SAMARINDA – Rencana pembangunan Masjid Al-Faroek oleh Pemprov Kaltim di Lapangan Kinibalu belakang Kantor Gubernur Kaltim menuai kontroversi. Pasalnya warga sekitar lapangan menolak alih fungsi lapangan yang sebelumnya ditujukan untuk kepentingan olahraga dan tempat bermain anak-anak.
Untuk menyatakan penolakan alih fungsi ini, belasan warga dari Kelurahan Jawa dan Kelurahan Bugis, Samarinda melakukan aksi damai di Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Kamis (30/11) kemarin.
“Lapangan ini punya banyak sejarah karena banyak mencetak para pemain bola. Kami ingin lapangan ini dikembalikan fungsinya seperti sedia kala,” kata Kusno Hari Susanto, koordinator lapangan (korlap) warga RT 8 Kelurahan Jawa yang hadir dalam aksi.
Hal yang sama disuarakan Yoyok Setiawan, perwakilan warga lainnya. Kata dia, lahan tersebut sejatinya merupakan wakaf dari tokoh masyarakat setempat. Yang peruntukkannya untuk sarana olahraga dan ruang bermain anak-anak.
Selain itu, Yoyok menyebut rencana pembangunan masjid ini tidak melibatkan warga setempat. Bahkan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk masjid ini belum ada. “Izin dari RT setempat belum ada. Artinya secara konsep dalam pelaksanaan kegiatan untuk proyek itu sudah tidak tepat,” kata Yoyok.
Selain itu, dia menyebut lahan tersebut bersifat hak pakai. Sehingga ada juga hak-hak orang lain, dalam hal ini warga setempat. Jadi semestinya, harus ada persetujuan warga setempat terlebih dulu melalui ketua RT.
Kenyataannya, meski belum ada laporan ke RT setempat, namun sudah ada peralatan pengerjaaan pembangunan di lapangan. Pemprov juga sudah melakukan pemasangan pagar menutupi akses ke lapangan.
“Tuntutan kami cuma satu sih. Hentikan pembangunan dan kembalikan alih fungsi Lapangan Kinibalu. Kami tekankan, kami bukan menolak pembangunan masjid. Tapi kami menolak alih fungsi lapangan,” urai Yoyok.
Kondisi lingkungan sekitar turut menjadi pertimbangan kenapa pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu dirasa perlu dihentikan. Karena di lingkungan sekitar sudah terdapat masjid. Yaitu masjid di Jalan Merbabu dan di wilayah Korem 091/Aji Surya Natakesuma (ASN). Sehingga daripada membangun masjid baru, lebih baik anggarannya digunakan untuk perbaikan masjid yang sudah ada.
“Banyak masjid yang kondisinya memprihatinkan dan lebih membutuhkan bantuan untuk renovasi. Lapangan Kinibalu sendiri perlu mendapat perhatian untuk diperbaiki,” terangnya.
Abdu Rahman, warga lainnya menceritakan, masyarakat setempat pernah mengingatkan Pemprov Kaltim untuk tidak mengganggu gugat lahan lapangan Kinibalu. Di antaranya tidak menyertifikatkannya dan dialihkan fungsinya. Namun pemprov tiba-tiba muncul dengan rencana pembangunan masjid tanpa membicarakannya terlebih dulu.
“IMB-nya belum ada. Komunikasi pemprov dengan ahli waris lahan juga belum ada. Pada RT dan warga setempat juga belum ada. Pengakuan pemprov saja yang menyertifikatkan lahannya,” sebut Abdu Rahman.
Warga yang melakukan aksi damai lantas diterima oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemprov Kaltim, Meiliana di ruang rapat lantai empat Kantor Gubernur. Dalam pertemuan tersebut, dilakukan dialog antara warga dengan pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) Kaltim yang terkait pembangunan Masjid Al-Faroek.
Meiliana menjelaskan, Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah dalam notulen pertemuan menyatakan sertifikat hak pakai nomor 47 terkait lahan tersebut telah dimiliki Pemprov Kaltim sejak tahun 1989. Dengan luasnya mencapai 1,6 hektare. Untuk memastikannya, pemprov akan dilakukan cek warkah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sementara dari penjelasan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kaltim, permasalahan teknis pembangunan masjid Al-Faroek telah ada perencanaannya. IMB dan perizinan lainnya sudah mulai diproses oleh Dinas PU Kaltim. “Hasil pertemuan ini akan kami berikan kepada gubernur untuk disikapi lebih lanjut,” kata Meiliana.
DPRD AKAN KAJI ULANG
Bukan hanya Kantor Gubernur, para warga peserta aksi juga mendatangi Kompleks DPRD Kaltim di Jalan Teuku Umar, Samarinda. Mereka mengadukan permasalahan ini kepada Komisi I dan juga Ketua DPRD Kaltim HM Syahrun.
Menanggapi pengaduan warga, Syahrun mengatakan bakal membahas rencana pembangunan ini dengan melibatkan komisi terkait dalam hal ini Komisi I. Menurutnya, informasi yang didapat dari warga mesti ditindaklanjuti agar pembangunan masjid nantinya tidak menyalahi prosedur.
“Saya dengar dari warga kalau lahan tersebut merupakan tanah wakaf. Tentu harus dipastikan lagi bagaimana prosedurnya menyangkut tanah wakaf,” ujar pria yang karib dipanggil Alung ini.
Disinggung soal persetujuan DPRD dalam meloloskan anggarannya, Alung menyatakan persetujuan tersebut berdasarkan keinginan pemprov untuk memberikan fasilitas masjid bagi para pegawainya. Kata dia, pembangunan masjid ini nantinya memudahkan pegawai di lingkungan pemprov untuk menunaikan salat.
“Kalau ada penolakan dari warga dengan disertai alasan-alasan, tentu akan kami bahas kembali,” sambungnya.
Meski DPRD menyetujui anggaran pembangunan yang mencapai Rp 71 miliar dalam APBD 2018, namun Alung menyatakan rencana tersebut masih memerlukan proses yang panjang. Pasalnya ada proses yang mesti dilalui agar pembangunannya dapat dilakukan. Termasuk proses lelang kontraktor yang akan mengerjakannya.
Untuk itu dia meminta warga yang keberatan dengan pembangunan masjid di lapangan Kinibalu untuk mengumpulkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan agar memiliki dasar yang kuat. “Ada prosesnya itu. Masih jauh,” pungkasnya.
Dari pantauan media ini, Lapangan Kinibalu yang berada tepat di seberang Musala Al-Mukmin Kantor Gubernur sebagian telah ditutup dengan pagar seng. Spanduk-spanduk penolakan warga terpasang pada masing-masing sisi lapangan. Kondisi lapangan sendiri terbilang memprihatinkan dengan tanah yang becek dan tribun kayu yang tidak terawat.
“Tolong jangan dibangun, lapangan aja,” bunyi dua buah tulisan yang terpampang di tribun lapangan. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: