bontangpost.id – Polri serius dalam mendukung reformasi birokrasi. Kemarin (25/4), Korps Bhayangkara membongkar mafia seleksi calon pegawai negeri sipil (PNS) di 10 daerah di Indonesia. Terdapat 30 tersangka, sembilan di antaranya merupakan PNS. Lalu, ada 359 peserta seleksi ASN didiskualifikasi dan 81 orang masih proses diskualifikasi.
Sesuai data Bareskrim, mafia seleksi PNS itu ditangani di 10 polda dan polres. Yakni, Polda Sulawesi Barat, Polda Sulawesi Tengah, Polda Sulawesi Tenggara, Polda Lampung, Polrestabes Makassar, Polres Sidrap, Polres Palopo, Polres Tana Toraja, Polres Luwu, dan Polres Enrekang.
Kepala Satgas Anti-Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) Seleksi ASN sekaligus Kabagrensops Bareskrim Kombes M Syamsul Arifin mengatakan, kecurangan seleksi calon ASN 2021 itu ditemukan di 10 daerah atau titik dan tersangkanya 30 orang. Dengan modus kongkalikong antara mafia dengan pejabat daerah. Salah satunya kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kolaka Utara. “Mereka bekerja sama,” tuturnya.
Pejabat daerah itu memberikan akses kepada mafia untuk melakukan intervensi terhadap sistem computer assisted test (CAT). Selanjutnya, mafia meng-upload aplikasi remote access kepada sistem. “Aplikasi remote access dengan berbagai merek itu digunakan untuk bisa menjawab soal CAT,” urainya.
Aplikasi remote access itu bisa digunakan untuk menjawab soal CAT dari jarak jauh. Dari salah satu kasus yang ditangani, seleksi dilakukan di Sulawesi Tenggara, namun anggota mafia seleksi ASN menjawab soal dari Sulawesi Barat. “Yang menjawab anggota mafia, bukan peserta,” jelasnya.
Dengan begitu, lanjut dia, peserta seleksi PNS yang sudah membayar tinggal datang saat tes. “Soal sudah dijawabkan oleh anggota mafia,” paparnya.
Dalam konferensi pers tersebut, Bareskrim menggelar video conference dengan berbagai polda dan polres yang menangani kasus mafia seleksi PNS. Direktur Kriminal Khusus Polda Sulawesi Tenggara Kombes Heri Tri Maryadi menuturkan kecurangan seleksi PNS di Sulawesi Tenggara, peserta yang sudah membayar disiapkan tempat duduk tes tersendiri. Yang sudah terpasang berbagai aplikasinya yang diperlukan. “Selanjutnya, yang menjawab soal itu tersangka bernama Faisal,” paparnya.
Tersangka Faisal yang berada di Sulawesi Barat, menjawab untuk peserta yang sedang tes di Sulawesi Tenggara. Dia mengatakan, peserta yang curang dan sudah membayar itu tidak melakukan apa-apa, tidak menjawab soal tes. “Hanya duduk, soal sudah terjawab,” ujarnya.
Heri menyebut, Kepala BKPSDM Kolaka Utara Jumadil ditetapkan tersangka dan sudah ditahan. “Tersangka di belakang saya,” ujarnya dalam video conference tersebut.
Syamsul menambahkan, para pelaku melakukan tindakan kejahatan tersebut dengan motif ekonomi. Rata-rata uang suap yang ditawarkan itu antara Rp 150–600 juta. “Itu juga nilai uang yang harus dibayarkan para peserta yang mendaftar ke mafia,” ungkapnya.
Untuk kecurangan seleksi PNS di Sulawesi, dia mengatakan ada indikasi mafia setiap daerah terhubung. Artinya, mafia yang sama berada di balik berbagai kasus kecurangan seleksi di Sulawesi. “Ada hubungannya,” terangnya.
Setelah kasus tersebut terungkap, KemenPAN-RB dan Polri juga berkoordinasi untuk melakukan diskualifikasi terhadap 359 peserta seleksi PNS. Serta ada 81 orang yang masih dalam proses untuk diskualifikasi. “Yang 81 orang ini baru ditemukan ya, makanya masih proses,” paparnya.
Sementara itu, Deputi SDM Aparatur KemenPAN-RB Alex Denni memberikan apresiasi terhadap kinerja Polri dalam mengungkap berbagai kasus kecurangan seleksi PNS tersebut. “Dengan pengungkapan kasus ini, kami bisa mendapatkan bahan masukan dan evaluasi untuk seleksi PNS,” paparnya.
Dia mengatakan, untuk para peserta yang curang atau membayar ke mafia itu tidak hanya akan didiskualifikasi. Namun, kemungkinan besar juga akan di-blacklist. “Tidak lagi bisa mendaftar sebagai PNS selamanya,” terang dia.
KemenPAN-RB tidak ingin citra PNS yang selama ini bekerja keras, dinodai oleh sebagian kecil PNS yang curang. “Kalau pendaftarannya sudah curang, bagaimana nanti kinerjanya,” ucap dia.
Atas tindak pidana tersebut, para tersangka dikenakan Pasal 46 Jo Pasal 30, Pasal 48 Jo Pasal 32, dan Pasal 50 Jo Pasal 34 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu, tidak menutup kemungkinan pula terjadi tindak pidana penyuapan dan tindak pidana pencucian uang. (idr/JPG/rom/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: