Sebanyak dua mahasiswa terluka dalam aksi unjuk rasa yang digelar Gerakan Mahasiswa Pejuang Demokrasi (GMPD) Kaltim di DPRD Kaltim, Senin (26/2) kemarin. Mahasiswa menuding, tindakan pihak kepolisian yang menembakkan gas air mata sebagai tindakan represif.
Selain itu, upaya pengamanan aksi yang dirasakan terlalu frontal dalam menyikapi adanya upaya mahasiswa membakar ban di lokasi aksi, dinilai sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengamanan.
Karena itu, Koordinator Lapangan GMPD Kaltim, Besse Murni menuntut agar pihak Polresta Samarinda meminta maaf kepada pihaknya atas tindakan represif yang dilakukan anggotanya. Apalagi mereka yang jadi korban dalam aksi tersebut adalah dua orang mahasiswi.
“Kami menuntut polisi meminta maaf karena telah memperlakukan kami dengan cara yang kasar. Dua orang perempuan terluka. Padahal kami hanya menyampaikan aspirasi pada anggota dewan,” kata Besse kepada awak media selepas menggelar aksi.
Besse mengaku, mahasiswa tidak punya niat menyiram bensin ke polisi. Semburan bensin mengenai polisi lantaran berdekatan dengan ban yang ingin dibakar mahasiswa. Karenanya, ia menegaskan, sangat tidak beralasan jika polisi menembakkan gas air mata pada mahasiswa.
“Kami tak terima dengan perlakuan polisi. Karena pukulan dan gas air mata itu sangat menyedihkan. Polisi harusnya jadi pengayom bagi demonstran, tetapi nyatanya jadi bagian dari upaya represi,” tegasnya.
Wakil Kepala Kepolisian Resort Daerah (Wakapolres) Samarinda, AKBP Rino Eko mengaku, langkah pengamanan yang dilakukan polisi sudah sesuai SOP. Karena jika mahasiswa tidak dihalangi membakar ban, maka akan beresiko pada anggota kepolisian.
“Penyemprotan water canon itu karena mereka mau membakar ban untuk kedua kalinya. Anggota saya tidak melakukan pemukulan, jadi tidak benar jika kami disuruh meminta maaf pada mahasiswa. Mahasiswa terluka karena dampak pengamanan di lapangan,” ucapnya.
Pihaknya tidak mempunyai niat sedikit pun memukul mahasiswa. Penurunan gas air mata dan water canon, lanjut dia, hanya untuk menghentikan langkah mahasiswa yang dinilai sudah tidak lagi mampu diamankan dengan cara halus.
“Mahasiswa membakar ban itu sangat berbahaya. Apalagi saat anggota dewan menanggapi tuntutan mahasiswa. Ban itu berdekatan dengan polisi dan anggota dewan, tentunya beresiko pada orang yang berdekatan dengan ban, makanya kami cegah,” ujarnya.
Ke depan, ia mengimbau pada mahasiswa yang ingin berdemonstrasi agar tetap menjaga ketertiban dan keamanan. Jika ingin menyampaikan aspirasi, kepolisian akan dengan senang hati menjaga dan mengamankannya.
“Kami akan fasilitasi mahasiswa yang ingin berdemonstrasi, asal menggunakan komunikasi yang baik. Kami harapkan mahasiswa menjaga keamanan, karena yang penting mereka menyampaikan aspirasi,” tuturnya. (*/um/drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: