SAMARINDA – Meski kerap mendapat kritikan masyarakat, tampaknya tidak membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim mengambil langkah segera memperbaki dan memelihara Stadion Utama Palaran Samarinda. Pasalnya hingga kini stadion tersebut terlihat kumuh.
Salah seorang warga bernama Mahmud (38) mengaku kerap kali berkunjung di stadion tersebut. Dia merasa sangat prihatin karena setiap hari tidak terlihat perawatan dan pembersihan yang dilakukan oleh petugas.
“Ya kami sangat prihatin. Itu lihat di semua sisi banyak sampah yang berserakan. Rumput tumbuh begitu saja. Kayaknya enggak ada yang rawat,” ujarnya, Ahad (15/7) kemarin.
Dari pantauan Metro Samarinda, di sekitar stadion yang dibangun menghabiskan anggaran Rp 800 miliar tersebut, tumbuh beragam rumput dan ilalang. Di sebelah kanan stadion, khususnya di lapangan yang kerap digunakan untuk latihan, tumbuh rumpuh setinggi lutut orang dewasa.
Sekitar 100 meter dari stadion, terdapat lapangan yang acap kali digunakan para pemuda untuk bermain bola plastik. Sejumlah pemuda yang diketahui tinggal di Kecamatan Loa Janan Ilir Samarinda tersebut dengan sukarela membersihkan rumput.
“Iya kalau mau main atau gunakan lapangan, ya bersihkan sendiri. Begitu di sini ini (Stadion Palaran, Red.). Yang ada hanya sekuriti saja. Enggak ada petugas lain yang mau bersihkan dan rapikan lapangan,” katanya.
Sebagai pengunjung yang memiliki rumah sekitar stadion tersebut, Mahmud ingat waktu 2008 lalu, ketika Stadion Utama Kaltim itu diresmikan. Beragam pertandingan diselenggarakan di sana. “Jadi dulu itu sangat bersih dan rapi di sini. Banyak petugas yang pelihara dan bersihkan. Sekarang kayak sudah tidak diperhatikan ya,” sesal Mahmud.
Asnan (50), warga lainnya asal Kecamatan Loa Janan Ilir Samarinda, mengaku telah bertahun-tahun berjualan di stadion tersebut. Hingga tahun 2010, setiap hari stadion diramaikan pengunjung. “Tetapi sekarang hanya hari Minggu saja baru ramai. Selebihnya sepi. Pengunjung di hari Minggu juga tidak seramai dulu. Bisa dihitung jari,” ungkapnya.
Padahal semakin banyak jumlah pengunjung yang meramaikan stadion tersebut, maka kemungkinan besar jualan Asnan akan laku. Sebaliknya, semakin sedikit pengunjung, akan semakin mengurangi penjualan.
“Dulu itu, waktu 2009, kalau jualan di sini satu atau dua jam, bisa datang Rp 700 ribu sampai Rp 1 juta. Sekarang, dapat segitu itu susah sekali. Setiap kali jualan di sini, hanya dapat Rp 300 ribu,” bebernya.
Intensitas pengunjung yang berkurang drastis seiring tidak terurusnya stadion tersebut membuat Asnan dan pedagang lainnya hanya berjualan satu kali dalam sepekan.
“Paling hari Minggu saja saya jualan. Selebihnya jualan di tempat lain. Kalau jualan di sini di luar hari Minggu, paling dapat Rp 100 ribu. Itu enggak balik modal. Adanya hanya rugi,” sebutnya.
Karena itu, Asnan berharap Pemprov Kaltim dan pengelola stadion tersebut dapat mengembalikan kondisi stadion sebagaimana di awal-awal peresmian. “Mungkin pemerintah perlu memperhatikan lagi stadion ini,” harapnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post