Tensi rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPRD Bontang sempat meninggi. Perwakilan warga tampak emosional soal klaim akses masuk PLTU Teluk Kadere oleh PT Graha Power Kaltim (GPK).
bontangpost.id – Arif demikian geram. Tak kuasa membendung amarahnya. Kala perwakilan warga yang bermukim dekat PLTU Teluk Kadere garapan PT Graha Power Kaltim (GPK) memenuhi rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPRD Bontang, Selasa (28/7/2020) siang.
Beberapa hal membuat Arif selaku perwakilan warga demikian kesal. Pertama, jalan masuk PLTU yang diklaim milik warga. Dalam masa perundingan, sebelum PLTU didirikan, warga sepakat soal pemanfaatan jalan bersama. Namun seiring waktu, perusahaan dianggap seolah menjadi pemilik tunggal.
Ada hal lain disesalkan. Sedianya jalur yang dibutuhkan perusahaan ialah 3 meter. Warga sepakat. Namun ketika perusahan mulai beroperasi, tiba-tiba jalur diperluas. Dari 3 menjadi 11 meter.
“Tidak dapat apa-apa kami dari perusahaan itu,” ujarnya.
Berbagai upaya dilakukan untuk menuntut tanggung jawab perusahaan. Namun tak kunjung dapat jawaban. Sudah tiga tahun persoalan ini diperjuangkan. Belum ada solusi. RDP di DPRD yang diharap dapat membuka jalan komunikasi pun tak berbuah hasil. GPK tak hadir.
“Sudah dari dulu diajak ketemu. Tidak pernah mau datang,” ujarnya.
Arif menyebut warga memberikan waktu sepekan kepada PLTU untuk bertanggungjawab. Jika tidak, maka akses masuk akan ditutup.
“Kalau tidak mau diganti, silahkan buat jalan sendiri (perusahaan),” tegasnya.
Sementara, Asisten II Sekda Bontang Zulkifli mengatakan berusaha menyampaikan aspirasi warga ini secepatnya kepada GPK.
Kata Zulkifli, belum lama ini Pemkot membahas nasib warga yang bermukim dekat GPK. Khususnya mereka yang lahannya diambil. Salah satu solusi ditawarkan terhadap tuntutan warga ialah melalui corporate social responsibility (CSR).
Lanjutnya, kemungkinan hanya melalui CSR lah GPK bisa menjawab tuntutan warga itu. Namun memang, katanya, harus ada formulasi khusus. Meminta CSR yang setara dengan dampak diberikan perusahan kepada warga.
“Cuma formulasinya yang belum jelas. Nanti dikoordinasikan,” katanya.
Di tempat yang sama, Ketua Komisi III Amir Tosina menuturkan, bila memungkinkan, baiknya warga jangan mengambil upaya blokade jalan. Karena itu tidak menghasilkan apapun. Semua dirugikan.
Dia mendorong semua pihak menahan ego. Warga jangan menuntut kompenasasi berlebihan. GPK juga harus bertanggungjawab bila klaim warga itu benar.
Terkait wacana kompensasi melalui CSR, dia cukup sepakat. Namun harus dirundingkan bersama oleh pemerintah dan GPK. Agar setidaknya, CSR ini cukup setara dengan tuntutan warga serta dampak lain yang ditimbulkan akibat keberadaan PLTU.
“CSR bisa ditinjau. Formulasikan dengan baik. Tapi sebelum itu harus ditanyakan ke warga, mau tidak kalau kompenasasi berupa CSR saja,” kata Amir
MEMBANTAH
Sementara, Humas GPK Agus membantah seluruh tudingan Arif. Kata Agus, GPK tak pernah mengambil lahan warga. Jalan yang disoal itu, katanya adalah milik pemerintah. Tak ada penyerobotan lahan. Karena sejak dulu, jauh sebelum perusahan masuk, jalan itu sudah dibangun. Tidak diubah, ditambah, seperti yang dituduhkan Arif.
“Enggak ada itu. Masak kami diminta ganti rugi sementara itu jalan dibangun pemerintah. Pakai APBD,” ujar Agus.
Selama ini, Agus mengaku tidak ada aktivitas berlebihan terkait penggunaan jalan. Aktivitas keluar masuk kendaraan dari luar ke areal pabrik tak masif.
“Kami jarang keluar masuk,” beber Agus.
Menyinggung tudingan GPK enggan hadir ketika diajak bertemu. Seperti RDP bersama Komisi III DPRD Bontang. Kata Agus itu tidak benar. Sebisa mungkin, tiap ada agenda bertemu pihaknya selalu datang.
Hanya untuk RDP kali ini, Site Manager GPK Haris, tak bisa hadir. Sebab sedang menjalani swakarantina. Setelah menyambangi keluarganya di luar Bontang.
“Pak Haris yang tahu soal itu,” pungkasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post