LAHAN seluas 1,5 hektar itu awalnya terbengkalai. Tak terurus. Tumbuhan liar merambat. Namun sejak pertengahan 2020, lahan itu digarap dan mulai produktif. Mengasilkan semangka segar. Kapasitas produksinya pun terbilang banyak untuk panenan perdana; 3,5 ton. Semua ini berkat tangan dingin seorang pria 46 tahun, Miseriono.
Miseriono adalah Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Klas II A Bontang. Ia terpaksa harus mendekam di sana usai terlibat kasus narkotika medio 2018 lalu di Sangatta, Kutai Timur. Atas perbuatan itu, ia divonis hakim 4 tahun 2 bulan.
Awal 2020 WBP diberi tantangan menggarap lahan tandus di sekitar Lapas. Agar lahan itu hidup, bukan jadi sarang tumbuhan liar. Tawaran ini tak diberikan untuk seluruh warga binaan. Tapi pada mereka yang telah menjalani setengah masa penahanan. Sebab ini merupakan salah satu program asimilasi yang disiapkan Lapas buat WPB. Agar sebelum bebas, mereka berdaya, punya keterampilan untuk kembali berbaur dengan masyarakat. Kebetulan kala itu, Miseriono masuk kategori. Awal 2020, sudah lebih 2 tahun ia jadi penghuni lapas.
”Ada yang bisa tanam semangka tidak buat lahan di belakang (Lapas)?” tanya seorang petugas Lapas kepada warga binaan kala itu.
Dewi fortuna memang berpihak pada Miseriono. Kata dia, dulu sebelum terlibat kasus narkotika, sejatinya ia adalah seorang petani semangka. Ada hal-hal yang membuat ia meninggalkan pekerjaan itu, dan melibatkan diri dalam lubang hitam narkotika.
”Saya langsung ajukan diri. Kan dulunya saya memang petani semangka,” beber pria kelahiran Jember ini ketika disambangi awak media di lahan budidaya semangka.
Lapas tidak langsung menyerahkan lahan seluas 1,5 hektar itu untuk digarap. Mereka butuh pembuktian. Awalnya Miseriono diberi beberapa bibit tanaman, dan mesti merawatnya hingga tumbuh. Begitu pula dengan tumbuhan hijau di sekitar Lapas.
Rupanya Miseriono berhasil meyakinkan petugas Lapas. Walhasil, rencana pengembangan lahan mulai dibahas. Bibit yang diinginkan, pekerja pendamping, hingga peralatan tani.
Sesuai permintaan Miseriono, Lapas menyediakan benih semangka jenis Amara dan Legyta. Amara adalah bibit untuk semangka bulat, berbiji, dan dagingnya berwarna merah, sedang Legyta untuk semangka lonjong, berbiji, dan berdaging kuning.
Untuk menggarap lahan, ia dibantu 14 pekerja lain. Sesama warga binaan yang ikut program asimilasi. Miseriono bertindak sebagai mentor. Sedang lainnya bekerja sesuai isntruksi yang diberikan.
Ia dan kawan-kawannya mulai kerja di ladang pukul 09.00 Wita, usai apel dan sarapan. Dan berakhir pukul 16.30 sebelum apel sore. Mulai proses pembersihan lahan hingga produksi, dibutuhkan waktu sekitar 60 hari. Tahapan yang cukup ambil perhatian ialah pemantauan agar bibit semangka yang mulai berbuah tidak diserang hama. Sebab dengan posisi ladang di tengah hutan, banyak hewan pengganggu.
”Binatang lain mungkin enggak terlalu. Tapi paling menggangu ini tikus,” ungkapnya.
Panen perdana lahan semangka garapan Miseriono dan kawan-kawannya terjadi medio November 2020 lalu. Produksi semangka kala itu 3,5 ton. Di panen kedua kali ini, Mei 2021, kapasitasnya naik, lebih 4 ton.
Seluruh hasil panen semangka itu akan dibawa oleh tengkulak. Dijual Rp 5 ribu per kilogram. Untuk menggarap lahan dan membiayai kebutuhan ladang semangka, memakan biaya sekitar Rp 10 juta. Sewa alat jadi komponen paling mahal. Sementara hasil panenan kedua ini bila dikonversi diperkirakan mencapai Rp 20 juta.
Nantinya hasil panen dibuat ‘belah semangka’ alias dibagi 50:50. 50 persen ditabung buat Miseriono dan kawan-kawan, 50 persen lainnya untuk operasional Lapas.
”Senang juga produksinya meningkat,” kata Miseriono, bangga.
Kalapas Klas IIA Bontang Ronny Widyatmoko mengatakan, ini merupakan agenda kerja Lapas Bontang. Untuk memberikan pembinaan kemandirian buat warga binaan. Tujuannya, kelak bila mereka bebas, bekal yang diperoleh di Lapas dapat diaplikasikan. Menjadi bekal untuk berbaur lagi bersama masyarakat.
Dia menekankan, ini bukanlah pencitraan. Tapi kewajiban mereka untuk memberi yang terbaik buat negara, masyarakat, dan warga binaan. Menurutnya banyak citra negatif dilekatkan di Lapas. Padahal sebenarnya, hal positif jauh lebih banyak. Seperti ini, warga binaan yang mampu menghasilkan berton semangka dalam segala keterbatasannya.
“Ini sebuah perjuangannya kecil untuk menunjukkan di Lapas itu tidak seburuk yang dibayangkan. Mereka juga bisa membuat hal positif,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post