bontangpost.id – Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang atau jasa terkait bantuan sosial (Bansos) penangan Covid-19. Penetapan tersangka ini sebagai tindak lanjut dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat (5/12).
Selain Juliari, KPK juga menetapkan dua lainnya sebagai tersangka penerima suap diantaranya Matheus Joko Santoso (MJS) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos dan seorang berinisial Adi Wahyono (AW). Selain itu sebagai pemberi suap KPK menetapkan, Aardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta.
“KPK menetapkan 5 orang tersangka dalam perkara ini,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (6/12) dini hari.
Firli menjelaskan, OTT terhadap kelima orang yang ditetapkan sebagai tersangka bermula dari adamya dugaan suap yang diberikan oleh AIM dan HS kepada MJS, AW dan JPB. Sedangkan khusus untuk JPB pemberian uangnya melalui MJS dan SN selaku orang kepercayaan JPB.
Penyerahan uang akan dilakukan pada Sabtu 5 Desember 2020, sekitar jam 02.00 WIB di salah satu tempat di Jakarta. Uang sebelumnya telah disiapkan AIM dan HS disalah satu apartemen di Jakarta dan di Bandung, yang di simpan didalam tukuh koper, tiga tas ransel dan amplop kecil yang jumlahnya sekitar Rp 14, 5 miliar.
“Dari hasil tangkap tangan ini ditemukan uang dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing, masing-masing sejumlah sekitar Rp11, 9 Miliar, sekitar USD 171,085 (setara Rp2,420 M) dan sekitar SGD 23.000 (setara Rp243 juta),” pungkas Firli.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, penerimaaan suap terhadap Juliari bermula dari pengadaan Bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun untuk total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode. Untuk memuluskan itu, Juliari menerima fee dari tiap-tiap paket Bansos.
“Untuk fee tiap paket Bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10.000 perpaket sembako dari nilai Rp 300.000 perpaket Bansos,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (6/12) dini hari.
Firli menjelaskan, Matheus selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos dan Adi Wahyono pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang diantaranya AIM, HS dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
“Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW,” ujar Firli.
Firli menyebut, pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, diduga telah menerima fee sebesar Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar.
“Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK dan SN selaku orang kepercayaan JPB, untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB,” beber Firli.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, sambung Firli, terkumpul fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar uang tersebut juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.
SERAHKAN DIRI
Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Minggu (6/12) pagi. Dia datang usai diimbau oleh KPK untuk menyerahkan diri, pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19.
Juliari datang sekitar pukul 02.52 WIB dengan mengenakan jaket hitam, masker serta topi. Tak ada kata yang diucapkan oleh orang nomor satu di Kemensos tersebut, saat dicecar beragam pertanyaan oleh awak media. Dia hanya melambaikan tangan sembari masuk ke ruang pemeriksaan.
Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (jawapos)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post