SAMARINDA – Sungai Karang Mumus (SKM) Samarinda, pada tahun 1970 menjadi jalur lalu lintas utama bagi masyarakat setempat. Sungai yang membelah Kota Tepian itu, dulu sangat bersih. Sebabnya, masyarakat tidak membuang sampah di sungai.
Namun kini, sungai dengan panjang 40 kilometer itu telah berubah menjadi sumber penyakit bagi penduduk ibu kota provinsi Kaltim. Pasalnya, air sungai sudah berubah menjadi kehitam-hitaman, bau, dan tak layak untuk menopang kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan, serta hewan.
Penyebab utama perubahan tersebut karena masyarakat membangun rumah di bantaran sungai. Warga melakukan mandi, cuci, dan kakus (MKC) di atas anak Sungai Mahakam tersebut.
Ketua Gerakan Memungut Sehelai Sampah (GMSS) SKM Samarinda, Misman mengatakan, terdapat ribuan warga yang membangun rumah di tepi sungai. Warga yang ditinggal di pinggir sungai, membuang sedikitnya satu ton sampah setiap hari di SKM.
“Anda bisa lihat sendiri, kalau sepuluh orang saja yang hidup di atas bantaran sungai, berapa sampah yang mereka buang?” katanya pada Metro Samarinda, Ahad (23/9) kemarin.
Selain itu, sampah di SKM berasal dari parit yang tidak memiliki sediment trap atau perangkap sedimen. Ketika masyarakat membuat sampah di parit, saat hujan turun, sampah akan terbawa air ke SKM.
“Seharusnya di parit itu ada sediment trap. Agar sampah berat tidak terbuang ke sungai. Kalau sekarang, semua sampah itu ikut ke sungai,” jelasnya.
Kemudian, sebagian besar rumah di bantaran SKM tidak membuat septic tank yang membuang kotoran manusia ke dalam tanah. Tetapi septic tank diarahkan ke parit yang akan dibuang ke SKM.
“Lalu kebiasaan warga. Dari usia dini sampai usia lanjut membuang sampah di SKM. Padahal membuang satu puntung rokok saja, itu akan membuat kotor sungai ini,” terangnya.
Terakhir, penyebab kotornya SKM yakni adanya rumah potong unggas (RPU) di Pasar Segiri Samarinda. Setiap hari, ribuan unggas dipotong di bantaran sungai. Bulu ayam, darah, dan kotoran unggas lainnya di buang ke sungai.
“RPU itu mestinya tidak di situ. Harus dipindah. Kalau di situ, sama saja terus membiarkan kotoran unggas dibuang ke sungai,” imbuhnya.
Andi Sofyan Hasdam, dokter yang juga politisi dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang berkunjung ke SKM kemarin, menyatakan gerakan masyarakat memungut sampah akan memberikan dorongan moril bagi warga Samarinda.
Namun demikian, upaya GMSS SKM Samarinda tidak akan menyelesaikan masalah mendasar yang menjadi penyebab kotornya sungai tersebut. Diperlukan kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah di sungai.
“Oleh karena itu, penyuluhan harus kuat. Kalau masyarakat belum sadar, sungai ini akan tetap kotor. Walaupun setiap hari dibersihkan, tanpa ada kesadaran dari masyarakat, tidak mungkin sungai ini bersih,” katanya.
Sungai tersebut, lanjut dia, menjadi cermin bagi Kaltim. Sebab Samarinda menjadi contoh bagi kabupaten/kota lainnya di Kaltim. Kotornya sungai menandakan masyarakat belum memiliki kesadaran akan kebersihan.
Padahal jika SKM dibersihkan, dirawat, dan dikelola dengan baik, sungai itu dapat menjadi obyek wisata. “SKM dan Sungai Mahakam ini punya potensi yang sangat besar. Apabila ingin pertumbuhan ekonomi yang bagus, masyarakat Samarinda harus bersama-sama menjaga SKM,” sarannya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: