DPRD PPU Zainal Arifin. “Terlalu pagi itu, tidak terima gaji itu kalau tanggal 30 November tidak disahkan. Bisa lah tepat waktu. Kan sudah tiga bulan ini dibahas,” kata Zainal Arifin, legislator Partai Amanat Nasional (PAN) itu kemarin.
Ia menambahkan, kalau sampai tidak kelar pembahasannya dan tidak disahkan bakal berdampak luas. “Semua ya enggak bisa dibayar, termasuk utang-utang, kegiatan-kegiatan dan tidak ada kegiatan sama sekali, kecuali bayar gaji, listrik, air, telepon, insentif pun tidak ada. Apa mau?” ucapnya. Saat ditanya berapa angka APBD PPU 2022, ia menyebut di atas Rp 1 triliun, di antaranya bersumber dari bantuan keuangan (bankeu) dan dana alokasi khusus (DAK).
Ketua Komisi II DPRD PPU Wakidi mengatakan, bisa saja sanksi tersebut terwujud sebagaimana kekhawatiran Wakil Ketua DPRD PPU Raup Muin. “Bisa saja kalau pengesahan APBD tidak tepat waktu,” katanya, singkat.
Sementara itu, Ketua DPRD PPU Jhon Kenedi menegaskan, RAPBD saat ini dibahas oleh legislatif. “Insyaallah, bakal disahkan tepat waktu,” kata Jhon Kenedi.
Kementerian Dalam Negeri mengirim surat edaran kepada kepala daerah berkaitan percepatan penyelesaian Raperda APBD pada setiap tahunnya agar tepat waktu. Penyelesaian Raperda APBD ini sesuai ketentuan Pasal 312 Ayat 1 UU 23/2014 dan 45 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. (ari/rdh/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: