bontangpost.id – Kerusakan jalan di Tanah Datar, Kutai Kartanegara, menyebabkan kemacetan berjam-jam. Buruknya kualitas jalan yang merupakan penghubung utama antara kawasan selatan dan utara Kaltim ini, salah satunya karena keberadaan pertambangan di sekitar kawasan itu.
Pemerintah pun diminta menindak tegas. Jangan sampai uang rakyat dipakai untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan mereka yang tak tanggung jawab. Pengamat jalan dan lalu lintas Kaltim Haryoto mengatakan, dengan kondisi jalan sekarang, yang terpenting adalah menormalisasi drainase pengumpul samping kiri-kanan jalan selebar-lebarnya. Juga melakukan normalisasi saluran pembuangan. Dia menambahkan, penimbunan peninggian badan jalan semata tidak akan menyelesaikan masalah.
“Pembukaan lahan tambang dan lain-lain di sekitar lokasi harus menyediakan tampungan lumpur dan air sebelum dibuang ke sungai. Sehingga air dan lumpur tidak menutup, menimbun mengganggu saluran yang ada,” jelas Dewan Penasihat Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) Kaltim tersebut. Ditegaskan Haryoto, kegiatan kiri dan kanan jalan tidak boleh mempersempit saluran tepi jalan, apalagi menutup. Culvert melintang jalan juga mungkin diperlukan tambahan penampang basah.
Dalam catatan Jatam, ada sekitar 11 perusahaan yang beroperasi di kawasan Tanah Datar, Kukar hingga Sungai Siring, Samarinda. Satu adalah tambang PKP2B dan sisanya IUP. Belum termasuk dengan tambang ilegal yang dibiarkan. Di kawasan itu, bukit-bukit dikupas untuk dikeruk batu baranya. Bahkan, jalan juga digunakan untuk mengangkut batu bara. Seperti penyeberangan truk tambang yang tak jauh dari Kantor Desa Tanah Datar.
Padahal, perusahaan tambang jelas-jelas dilarang menggunakan jalan umum meskipun hanya 10 meter. “Setidaknya, ada tiga aturan yang dilanggar terkait kerusakan jalan tersebut,” tegas Rupang.
Pertama, pelanggaran hukum pada Pasal 192 KUHP. Yang isinya, barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, atau membuat tak dapat dipakai bangunan untuk lalu lintas umum, atau merintangi jalan umum darat atau air, atau menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan atau jalan, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Kedua, UU 38/2004. Ketiga, Perda 10/2012. Pada Pasal 6 beleid itu menyebutkan, setiap angkutan batu bara dan hasil perusahaan perkebunan kelapa sawit dilarang melewati jalan umum dan wajib diangkut melalui jalan khusus. Lalu, di Pasal 7 disebut perusahaan wajib membangun prasarana jalan khusus. Termasuk pembuatan underpass dan/atau flyover ada persilangan/crossing.
Kemudian, di Pasal 19 disebut, setiap orang atau badan usaha yang secara melawan hukum melakukan kegiatan pengangkutan hasil tambang melalui jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak lima puluh juta rupiah. Rupang mengatakan, negara dan aparat penegak hukum harus hadir untuk memastikan bahwa pajak yang dibayarkan rakyat tidak digunakan untuk membiayai kerusakan yang disebabkan pertambangan. Dia mengatakan, hal ini buah dari kegagalan pemerintah memastikan keselamatan rakyat serta keberlangsungan fasilitas umum.
“Jadi, saya tidak setuju jika keberadaan bandara dituding sebagai penyebab rusaknya jalan. Katanya sejak ada bandara lalu lintas jadi ramai. Tetapi, berapa sih berat mobil travel itu? Dibanding truk-truk pengangkut hasil tambang?” beber lelaki kelahiran Balikpapan tersebut. Akademisi hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah mengungkapkan, pemerintah seharusnya tidak menggunakan kacamata kuda dalam melihat persoalan ini. Perbaikan jalan sebagai pilihan tanpa melihat kiri dan kanan penyebab lain, terlalu menggampangkan persoalan.
Seharusnya, terang dia, ada proses penyelidikan secara serius untuk memastikan penyebab jalan rusak dan longsor itu. Termasuk kemungkinan akibat dari aktivitas tambang batu bara. “Instrumen izin itu kan alat kontrol pemerintah untuk menertibkan tambang-tambang yang mengganggu fasilitas publik, termasuk jalan. Kalau benar penyebab jalan rusak dan longsor itu karena aktivitas tambang, pemerintah bisa menjatuhkan sanksi, mulai peringatan tertulis, penghentian kegiatan, hingga pencabutan izin,” jelas lelaki yang akrab disapa Castro itu.
Terutama kepada pemerintah sebagai pemegang otoritas dan pengendali izin konsesi tambang. Metode gugatannya bisa dengan tuntutan pencabutan izin tambang melalui skema fiktif positif. Bisa juga gugatan perdata. Jika mengakibatkan kerugian secara langsung. Atau bisa juga gugatan citizen lawsuit jika berkaitan dengan tuntutan perbaikan regulasi dan kebijakan.
Sementara itu, Sekprov Kaltim M Sa’bani menegaskan, perbaikan jalan tersebut masuk program APBN.
“Jalan di Tanah Datar itu sudah ada program APBN. Itu kan jalan negara, jalan nasional,” kata Sa’bani.
Masalah yang terjadi, jelasnya, jalan tersebut terindikasi digunakan melintas kendaraan pengangkut batu bara (hauling), sehingga mengakibatkan mempercepat kerusakan badan jalan utama lintas daerah ini. “Kita sudah diskusikan waktu itu sama BPJN. Sekarang kan sedang proses tendernya. Nanti setelah perbaikan, tidak boleh dan tidak ada lagi kendaraan tambang melintas di situ, juga jalan-jalan umum lainnya,” jelas dia.
Sa’bani berharap, ada ketegasan dari aparat terhadap kendaraan tambang yang menggunakan jalan umum untuk hauling.
“Itu kan jalan umum, jaringan jalan nasional, bukan jalan hauling. Kita minta perusahaan-perusahaan tambang ini paham lah. Kalau rusak parah begini kan, masyarakat yang susahnya,” ungkap Sa’bani. Pria berkacamata itu berharap, pemerintah daerah menegakkan sanksi terhadap pelanggar UU tentang jalan. “Agar tidak ada lagi mobil tambang melintas di jalan itu. Sanksi kalau perlu dikenakan bagi pelanggar UU ini,” ungkapnya. (nyc/riz/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: