Sejak menguasai teknik membatik, Sri Wahyuni membuka usaha dengan menjual batik khas Bontang hasil buatannya sendiri. Ini terus dikembangkan dan mempromosikannya hingga bisa dikenal di seluruh Indonesia.
Veri Sakal, Bontang
Berkat mengikuti pelatihan membatik yang digelar Pemkot Bontang pada 2009 silam, membuat Sri Wahyuni terpacu menekuni usaha tersebut. Alhasil kini, ia sukses memiliki toko sendiri dengan nama Pondok Benua Etam di Jalan Soekarno Hatta (Ex Jalan Flores) Gang Bajawa RT 25 Kelurahan Gunung Telihan, Kecamatan Bontang Barat. Tokonya dikenal dengan batik sintetis dan mangrovenya.
“Awal saya mengetahui mencanting atau membatik itu dari instruktur berasal dari Yogyakarta yang didatangkan pemerintah,” ucapnya.
Ia terus belajar membatik dan mengikuti banyak pelatihan. Termasuk ikut pelatihan membatik di Solo. Akhirnya berkat dukungan suami, usahanya pun menjadi binaan Badak LNG dan mulai usaha 13 Mei 2010.
Sri menegaskan, bahwa hasil produknya merupakan batik asli dari Bontang. Sebab, mulai motif, ilustrator, dan designer yang membuat baju semua berasal dari Bontang.
“Semua asli kami yang membuat, hanya bahannya saja yang didatangkan dari luar, seperti kain, lilin, dan lainnya dipesan dari luar Bontang,” paparnya.
Dalam pembuatannya, ada dua teknik yang digunakan, yakni mencanting dan mengecap. Namun dikatakannya bahwa dari dua teknik tersebut, mencantinglah yang lebih lama dikerjakan. Dikarenakan dalam membuat batik harus menggunakan canting dengan motif dan kreasi sendiri.
Sedangkan mengecap, hanya tinggal mencetak saja karena sudah terdapat motif batik di media kayu tersebut. Namun dari harga, tentunya teknik mencanting yang lebih mahal lantaran tingkat kesulitan dalam pembuatannya.
“Perbedaanya, harga kain batik dari hasil mencanting Rp 750 ribu, sedangkan mengecap dikenakan biaya Rp 250 ribu hingga Rp 400 ribu,” tuturnya.
Ibu dua anak ini menjelaskan, dalam satu kain batik yang berukuran dua meter seperempat yang biasa dijual tersebut, bisa dikerjakan selama dua hari. Dikarenakan dalam prosesnya, khusus teknik mencanting dibutuhkan waktu sehari. Setelah itu, masuk lagi ke proses pewarnaan, pencucian, penjemuran, penguncian warna hingga proses akhir dalam melunturkan lilin-lilin dari kain tersebut.
“Namun pewarnaan yang inovatif yang terkenal di produk kami adalah menggunakan air dari buah mangrove yang sudah diproses dan ramah terhadap lingkungan,” katanya.
Berkat perkembangan usaha Sri, workshop tempat ia memproduksi tersebut menjadi tempat pelatihan oleh anak-anak sekolah di Bontang, ibu-ibu dari kelurahan, Mabes Polri, dan Angkatan Laut (AL) dari Kutai Timur (Kutim). Bukan hanya itu, Ibu Gubernur Kaltim Amelia Faroek juga pernah datang berkunjung dan sempat belajar.
Badai defisit anggaran, diakuinya ikut mempengaruhi usahanya. Penghasilan mulai menurun. Biasanya bisa meraup keuntungan Rp 10 juta per bulan, kini hanya Rp 2 juta per bulan. Kendati demikian, ia tetap dapat mengaji keenam karyawannya, yang terdiri dari tiga cowok dan cewek.
“Saya tetap optimistis ingin terus mengembangkan usaha ini sampai dikenal di luar Bontang, dengan cara terus mempromosikan produk kami,” pungkasnya. (Bersambung)
Tentang Sri:
Nama: Hj Sri Wahyuni
TTL: Samarinda, 15 Oktober 1965
Suami: H Husen Assegaff
Anak:
1.Syarifah Fitriani
2.Fuad Assegaff
3.Farel Assegaff
Alamat: Jalan Soekarno Hatta Gang Bajawa RT 25 Kelurahan Gunung Telihan, Kecamatan Bontang Barat.
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: