BONTANG – Kekesalan Ketua RT 19, Kelurahan Gunung Elai, tumpah ruah saat menceritakan keluhan warganya, lantaran ditarik retribusi oleh Yayasan LNG Badak. Penarikan retribusi dilakukan lantaran dua akses menuju wilayah RT 19 melewati jalan yayasan atau jalan di perumahan HOP IV.
“Kami seperti berada di daerah terisolir, karena tidak mempunyai akses jalan. Kami diminta bayar retribusi oleh yayasan,” kata Ketua RT 19 Dera Gervasius kepada Komisi III DPRD, saat melakukan sidak terkait drainase dan jalan, Senin (27/11) lalu.
Menurut pengakuan Dera, pembayaran digunakan yayasan sebagai ganti rugi kerusakan jalan tersebut. Menurutnya, hal ini merugikan mengingat jalan berfungsi sebagai aspek sosial yang dapat digunakan oleh siapapun yang melintasinya.
“Ini seolah-olah kendaraan kami yang membuat rusak,” kesalnya.
Penarikan biaya sewa itu tertuang dalam surat yang dikirim oleh yayasan dengan nomor 201/YLB/2015-011. Di mana pada poin ketiga dijelaskan harga sewa pakai untuk tiap pintu yakni Rp 10 ribu per meter, tiap bulannya. Adapun tiap pintunya lebar akses sekitar 100 meter.
“Kami harus bayar Rp 1 juta untuk satu akses, sedangkan di sini ada dua, jadi total yang kami bayarkan Rp 2 juta per bulannya,” paparnya.
Ia meminta kepada legislator untuk membebaskan lahan tersebut. Pasalnya, ia telah meminta kepada pemkot, namun perihal pembebasan tersebut harus mendapat persetujuan dari DPRD. “Kalau bisa dibebaskan lahannya pak,” pintanya.
Sementara itu, pengurus Yayasan LNG Badak Tohari mengatakan, sebelumnya Ketua RT 19 Gunung Elai meminta persetujuan warga untuk membuat akses. Padahal sebelumnya sudah ada satu pintu yang dapat digunakan oleh masyarakat di kawasan tersebut.
“Tiba-tiba dia (ketua RT, Red.) meminta tanda tangan warga, lalu membuat pintu satu lagi,” kata Tohari.
Sebelumnya, pintu tersebut digunakan untuk mempermudah kendaraan material dalam suatu pengerjaan di area itu. Lantas, lalu-lalang kendaraan berat tersebut dengan beban tonase yang berat mengakibatkan kerusakan jalan.
“Banyak jalan yang berlubang, karena kendaraan berat milik pak Dera,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa warga di RT 19 ngotot meminta pembelian atas lahan milik yayasan tersebut. Padahal di dalam Undang-Undang Yayasan 16 tahun 2001 junto UU Yayasan nomor 28 tahun 2004 dijelaskan, bahwa lahan tersebut hanya bisa dipakai dengan status sewa pakai.
“Mereka (warga, Red.) bersedia mau membeli, tetapi yayasan tidak mau serta merta menjual, kalau sewa pakai bisa,” paparnya.
Proses pembelian tersebut syaratnya harus mendapat persetujuan dari pembina yayasan, yakni jajaran Manajemen PT Badak NGL. Jikalau tanpa persetujuan tersebut, maka pengurus akan mendapat sanksi hukum berupa kurungan 5 tahun atau denda Rp 7,5 juta. “Ditambah mengembalikan aset yang dijual itu,” tambahnya.
Hingga kini RT 19 urung melakukan pembayaran sewa pakai. Konon, warga meminta bantuan pemkot untuk membebaskan lahan tersebut. Tohari memaparkan biaya sewa pakai digunakan untuk operasional yayasan.
“Belum membayar, suratnya belum dijawab oleh RT, lurah ke sini mau memintakan ke pemkot. Pemkot mau beri atau tidak itu bukan urusan yayasan,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: