BALIKPAPAN – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD berbagi kisah sepak terjangnya memutus sengketa pemilu selama menjabat di hadapan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Kota se-Kaltim. Pengajar dan Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu juga menyoroti banyaknya kecurangan yang terjadi saat Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (pilkada).
“Berbicara Pilkada, kaitannya dengan jumlah suara. Karena itulah, pemilu sangat penting untuk diawasi. Pengalaman saya memutus sengketa Pemilu di MK, banyak kecurangan yang terbukti dilakukan calon legislatif maupun calon kepala daerah. Bahkan tahun 2009, MK membatalkan 72 anggota legislatif di tingkat pusat dan daerah karena menemukan kecurangan.
Bentuk kecurangannya beragam, salah satunya Agung Laksono,” tegas Mahfud yang diundang Badan Pengawas Pemilu Kaltim (Bawaslu) Kaltim di Kegiatan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pengawas Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Hotel Grand Tiga Mustika Balikpapan, Rabu (29/11).
Rekernis Pengawasan Pemilu ini juga menghadirkan narasumber dari Anggota Bawaslu RI Fritz Edwar Siregar. Hadir Ketua Bawaslu Kaltim Saipul dan dua anggota Bawaslu Kaltim Galeh Akbar Tanjung dan Hari Dermanto serta jajaran Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Balikpapan.
Lebih jauh, Mahfud mengatakan, kehadiran Bawaslu maupun Panwaslu Kabupaten Kota merupakan kemajuan demokrasi di Indonesia. Sebab, kata dia, sebelum era reformasi atau masa orde baru, tidak ada penindakan untuk kecurangan pemilu. “Kalau dulu ada pelanggaran, tidak ada yang peduli. Bahkan, sebelum pelaksanaan pemilu, tidak perlu lagi ada survei untuk mengetahui siapa yang unggul. Karena kita sudah tahu, siapa nanti yang akan menang,” bebernya. “Jadi sudah bagus sekarang ada Panwaslu,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan Panwaslu terhadap sejumlah potensi kecurangan yang kerap dilakukan dalam pelaksanaan Pemilu. Seperti kecurangan birokrasi, penggunaan dana bantuan sosial dan pemalsuan formulir C1. “Salah satu contoh kecurangan birokrasi, pernah ada seorang istri datang ke MK dan menangis. Bupati terpilih, mengambil keputusan memindahkan suaminya ke tempat yang jauh karena dianggap suaminya memihak calon yang kalah. Niat jahat seperti ini seharusnya tidak dilakukan,” tegas Mahfud.
Mahfud juga mengajak masyarakat untuk melaporkan setiap kecurangan yang dilakukan, meski tidak signifikan dalam selisih suara. “Ada hukuman pidananya. Yang curang meski tak signifikan harus diproses hukum pidana. Pemilunya sah, tapi pidananya jalan. Jadi kalau ada bukti signifikan ya bisa diajukan ke MK untuk diadili. Tapi kalau tak signifikan, tangkap saja pelakunya,” pungkasnya. (red)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: